***
Katakanlah Ellina tidak mau berada di sini. Setelah ancaman Eyden tadi malam, membuat hati Ellina menjadi semakin gelisah. Dunia modern di kotanya tidak mungkin dia tinggalkan begitu saja.
Sekarang dia harus mencari cara lebih efektif, dia tidak mau terus-menerus berada di sini bukan? Ellina memikirkannya sampai tidak tidur malam.
Beruntung dia dan Eyden tidak tinggal satu kamar. Kalau sampai hal itu terjadi, maka selamat tinggal Ellina. Karena pengawasan Eyden semakin ketat jika tau Ellina berusaha melarikan diri.
"Ratu, anda tidak sarapan? Raja menyuruh saya datang menjemput anda."
Ellina mendongak, mata pandanya terlihat karena tadi malam tidak bisa tidur nyenyak. Melihat hal itu Eyve menutup mulutnya tidak percaya.
"Apa yang terjadi semalam, Ratu?!" Tanya Eyve panik.
"Kenapa kamu bertanya padaku?"
"Tanyakan pada suara berisik musang, lain kali kalian harus memastikan tidak ada yang mengganggu tidur nyenyakku," balas Ellina yang memang sengaja mengambil alibi lain.
Eyve menganggukkan kepalanya dengan serius. Tentu saja, dia harus menyampaikan ini kepada Rajanya.
Kemudian Ellina bangkit dengan serius. Tidak memperdulikan bagaimana dia sekarang, mau jelek mau bau, Ellina tidak peduli.
Dia keluar dari kamar dan mendekati perkumpulan orang yang meletakkan nasi diatas daun pisang bentuknya memanjang.
"Ratu sudah datang, kalian bisa mulai menyantap makanannya," ucap Eyden memberi aba-aba setelah kedatangan Ellina.
Ellina menggeleng pelan, kalau tadi misalnya Ellina tidak datang. Mereka mungkin tidak akan menyantap makanan mereka.
"Kenapa harus menungguku?" Gumam Ellina menggerutu.
Rupanya gumaman Ellina itu terdengar di telinga Eyden. Pria itu menarik kedua sudut bibirnya melengkung secara tipis.
"Tentu haru, karena sekarang pemimpin mereka berubah menjadi kamu dan aku, wahai Ratuku."
Ellina bergidik ngeri mendengar ucapan Eyden. Rasa ingin pergi dari sini lebih besar dari sebelumnya. Lalu Ellina merasa ada seseorang yang sedang berusaha mengamati dirinya.
Ketika Ellina balik membalas, dia bisa melihat dengan jelas kalau wanita yang pernah mengancamnya itu, terus mengawasi gerak-geriknya.
"Dia siapa sih?" Gumam Ellina.
"Siapa yang Ratu maksud?" Lagi-lagi Eyden mendengarkan. Kali ini bertanya dengan sangat lembut.
"Wanita itu, dia mengawasiku terus daritadi."
Eyden terkekeh, "ah iya, dia adalah Kelen. Dia adikku, pantas saja dia mengawasimu. Karena kamu pernah mengatakan padanya akan keluar dari sini."
"Sial!" Batin Ellina bergejolak bukan main.
Ternyata orang yang mengadukannya pada Eyden adalah dia. Pantas saja sih, dia melihat kekaguman di mata wanita itu. Bukan suka, memang pada dasarnya di sini tidak ada kawan yang ada hanya lawan.
"Bagaimana kalai Ratu dan Raja memberi persembahan berupa tarian menyambut matahari."
Salah satu dari tetua mereka memberi saran. Oh ayolah! Siapa mereka yang berani menyuruh Ellina dan Eyden.
Tampaknya Eyden malah setuju dan menarik Ellina keluar dari lingkaran. Makanan yang tadi habis sudah di singkirkan. Yang ada hanyalah lahan kosong.
Membentuk seperti panggung dengan orang-orang yang melingkar, menyaksikan pertunjukan apa yang akan mereka buat.
Suara tabuh dipukul kencang, membuat nada suara aneh yang baru pertama kali Ellina dengar. Eyden mulai menari, hal itu membuat Ellina merasa agak malu namun Eyden tidak membiarkan dia malu sendiri.
"Apa yang kamu lakukan?" Kesal Ellina.
Eyden hanya tersenyum, "ikut menari bersamaku."
Pada akhirnya Ellina memaksa tariannya. Walau ketika musik ditambah dengan suara seruling, Ellina malah mengikutinya dengan senang.
Menggerakkan kakinya, tangannya, lalu berduet dengan Eyden. Ellina tanpa sadar mengajak mereka semua untuk ikut menari bersama.
