Christoper kembali ke rumah hendak menemui Amanda yang memang sedang menunggunya. Ia serius dengan kata-katanya yang tidak sabar untuk melalui malam ini bersama Amanda. Sungguh menyenangkan bisa dengan mudah mengambil posisi Sean di tambah lagi ia mendapat bonus istri yang cantik dan juga bodoh.
Tak berapa lama ia akhirnya sampai di rumah. Ketika pintu dibuka Amanda dengan senyum canitknya menyambut Christoper. "Akhirnya kau pulang juga," katanya.
Christoper menyunggingkan senyum kemudian masuk ke dalam rumah. Ia melirik jam di tangannya yang ternyata sudah menunjukkan waktu sore. Amanda kemudian menuju ke dapur membuatkan Christoper minuman. Christoper pun duduk di ruang tengah memandangi Amanda yang yang bisa ia lihat dari tempat duduknya.
Tak berapa lama minuman buatan Amanda akhirnya tersaji di meja. Christoper menyeruput kopi buatan Amanda. Tetapi tiba-tiba ia menyemburkan kopi hitam itu hingga membasahi kaki Amanda. "Pahit sekali, apa kau tidak menambahkan gula?" bentaknya.
Amanda sangat terkejut sekaligus heran, "tapi, bukankah biasanya kau suka kopi tanpa gula?"
"Kau pikir siapa yang mau meminum kopi sepahit ini?" umpat Christoper dengan mata mendelik.
Amanda yang ketakutan sekaligus bingung dengan sikap Sean yang lain dari biasanya hanya bisa meneteskan air mata, "kalau begitu aku akan membuatkannya lagi," katanya terisak.
Christoper yang melihat Amanda menangis jadi tidak tega. Ia menarik tangan Amanda saat perempuan itu hendak beranjak dari tempatnya. "Maafkan aku," katanya melembut, "aku sedang sangat kesal, kau malah kujadikan pelampiasan, maafkan aku," lanjutnya sambil meletakkan jemari Amanda di dadanya.
Christoper menarik Amanda ke dalam pelukannya dan perempuan itu hanya pasrah menenggelamkan diri dalam dekapan pria yang ia kira adalah Sean yang selama ini ia kenal. Padahal dibalik itu Christoper tengah tersenyum jahat. Malam ini ia akan benar-benar mendapatkan apa yang seharusnya ia dapatkan. Ia akan mendapatkan apa yang selama ini Sean nikmati tanpanya.
"Kau tidak ingin berlama-lama di kamar mandi?" tanya Christoper.
Amanda mendongak "untuk apa?" tanyanya.
"Tentu saja mempersiapkan dirimu untuk malam ini," jawab Cheristoper lirih.
Amanda tersenyum sipu, "baiklah, aku akan ke kamar mandi sekarang," katanya.
"Aku akan menunggumu," jawab Christoper.
***
Amanda cepat-cepat masuk ke kamar mandi di lantai bawah. Ia menutup pintu rapat-rapat dan memegangi dadanya yang seperti sudah tidak sanggup menahan debaran jantungnya. Ia lalu mengisi bathup dengan air dan sabun.
Amanda berendam dalam air sabun beraroma bunga itu sambil bersenandung. Suaranya yang merdu terdengar hingga ke telinga Christoper yang tentunya langsung membuatnya bak melayang. Sudah lama ia menantikan hal ini dan akhirnya penantian yang selama ini terasa sangat melelahkan akan segera terbayar.
Amanda sudah selesai dengan mandinya. Ia menuju ruang ganti dan memakai gaun sutra panjang dengan belahan di salah satu sisinya sehingga kakinya yang jenjang bisa terlihat. Semua barang-barangnya masih berada di lantai bawah sehingga ia mempersiapkan dirinya juga di kamar lantai bawah. Tetapi Sean tak ada di sana. Ia langsung berpikir mungkin pria itu berada di lantai atas.
Hari sudah semakin gelap terlebih di luar mendung sehingga suasana menjadi lebih temaram. Amanda pun menyalakan lampu kamar dan berdandan seadanya saja. Ia pun keluar dari kamar itu.
Saat membuka pintu tiba-tiba ia melihat lilin-lilin sudah berbaris rapi di lantai padahal tadi saat ia masuk kamar lilin-lilin itu belum ada. Semua lampu tidak dinyalakan dan hanya cahaya lilin itu yang menerengi seluruh ruangan. Amanda pun melangkah mengikuti arah lilin-lilin itu seraya tersenyum. Pikirnya, Sean meski menunjukkan perubahan yang mengejutkan tetapi ia tetap saja romantis.
Benar saja lilin-lilin itu menuju ke lantai dua dan berhenti di depan pintu sebuah kamar. Amanda pun membuka pintu kamar itu dengan jantung berdebar, penasaran dengan kejutan apa lagi yang akan ia lihat.
Matanya terbelalak ketika melihat lilin-lilin tadi membentuk simbol hati di tengah-tengah lantai dengan Sean berada di tengahnya tampak menunggu. Di atas ranjang dengan sprei putih bersih sudah ditaburi helai-helai bunga mawar merah.
