Chereads / Another Sean / Chapter 2 - The Wedding

Chapter 2 - The Wedding

Selama tujuh hari tujuh malam penuh Amanda dan Sean tidak bertemu dan beruhubungan. Sama-sama tidak tahu bagaimana kabar maisng-masing. Sedang apa dan di mana Sean dan Amanda sama-sama tidak tahu.

Selama itu pula Amanda bergulat dengan rindu yang kian hari kian menyiksa. Makin lama makin menggunung dalam sanubari. Ternyata begini maksud Sean, karena perasaan rindu ini mereka akan merasakan kebahagiaan yang lebih banyak dari pasangan lainnya.

Malam ini Amanda ingin cepat-cepat tidur saja karena besok pagi ia akhirnya akan bertemu Sean. Ia ingin waktu cepat-cepat berlalu dan dia bisa menumpahkan rasa rindunya yang sudah tak sanggup ia bending.

Amanda merebahkan diri di ranjang sambil menatap bintang-bintang di jendela. Langit mala mini cerah sekali seakan ikut berbahagia bersiap menyambut hari esok. Amanda menunjuk bintang itu satu per satu dan merangkainya menjadi nama Sean. Tetapi berkali-kali ia tidak bisa merangkainya karena bintang di bagian huruf akhir tidak saling terpaut.

Perlahan rasa kantuk pun memberatkan mata Amanda hingga gadis cantik itu akhirnya membiarkan bintang-bintang itu semaunya saja tidak ingin membentuk nama Sean seperti keinginannya. Ia akhirnya memejamkan mata dan terlelap ke alam mimpi.

***

Amanda sudah duduk di depan cermin dan sudah rapi dengan riasan dan gaun putihnya. Ia sangat gugup karena hari ini ia akan terikat sebuah janji suci sehidup semati bersama lelaki pilihannya yang sangat ia cintai. Di sisi lain ia juga sudah tidak sabar ingin bertemu Sean setelah tujuh hari penuh mereka tidak bertemu.

Tiba-tiba pintu diketuk dan Edwin muncul di balik pintu itu. "Ayah?" gumam Amanda.

Edwin melangkah masuk dengan pandangan haru, "putriku cantik sekali," pujinya dengan mata berkaca-kaca.

Amanda mengembangkan senyum di wajahnya, "aku tahu ayah pasti akan menangis," katanya.

Edwin menghela napas panjang, "ayah bahagia sekaligus sedih, hari ini ayah akan melepas putri satu-satunya yang ayah miliki, membiarkan orang lain mengambil alih tanggung jawab ayah untuk menjagamu," ujarnya.

"Ayah berkata begitu rasanya seperti aku akan meninggalkan ayah saja," gerutu Amanda.

"Semoga kau bahagia bersama pria pilihan hatimu, Nak, ayah hanya bisa mendoakan supaya keluargamu harmonis dan bahagia," kata Edwin kemudian sambil memegangi kedua bahu Amanda.

"Terima kasih, ayah," ucap Amanda sambil tersenyum.

Edwin melirik jam di tangannya kemudian mengulurkan lengan, "mari, ayah akan mengantarmu ke altar menemui pria yang akan jadi suamimu," katanya.

Amanda merangkul lengan Edwin dan melangkah menuju ke altar. Tetapi ia malah kebingungan saat sampai di karpet merah. Benarkah pria yang berdiri membelakanginya di altar adalah Sean? Tetapi kenapa tampak berbeda.

Tubuhnya tampak lebih kurus dari terakhir kali mereka bertemu. Apa mungkin Sean tidak menjaga pola makan dengan baik selama mereka tidak bertemu?

Setelah pria itu berbalik baru Amanda sedikit lega karena wajah yang ia lihat adalah wajah Sean yang selama ini ingin ia lihat. Tetapi tetap saja ia merasakan sesuatu di hatinya. Kenapa Sean yang ia lihat sekarang terasa berbeda dengan Sean yang ia lihat tujuh hari yang lalu?

"Amanda?" tiba-tiba lamunan Amanda terpecah karena panggilan Sean.

Amanda pun mengerjap dan baru sadar ia telah sampai di altar dan Sean sudah mengulurkan tangannya sejak tadi. Amanda cepat-cepat meraih tangan Sean dan naik ke altar untuk mengucapkan sumpah pernikahannya.

Tetapi saat Amanda berhadapan dengan Sean ia merasakan aura yang tak biasa. Entah sejak kapan ada atmosfer yang mencekam pada diri Sean. Melihat matanya saja seperti ia telah tertarik ke lubang tak berdasar yang sangat gelap. Ia sampai terbata-bata mengucapkan sumpah pernikahannya.

Saat saling bertukar cincin Amanda merasakan jantungnya berdetak sangat kencang dan darahnya mengalir sangat deras seperti ia sedang berhadapan dengan sosok drakula di dunia nyata. Kenapa seperti ini, bukankah seharusnya yang ia rasakan adalah kebahagiaan yang bagaikan ia dilemparkan ke hamparan bunga kemudian ia dilambungkan ke awan?

"Dengan ini kunyatakan kalian sah dan resmi menjadi sepasang suami dan istri," putus pastur yang mengesahkan pernikahan Amanda dan Sean.

Entah kenapa saat pastur mengesahkan pernikahan ini hati Amanda malah jadi tidak tenang. Seperti akan ada badai yang yang bersiap memporak porandakan hidupnya. Kenapa malah jadi begini, harusnya dia merasa lega kan? Dia sudah bertemu Sean dan juga telah resmi menjadi istri Sean.

