***
"Eyden pergi?"
Ellina menggeleng tidak habis pikir, ketika dia sudah berada di sini. Eyden malah pergi berburu di malam hari, entah apa tujuannya. Ellina bahkan sangat kesal sekarang.
Namun dia teringat dengan kejadian kemarin, sehingga membuat Ellina merasa sangat senang mengetahui Eyden pergi lagi.
"Bagus, lalu kembali saja besok."
Ellina segera membaringkan tubuhnya menarik kain rajut yang dijadikan sebagai selimut seadanya oleh perkumpulan mereka.
Ternyata tinggal di kamar utama begitu menyenangkan. Sangat berbeda ketika Ellina di tempatnya tadi.
Baru saja Ellina hendak memejamkan mata. Suara langkah kali berat milik pria yang menjadi Raja di tempat ini ternyata sudah kembali. Ellina semakin menaikkan selimutnya.
"Ratu?"
Benar saja dugaan Ellina, ternyata Eyden kembali begitu cepat membuatnya sedikit kesal karena merasa Eyden pergi terlalu cepat.
Ellina memilih untuk berpura-pura tidur. Seakan tidak ingin membalas ucapan Eyden. Ditambah lagi dia merasa sangat malu setelah kejadian kemarin.
"Aku ragu kamu masih tidur, Ratu ...." Suara Eyden terdengar begitu mendekat membuat bulu kuduknya seakan merinding saat itu juga.
"Kamu mencoba menghindariku ya?"
Ellina menelan ludahnya gugup dan tetap berakting kalau sekarang dia tengah tidur. Tentu saja, Ellina bahkan akan mendapat penghargaan sebentar lagi, namun karena Eyden menahannya dia tidak bisa kemana-mana.
"Bangunlah, aku tau kamu belum tidur."
Rupanya Eyden tidak gentar juga memanggil Ellina untuk bangun. Bahkan sekarang Eyden membangunkan Ellina dengan sedikit sentuhan di atas permukaan tubuhnya.
"Kamu benar-benar tertidur?"
"Aku tidak percaya kamu tidur dengan cepat."
Ellina kembali hanya diam, namun diam-diam menahan untuk tidak terlihat gugup walaupun dia ragu Eyden mengetahui kegugupannya atau tidak.
Rasanya bahkan lebih gugup ketika Ellina hendak memulai casting dalam sebuah drama yang akan dia mainkan.
"Kejadian di air terjun---"
"Hentikan!"
Ellina terpaksa bangun dan menatap jengah ke arah Eyden karena kembali membahas tentang kejadian di air terjun. Tentu saja hal itu membuat Ellina kesal bukan main.
"Apa yang sebenarnya kamu inginkan?" Keluh Ellina.
"Menurutmu?"
"Berhentilah mengajakku bercanda, karena aku membenci candaanmu itu!" Tambah Ellina lagi.
"Aku tidak bercanda Ratuku, oh ayolah bukankah itu kegiatan yang harusnya kita lakukan? Bahkan lebih ...."
Ellina memalingkan wajahnya ketika Eyden tersenyum menggoda ke arahnya. Pria ini benar-benar membuatnya tidak habis pikir.
"Berhenti mengatakan hal aneh lagi tentang kejadian itu, aku menganggapnya kecelakaan," bantah Ellina.
"Bagaimana menurutmu?"
"Bagaimana bisa itu dikatakan sebagai kecelakaan Ratuku, kalau kamu saja yang memulai lebih dulu."
"Eyden hentikan!" Kesal Ellina lagi sekarang melempar beberapa benda di sekitarnya kepada Eyden.
"Hahaha, aku hanya bercanda Ratuku."
Ellina tidak menggubris namun setelahnya terlihat Eyden mengambil sesuatu dari dalam kantung kain rajut yang sudah dia siapkan daritadi.
Eyden mengeluarkan sebuah kalung dengan tali dari rambatan akar pohon kemudian batunya berwarna hijau zamrud yang indah.
Mata Ellina menatap ke arah batu yang berukuran jari jempol dan jari telunjuk disatukan itu dengan takjub. Bukankah ini batu permata zamrud yang sangat berharga?
"Ba-bagaimana bisa kamu menemukannya?" Tanya Ellina tidak percaya.
"Tentu saja ini adalah peninggalan penting untuk para Ratu. Sebagai lambang kesetiaan pada pasangannya."
Mendengar alasan kalung itu ada, Ellina jadi menjauhkan tubuhnya. Dia bahkan tidak berhadap Eyden benar-benar memberikannya kalung itu. Karena ketahuilah, Ellina akan pergi dari sini cepat atau lambat nanti.