Diam-diam Eyden menyembunyikan senyum untuk Ellina, karena dia bahagia melihat Ellina bahagia.
***
"Kamu lihat itu?"
Mereka datang lagi ke tempat Ellina terakhir kali terlihat dari kamera pengawas CCTV. Mereka tidak mau menyerah begitu saja. Selain nyawa mereka dalam bahaya karena bisa menentang Papa kandung Ellina yang memiliki kekuasaan setengah kota ini.
Mereka juga tidak mau sahabat mereka hilang tanpa jejak. Vernon bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana dia menjadi pengangguran karena Ellina tidak ada.
"Ada bekas ban mobil, menurutmu kenapa ada bekas ban mobil?"
Yorsa melihat ada jejak dari ban mobil yang berada tepat di tebing jurang dekat mereka tentu saja. Entah kenapa itu menimbulkan prasangka kalau jejak ban mobil itu milik mobil Ellina.
"Mobil Nona Ellina?" Tebak Vernon.
"Kemungkinan besar, apa kita perlu mengatakan hal ini kepada pihak kepolisian?" Tanya Yorsa.
"Atau kamu mau mencoba turun untuk memastikan."
Vernon segera menggeleng, setidaknya dia tidak mau kehilangan nyawa secepat ini walaupun dia hampir kehilangan pekerjaan.
Mereka bisa pastikan kalau jejak ban mobil itu adalah milik Ellina. Yorsa segera menghubungi pihak kepolisian.
Sementara itu Ellina pergi lagi ke taman tadi. Sungguh dia ingin mandi di air terjun yang airnya sejernih air mata ini.
Hanya saja dia tidak yakin, apa tidak ada yang melihatnya atau sebenarnya ada seseorang yang sedang mengawasi gerak-geriknya.
Ketika Ellina hendak turun, langkahnya terhenti begitu melihat Eyden yang baru keluar dari air terjun. Mata Ellina seketika membulat terkejut.
"Apa yang sedang kamu lakukan di sini?"
Eyden tersenyum, "tentu saja menikmati segarnya air. Yang bisa mandi di sini hanya anggota keluarga Raja."
"Oh," balas Ellina singkat.
Namun saat dia hendak pergi menjauh, Eyden menariknya untuk masuk ke dalam air terjun. Hal itu membuat Ellina membulatkan matanya dan begitu menikmati sensasi dingin dari air terjun.
"Eyden!" Kesal Ellina.
"Bagaimana Ratuku, kamu menyukai air di sini?"
"Kamu membuatku terkejut!"
Namun sejenak setelah Ellina sadar rasanya mandi di air terjun, memang seenak ini. Ellina tidak bohong, karena rasanya sejuk bukan dingin yang menusuk tulang.
Ellina masih tidak sadar kalau sekarang tangannya memegang bahu Eyden. Dia tersenyum menikmati rasa sejuknya air.
"Bagaimana, kamu menyukainya kan?"
"Iya."
Mereka berhadapan satu sama lain. Rambut mereka berdua basah karena mengenai air terjun. Ketika mereka saling tatapan-tatapan dengan penuh gairah.
Ellina mencuri start, bibir mungilnya mendekati bibir Eyden, kemudian menggigit kecil, menimbulkan suara decakan. Tentu saja Eyden melakukan hal yang sama, bibir mereka saling mengait satu sama lain.
Ellina tersadar ketika nafasnya mulai habis. Saat itu juga tangan Eyden sudah berani menggerayangi tubuhnya. Ellina segera menyudahi dan menjauh dari Eyden.
Pipi Ellina merona. Bagaimana bisa dia hilang kendali dan melakukannya dengan Eyden? Ellina pikir sepertinya dia sudah gila sekarang.
"Ra-ratu," panggil Eyden.
Karena masih malu Ellina tidak menoleh begitu saja. Dia segera menjauh dan keluar dari air terjun, tidak peduli tubuhnya yang sekarang basah.
"Jangan keluar!" Tukas Eyden yang membuat langkahnya terhenti.
"Jangan biarkan mereka melihat tubuh indahmu, hanya aku yang boleh. Diam di sana, aku akan---"
"Eyve!" Panggil Ellina yang kebetulan melihat Eyve seakan tengah mencari dirinya.
"Astaga, Ratu darimana saja?! Saya mencari Ratu kemana-mana," ujar Eyve khawatir.
"Ambilkan selimut untukku."
Eyve mengangguk, kemudian tidak sengaja melihat keberadaan Raja mereka di sana. Eyve tersenyum santun dan membungkuk hormat pada Raja mereka sebelum pergi mengambil selimut.
Sepertinya akan ada berita besar dari Eyve.