Selama pesta berlangsung entah kenapa Amanda tak menikmati suasana yang ada. Entah kenapa ia merasa selalu berdebar terlebih saat ia harus saling bergandengan dengan Sean seraya menyalami para tamu undangan. Entah kenapa ia ingin melepaskan lengan mereka yang tertaut.

"Kau tampak tidak nyaman?" tanya Sean.

Amanda terperangah "ah, tidak, aku biasa saja," jawabnya.

"Apa kau lelah, duduklah saja, biarkan aku yang menyalami para tamu," ujar Sean.

Sebenarnya hati Amanda bersyukur mendengar Sean menyarankannya untuk duduk. Itu artinya ia bisa lepas sejenak darinya. Tetapi entah bagaimana mulutnya malah menolak dan bersikukuh ingin tetap bergandengan dengan Sean. "Tidak papa, aku belum terlalu lelah," jawabnya.

"Kau yakin?" tanya Sean lagi.

Amanda melihat tatapan itu lagi. Mata yang begitu tajam memandangnya seakan menusuk langsung ke sanubari. Tiba-tiba saja Amanda merasa takut hingga ia memalingkan muka. "Ya, aku yakin," jawabnya lirih.

"Baiklah kalau begitu," pungkas Sean.

Mereka kembali menyalami para tamu undangan yang seperti tak ada habisnya. Maklum saja, kolega Sean cukup banyak. Di tambah lagi rekan-rekan bisnis keluarga Edwin dan Oktavius yang sudah ada di berbagai Negara.

Sebagai anak tunggal di keluarganya ia sudah berhasil mendirikan perusahaannya sendiri walau ia bisa saja langsung mengambil alih perusahaan keluarganya dan menjadi penerus selanjutnya. Tetapi karena latar belakang dirinya yang tidak punya aliran darah dengan ayahnya, Sean merasa akan lebih baik jika ia bisa membuktikan bahwa ia bisa berdiri sendiri karena selama ini ia makan dan hidup sudah menggunakan jasa dan kasih sayang keluarga Oktavius yang sudah berbaik hati mengadopsinya dari panti asuhan.

Tak hanya perusahaan. Sean bahkan sudah menyiapkan sebuah rumah untuk ia tinggali bersama Amanda nantinya. Amanda dan Sean sendirilah yang menentukan desain rumah itu sejak Sean lulus dari perguruan tinggi. Saat itu Amanda masih menempuh semester pertengahan sehingga Sean lebih dulu merampungkan studynya.

Rumah itu kini sudah 100 persen selesai dan siap di huni oleh Amanda dan Sean. Letaknya berada tak jauh dari perbatasan kota karena lokasinya yang berada di dataran tinggi dengan suasana sejuk dan banyak pepohonan. Sean dan Amanda juga yang memilih lokasi rumah itu.

Malam semakin larut dan pesta pernikahan itu akhirnya selesai. Karena tempat pernikahan mereka tak jauh dari rumah Amanda jadi mereka pulang ke sana terlebih dahulu untuk kemudian mereka pindah ke rumah mereka sendiri.

Amanda langsung melepas sepatu lancip yang sedari tadi menyiksa kakinya sampai lecet dan merah-merah di beberapa bagian. Ia menghela napas panjang-panjang sambil menjatuhkan diri ke ranjangnya yang nyaman melepas penat yang menggantung di semua otot dan sendinya.

Ia memejamkan mata sejenak dan hampir saja terlelap dalam tidur. Tetapi kemudian ia membuka mata lebar-lebar saat ia teringat ia belum melepas baju pengantin dan menghapus riasannya.

Dengan malas Amanda bangun dari kasurnya yang empuk kemudian duduk di depan meja rias. Ia menghapus perlahan riasan di wajahnya yang sudah tidak enak lagi di pandang. Tiba-tiba dari cermin ia melihat Sean masuk ke kamar membuatnya sangat terkejut.

Kali ini ia benar-benar ketakutan karena bila dilihat dari cermin Sean sudah seperti pembunuh berdarah dingin yang menyembunyikan pisau di balik setelan jasnya dan kemudian bersiap menikam Amanda saat ia tak terjaga.

"Ada apa, kau tampak terkejut?" tanya Sean yang melihat bayangan wajah Amanda yang ketakutan.

Amanda terkesiap. Rupanya Sean menyadari ekspresi wajahnya "ah, tidak papa," jawabnya terbata-bata.

"Tidak papa kan aku tidur di kamarmu, aku suamimu sekarang?" tanya Sean.

Amanda mencoba tersenyum, "tentu saja," jawabnya.

"Tenang saja, kita tidak akan melakukannya malam ini, aku sangat lelah, kau juga pasti sangat lelah, kita istirahat saja," ujar Sean.

"Terima kasih, kau sangat pengertian," jawab Amanda.

Sean kemudian berjalan ke kamar mandi dan mata Amanda mengikutinya. Beberapa menit kemudian Sean keluar dan sudah mengganti pakaiannya. Ia pun berjalan menuju ke ranjang yang berada di samping meja rias tempat Amanda duduk.

"Kau masih lama, ya, aku akan menunggumu," tanya Sean.

"Kalau kau lelah kau tidur saja dulu, aku tidak papa," jawab Amanda.

"Tak apa, aku akan tetap menunggumu," putus Sean dengan pandangan penuh arti.