Amanda membekap mulutnya, "kau yang menyiapkan semuanya?"
Christoper tersenyum penuh arti kemudian mengulurkan tangannya, "kemarilah," katanya.
Amanda pun melangkahkan kaki dan menjatuhkan diri dalam pelukan Christoper yang ia kira Sean. Tiba-tiba terdengar suara alunan musik yang lembut entah dari mana datangnya. Mereka lalu berdansa mengikuti alunan musik. Saling berpelukan dan terpaut satu sama lain.
Hujan turun dengan derasnya hingga aliran listrik benar-benar padam. Beruntung masih ada cahaya lilin yang masih bisa menyala menyinari malam yang sudah tiba. Christoper menidurkan Amanda di ranjang bertabur bunga mawar yang sudah susah payah ia siapkan sejak tadi. Perempuan itu tampak terbuai dengan suasana dan hanya pasrah saja dengan apa yang Christoper lakukan.
Lilin-lilin berbentuk hati itu menjadi saksi diserahkannya mahkota Sang Tuan Putri pada seorang iblis berkedok suami yang sangat dicintai. Malam yang semakin larut dan udara yang dingin membuat dekapan keduanya semakin erat. Hingga tiba-tiba-tiba cahaya lilin terakhir sudah habis.
"Aku mencintaimu, Sean…" bisik Amanda dengan suara lembutnya.
Mendengar nama itu mata Christoper menyala di tengah gelapnya malam. Ia sudah berhasil mendapatkan tubuh gadis yang selama ini hanya ada dalam angannya saja tetapi sayang sekali tak pernah ada dirinya dalam hati gadis itu.
Christoper naik darah dan untuk melampiaskan kemarahannya ia mempercepat tempo permainannya hingga Amanda sesekali menjerit-jerit bahkan kesakitan. Ia tidak peduli walau kuku-kuku Amanda sudah mencakar punggungnya dan meninggalkan rasa perih di sana. Hal itu justru semakin membuatnya geram.
Hingga akhirnya Christoper sudah tidak berminat untuk melanjutkan malam yang mulanya indah ini. Ia mengakiri permainan dengan arogan tanpa memberi kesempatan Amanda mendapatkan puncaknya.
Perempuan itu terdengar terengah-engah seperti sangat kelelahan. Sementara Christoper kini duduk di tepi ranjang masih dengan matanya yang berkobar hebat seakan siap membakar apa saja yang ada di depannya.
Ia kemudian menoleh ke arah Amanda yang sudah tidak terdengar suara napas terengahnya. Perempuan itu rupanya sudah tertidur pulas. Tak berapa lama listrik menyala dan seluruh ruangan terang benderang.
Christoper memandangi Amanda yang hanya berbalut selimut hingga ke dada. Perempuan itu tertidur dengan posisi menyamping dan tampak sangat nyaman. Hatinya sangat sakit saat mendengar Amanda menyebut nama Sean. Ia bertekad mulai hari ini Sean tidak akan pernah ada lagi baik dalam hatinya atau dalam hidupnya.
***
Amanda membuka matanya perlahan. Ia menggeliat dibalik selimutnya dan merasakan kulitnya langsung bersentuhan dengan selimut itu. Ia teringat semalam adalah malam pertamanya sebagai pengantin bersama Sean.
Saat Amanda akan beranjak ia merasakan nyeri di bawah sana. Amanda lalu menyingkap selimutnya dan melihat bercak-bercak darah menempel di seprei menyatakan bahwa kini Amanda telah menyerahkan mahkotanya sebagai hadiah malam pengantin.
Tetapi entah mengapa semalam setelah Amanda membisikkan cintanya Sean berubah. Dia menjadi kasar dan bahkan arogan. Seakan-akan malam itu hanya miliknya sendiri.
Amanda lalu menoleh ke sisi ranjang milik Sean dan menemukan sisi itu dalam keadaan kosong. Ia lalu memakai pakaiannya dan keluar dari kamar. Saat menuruni tangga rongga hidungnya mencium aroma kopi yang menguar.
Amanda melihat Sean yang sedang menyeduh kopi panas kemudian melangkah menuju teras belakang sambil memandangi layar ponselnya. Ia pun menghampiri pria itu.
"Selamat pagi," sapa Amanda.
Suaminya menoleh kemudian tersenyum, "selamat pagi," jawabnya.
"Maaf, ya, aku bangun lebih lambat darimu, kau jadi harus membuat kopi sendiri," ujarnya sambil berdiri bersandar pada kusen pintu.
"Tidak papa, ada pelayan yang bisa membuatkan kopi," jawab Cheristoper santai.
Dari tempatnya berdiri Amanda melihat sebuah artikel panjang yang sedari tadi dibaca suaminya, tetapi ada yang aneh. "Apa yang kau baca?" tanyanya.
"Berita pagi ini," jawab Christoper.
Amanda mengerutkan dahi, "sejak kapan kau bisa membaca tanpa kacamata?" tanyanya.
Deg!!!
Christoper mendelik. Ia tidak tahu bahwa Sean pengguna kacamata.