"Tapi aku merasa itu tidak cocok padaku."
"Kenapa?" Tanya Eyden kebingungan.
"Kamu bisa menahan untuk tidak memberikannya padaku. Karena ini sama sekali bukan hal yang patut aku terima," jelas Ellina.
"Kamu harus menerimanya," pinta Eyden.
"A-aku tidak bisa."
"Kamu Ratuku, Ratu kami, dan Ratu suku kami."
Ellina tampak ragu namun dengan cepat Eyden berganti tempat dan duduk di belakang Ellina yang kini sudah berubah posisi semenjak Eyden mengungkit masalah air terjun.
Eyden memasangkan kalung itu tanpa hambatan. Ellina merasa semakin tidak enak hati, karena seharusnya dia tidak menerima pemberian dari Eyden.
"Kamu cantik mengenakannya Ratuku."
Suara Eyden mengalun dengan lembut di telinganya. Membuat Ellina mematung di tempat, tidak tau harus bagaimana lagi. Debaran itu tidak bisa Ellina cegah.
Apakah sekarang ada ruang untuk Eyden di hati Ellina?
***
Ellina terdiam bukan main. Pikirannya melanglang buana mencari alasan, kenapa pagi tadi dia tidak menemukan Eyden di sampingnya.
Lalu sekarang Eyden kembali pergi berburu. Entah apa yang sebenarnya Eyden buru, tapi Ellina yakin Eyden seakan paham dengan kerisihan yang dirasakan Ellina.
"Eyve, kamu mengetahui kapan Eyden pergi berburu?"
"Ratu mengkhawatirkan Raja Eyden?" Tanya Eyve memastikan.
Beberapa orang yang sedang menyiapkan makanan untuk Ellina tampak menoleh ke arah Ellina, dengan segera Ellina menutup mulut Eyve.
"Jangan berbicara terlalu kencang!"
Eyve segera menutup mulutnya karena perintah Ellina. Kemudian Ellina menarik Eyve untuk menjauh. Agak malu jika terdengar oleh yang lain.
"Anda mengkhawatirkan Raja Eyden?" Ulang Eyve sekali lagi.
"Kamu menanyakan ulang, akan aku tutup mulutmu selamanya!" Ancam Ellina.
Saat Eyve mengangguk takut barulah dia mengatakan, "tidak ada yang membuatku khawatir, aku hanya bertanya saja. Lalu kamu menjawab dengan pertanyaan lagi? Apa itu sopan?"
Eyve menggeleng dengan bibir mengerucut. Seakan merasa bersalah karena sudah bertanya lebih lanjut. Padahal seharusnya Eyve diam saja.
"Katakan."
Eyve kembali diam dan menatap Ellina dengan bingung. Ellina yang sadar akan hal itu menghela nafas gusar.
"Aku memintamu menjawab, sekarang jawab apa yang aku tanyakan tadi."
"Raja pergi pagi-pagi sekali. Bahkan saat matahari belum naik ke permukaan. Lalu saya mendengar bisik-bisik dari para pengawal yang lain, mengatakan kalau Raja Eyden ingin mencari batu permata delima untuk hadiah."
Ellina mengernyitkan dahinya bingung. Kemudian menyentuh batu permata zamrud yang diberikan oleh Eyden tadi malam.
Apa Eyden hendak memberikannya batu permata lagi? Oh yang benar saja, Ellina bahkan baru memiliki zamrud ini tadi malam. Bahkan rasanya tidak enak hati karena seharusnya bukan Ellina yang mendapatkannya.
"Anda pasti merasa kalau Raja Eyden begitu menyukai anda. Karena baru kali ini Raja Eyden terlihat sangat bersemangat dan terus tersenyum."
"Benarkah?"
"Iya itu benar Ratu."
"Karena Raja Eyden dulu tidak suka tersenyum. Lebih tepatnya tidak bisa mengeluarkan ekspresi sebanyak sekarang."
"Ck, yang benar saja."
Ellina kembali memikirkan ucapan Eyve tadi. Karena benar-benar terngiang di kepalanya. Apakah Eyden menyukainya?
"Tapi itu bisa saja terjadi bukan, secara aku ini dijuluki dewi oleh mereka. Bahkan para penggemarkupun selalu memuji kecantikanku."
Ellina tersenyum dengan bangga. Kalau Eyden menyukainya bukankah itu hal wajar, karena Eyden pada dasarnya lelaki yang normal menyukai wanita.
"Apa yang membuat anda terlihat aneh?"
Suara Kelen membuatnya tersadar dan ketika Ellina menoleh. Wanita itu tampak terkejut melihat kalung batu permata zamrud milik Ellina.
"I-itu kan?!"