***
Eyden bersikap semakin manja, membuat Ellina tidak habis pikir dan kini dihadapan semua orang, Eyden sengaja menarik pinggang Ellina dan mengenalkan Ellina kepada mereka, dengan kata-kata yang sedikit menggelikan.
"Lihat ke arah sana Ratuku, mereka bilang akan memperindah air terjun kita."
"Eyden berhenti mengatakan sesuatu yang menggelikan," bisik Ellina tepat di telinga Eyden.
Pria itu hanya menarik kedua sudut bibirnya keatas, seakan tersentuh dengan ucapan Ellina. Padahal Ellina bukan sedang memujinya.
Menurut Eyden apa yang Ellina lakukan itu selalu menggemaskan dimatanya. Kadang Ellina yang suka heran sendiri gak paham dengan maksud Eyden.
"Malam ini, haruskah kita bercanda lagi?"
"Bercanda ... Maksudnya?" Tanya Ellina tidak paham.
"Iya, bercanda dan beraktivitas bersama. Para tetua selalu menanyakan kapan penerus kita hadir," ungkap Eyden.
Ellina menghela nafas, kenapa pria-pria tua itu tidak pernah mengerti kalau semua butuh waktu. Lagipula siapa yang mau mengandung anak Eyden. Perjalanan Ellina sebagai Aktris masih panjang.
Belum lagi dia harus menyingkirkan ibu tiri sialannya itu dari rumah. Sebelum Papanya berhasil menyerahkan warisan kepada orang yang salah.
"Kenapa diam?"
"Menurutmu putra dan putri kita akan seperti apa?"
"Kenapa kamu bertanya seolah-olah aku akan memberikan anak kepadamu?" Tanya Ellina dengan sarkasnya.
Eyden terkekeh, "aku yakin sebentar lagi dia hadir di sini. Sampai saat itu aku pastikan akan membuatnya banyak."
Ellina membulatkan matanya terkejut dengan ucapan Eyden. Ellina memilih untuk menghindar dengan alibi meminta tolong pada Eyve tentang sesuatu.
"Ada apa Ratu?"
"Tidak ada, aku hanya ingin buang air kecil saja."
Eyve hendak menemani namun sekarang pekerjaannya cukup banyak, melihat hal itu Ellina segera menyuruh Eyve untuk diam.
"Kamu jangan menemaniku, cukup diam saja di sini."
"Tapi Ratu ...."
"Tidak masalah, justru kamu harus menyelesaikan pekerjaan kamu dengan benar bukan?"
Eyve menganggukkan kepalanya lemah, kemudian pergi meninggalkan Ellina sendiri. Kembali lagi, Ellina malah bertemu dengan Kelen.
Wanita itu tampak sedang galau, apa dia sedang merasa sedih karena Eyden terus menemani Ellina dan melupakan keberadaannya?
Ada niat hati untuk memanggilnya, tapi Ellina mengurungkan niatnya, dan segera pergi menuju kamar kecil.
Disana Ellina sedang memikirkan cara untuk kabur. Dia harus mencoba kabur hari ini, karena kalau dia tidak mencoba maka Eyden dan para orang-orang di sini akan terus salah paham.
Ellina bukan dewi, bagaimana nanti kalau mereka meminta sesuatu yang aneh dari Ellina? Sungguh ini bukan ide yang bagus.
Tok ... Tok ...
Ellina terkejut ketika mengetahui ada yang mengetuk bilik seng itu dengan sengaja. Dengan cepat Ellina keluar seakan tidak pernah berpikir untuk kabur.
Kelen tepat berdiri di depannya dengan pandangan yang serius. Apa daritadi Kelen menyadari keberadaan Ellina?
"Anda sebenarnya bukan dewi kan?"
"Hah? Bagaimana kamu tau tentang itu?" Tanya Ellina terkejut sampai menutup mulutnya dengan satu tangan.
"Aku bisa membaca pikiran orang secara tiba-tiba. Dan aku sudah mengatakannya pada Kak Eyden tentang anda, tapi dia tidak mau percaya!"
"Anda menipu kami, anda tidak pantas menjadi Ratu!" Tambah Kelen dengan tatapan marahnya.
Ellina masih syok, apalagi ketika mengetahui fakta kalau Kelen bisa membaca pikiran orang secara tiba-tiba. Astaga! Ellina berada dalam masalah, lalu apa Kelen tau apa yang sedang Ellina pikirkan sekarang?
"Aku tidak bisa membaca pikiran anda sekarang, karena hanya tiba-tiba ketika menyangkut niat jahat seseorang."
Ellina berdecak sebal, kemudian menarik tangan Kelen untuk menjauh. Memberikan ruang sepi dan juga rahasia sebelum Ellina mengatakan sesuatu yang penting.
"Aku memang bukan dewi, aku manusia biasa. Lebih tepatnya artis papan atas di kota sana."
Mata Kelen seketika membulat, "lalu kenapa anda berbohong?"
"Aku menyelamatkan dirikulah! Kalau nanti aku dibunuh atau disiksa bagaimana? Lagipula aku pernah mengatakan aku bukan dewi, tapi kalian tidak percaya kan?" Jelas Ellina dengan serius.
Ucapan Ellina barusan membuat Kelen terdiam. Seakan sedang mencerna ucapan dari Ellina, dan memang benar apa yang dikatakan oleh Ellina.
"Lalu ini alasan anda ingin pergi dari sini?"
Ellina menganggukkan kepalanya serius, "jujur aku tidak mau terus berbohong, maka dari itu aku pernah meminta bantuanmu kan?"
Tumpah sudah segala kegelisahan dan kesedihan Ellina. Dia mengungkapkannya pada Kelen, orang yang seharusnya tidak dia percaya.
"Kamu pikir aku mau terjebak disini? Tidak! Aku ingin pulang, aku rindu Pussy, dia pasti tidak diberi makan. Ah, aku rindu penggemarku!" Ujar Ellina yang menangis tersedu-sedu.
Kelen merasa iba dan tanpa sadar memeluk Ellina. Dia tidak suka pembohong, namun apa yang Ellina katakan memang benar adanya.
"Aku bisa membantu anda untuk keluar dari sini. Aku rasa anda pasti memiliki banyak tekanan ketika berada di sini."
Ellina yang tadinya menunduk sedih, berubah sumringah ketika mendengar ucapan dari Kelen.
"Apa kamu benar-benar akan membantuku keluar dari sini?"
"Iya," jawab Kelen.
"Kamu tidak takut dikatakan sebagai penghianat?"
"Tidak, karena aku akan ikut bersama anda."
"A-apa?!"
Kelen menarik kedua sudut bibirnya tipis, "aku selalu penasaran dengan dunia luar, dan kebetulan anda berada di sana. Bagaimana? Anda setuju atau tidak?"
Ellina tampak berpikir sejenak, karena akan sangat beresiko membawa tuan putri ini pergi keluar. Bukankah Ellina akan tetap menjadi buronan?
"Kalau tidak mau ya--"
"Oke, aku setuju."
***
"Anda sudah berapa lama mengetahui tempat ini?"
"Dari saya kecil," jawab pria paruh baya itu.
Mereka duduk setelah lama berjalan. Kata pria paruh baya itu, mereka semakin dekat untuk membawa Ellina pulang.
Namun perlu diketahui kalau mereka jangan sampai tertangkap keberadaannya oleh suku sini, kalau tidak mereka akan jadi tahanan selamanya.
"Kenapa ada tempat seperti ini ya? Apa pak menteri atau pun pejabat pemerintah tidak pernah mengetahui tentang ini sebelumnya?" Ujar Vernon bertanya-tanya.
"Tentu saja mereka tidak tau, karena ini perbatasan antara negara kita dengan negara seberang. Banyak juga orang seperti kalian kadang tersesat ketika tidak sengaja kecelakaan."
Pria paruh baya itu tampak terdiam serius, kemudian kembali melanjutkan ceritanya, "sebenarnya dari leluhur saya dulu, ada sekitar tiga orang pernah tersesat di dalam sini. Dua orang tidak pernah kembali karena memilih menetap, dan satunya lagi berhasil keluar dan besoknya dia gila."
Yorsa dan Vernon yang mendengar hal tersebut tampak terkejut. Mereka berdua menelan ludah gugup, tampak ada keraguan di mata mereka ketika hendak lanjut.
"Kalian kalau terlalu takut, lebih baik kita berhenti sampai di sini saja."
Yorsa tampak merasa bersalah, "tapi kita sudah setengah jalan, akan sangat pantang untuk mundur kembali."
"Hahahaha, kamu benar. Perempuan tangguh memang seperti itu, kebanyakan sekarang perempuan tangguh laki-laki tampak pengecut," ujar Pria paruh baya itu sengaja dengan melirik Vernon.
Vernon berdecih, "dasar pilih kasih!"
Srekk ... Srekk ...
Tiba-tiba mereka mundur ke belakang ketika mendengar suara grasak-grusuk dari semak-semak. Yorsa bahkan tanpa sadar memeluk lengan Vernon.
Pria paruh baya itu mendekat untuk mencari tau, ketika dia melangkah lebih dekat, dia melihat dua orang wanita yang sama terkejutnya dengan mereka, terjatuh di atas tanah.
"Nona Ellina!"