Meski bertanya-tanya dia akan dibawa ke mana, Christoper menurut saja pada Adam tanpa curiga. Adam berjalan cukup jauh dari rumah dan Christoper tetap mengekor di belakangnya dengan wajah lugu.
Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah tempat yang Christoper sendiri tidak tahu itu di mana. Ia belum pernah melihatnya. Tempat itu seperti sebuah bangunan terbengkalai yang cukup lama ditinggalkan entah apa sebabnya.
Tak jauh dari mereka berdiri seorang pria dnegan usia kira-kira tak jauh di atas Adam. Pria itu menatap ke depan dengan wajah garang tetapi Christoper tidak takut melihatnya.
Adam dan pria itu kini saling berhadapan dan Christoper tetap berada di belakang punggung Adam. Mereka tampak saling mendiskusikan sesuatu yang Christoper tidak mengerti.
"Kau yakin akan menjualnya?" tanya pria garang itu sambil sesekali melirik Christoper.
"Mau bagaimana lagi, aku sudah bosan mengurusnya, tapi kupikir dia akan menguntungkan untukmu," jawab Adam.
Pria garang itu melirik Christoper lagi dan kini mata mereka saling bertemu dan terpaut satu sama lain. Melihat Christoper yang sama sekali tidak takut menatapnya, pria itu kemudian menggaruk dagunya dan menatap Adam. "Memang apa untungnya dia bagiku, yang kubutuhkan adalah pria yang kuat bukan anak seperti ini?" tanyanya.
"Jika dia tidak bisa berkelahi setidaknya dia bisa jadi pesuruhmu, selagi dia besar kau bisa ajarkan banyak hal padanya, aku yakin dia punya potensi," bujuk Adam.
Si pria garang tampak berpikir sejenak tetapi kemudian ia menganggukkan kepala dan mengeluarkan segepok uang.
Adam tersenyum-senyum melihat segepok uang yang kemudian diberikan padanya. "Terima kasih, senang bekerja sama denganmu," ucapnya kemudian melangkah pergi meninggalkan Christoper.
Melihat Adam yang pergi begitu saja melewatinya Christoper pun meraih tangan Adam dan mencegahnya pergi, "ayah, mau ke mana, aku ikut," rengeknya.
Dengan kasar Adam menghempaskan pegangan Christoper, "apa kau tidak mengerti, aku sudah menjualmu, kau harus ikut bersamanya!" tegas Adam.
"Tapi aku mau ikut bersama ayah," Christoper semakin merengek.
Adam kesal dan menjauh dari Christoper, "dengar, kau bukan anakku, kau tidak bisa bersamaku, paman ini namanya Wildan, kau bisa panggil dia paman Wil, dia yang akan mengurusmu sekarang!" tegas Adam lagi kemudian kembali melangkah pergi.
"Sudah, jangan menangis, nanti aku akan belikan kau mainan," sahut Wildan sambil meraih tubuh Christoper.
Tetapi Christoper melawan dan tetap menyusul Adam. Adam yang melihat hal itu pun menghentikan Christoper dan membantu Wildan membawa Christoper masuk ke dalam mobilnya.
"Ayah, aku mau ikut denganmu," rengek Christoper.
"Jangan ikuti aku, aku bukan ayahmu!" bentak Adam.
Christoper sebisa mungkin meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari Wildan dan rekan-rekannya. Tetapi apalah daya dia hanya seorang anak kecil yang tentu saja kalah dengan empat pria dewasa sekaligus.
Sampai pintu mobil ditutup ia tetap meronta minta dilepaskan seraya memanggil-manggil Adam yang kini sedang mengipas-ngipaskan uangnya. "Ayah!" teriaknya.
Christoper akhirnya pasrah ketika mobil sudah berjalan jauh meninggalkan Adam yang tak menghiraukannya sama sekali.
Di dalam perjalanan Christoper beberapa kali melirik orang-orang di dalam mobil. Selain Wildan ada dua orang lagi yang berada di dalam sana. Yang satu menyetir dan yang lain duduk di samping Christoper di kursi belakang.
Otak cilik Christoper berencana untuk melarikan diri dari sana. Begitu ketiganya tampak lengah Christoper cepat-cepat bangkit dari tempat duduknya dan menggigit telinga si sopir hingga orang itu berteriak kesakitan.
Melihat hal itu Wildan pun berusaha meraih tubuh Christoper dibantu oleh rekannya di kursi belakang. Laju mobil menjadi tidak stabil dan Christoper tetap tidak melepaskan gigitannya.
"Lepaskan, kita semua bisa mati, bodoh!" umpat Wildan.
Christoper tetap berpegangan pada si sopir. Tetapi ia tidak menyadari bahwa yang ia jadikan sebagai pegangan adalah kepala dan juga leher si sopir.
Si sopir sudah tidak bisa melihat jalan dengan jelas hingga tiba-tiba mobil itu menabrak mobil lain dan terpental menabrak trotoar dan mobil-mobil lainnya.
Mobil-mobil lain berhenti sementara mobil yang ditumpangi Christoper malah terguling ke pinggir jalan dan berhenti dengan posisi terbalik. Si sopir dan rekan Wildan yang berada di kursi belakang tewas di tempat sementara Christoper kini tidak tahu apakah ia masih hidup atau sudah mati.
Saat sedang sibuk mengumpulkan kesadarannya tiba-tiba sebuah tangan kekar menarik Christoper keluar dari mobil itu. Ternyata tangan itu milik Wildan yang selamat dan berhasil keluar dari mobil yang sudah tidak karuan bentuknya.
Ia meletakkan Christoper ke atas bahunya tak peduli apakah anak itu masih hidup atau sudah mati. Ia harus menghindari orang-orang yang mulai berkerumun dan juga polisi yang sebentar lagi pasti akan tiba. Ia tidak mau dikira telah melakukan penculikan pada Christoper dan cepet-cepat pergi meninggalkan mobil itu.
Setelah cukup jauh Christoper akhirnya sadar juga. Tetapi ia bukan langsung meronta minta dilepaskan dan malah terfokus pada langkah kaki Wildan yang terseok.
"Paman, kau menyelamatkanku?" tanya Christoper.
Wildan melirik pada Christoper, "kau masih hidup rupanya, hampir saja aku melemparmu ke jalanan dan membiarkanmu membusuk di sana," ketus Wildan.
Christoper diam sejenak dan memerhatikan kaki Wildan lagi. Meski pelan, ia bisa mendengar Wildan yang meringis kesakitan. "Kakimu, apa karena kecelakaan tadi?" tanyanya.
"Ya, dasar anak bodoh, kau sudah membunuh kedua rekanku dan kau hampir saja membuatku ikut terbunuh," jawab Wildan kasar. Ia diam sejenak lalu bertanya, "apa kau bisa berjalan?" tanyanya.
"Sepertinya bisa, aku masih bisa merasakan kakiku," jawab Christoper.
Wildan lalu berhenti di sebuah pohon yang cukup rindang dan meletakkan Christoper ke tanah. Dilihatnya Christoper hanya mengalami luka ringan dan memar di beberapa bagian tubuhnya. Ia lalu duduk bersandar pada pohon sambil meringis merasakan sakit di kakinya.
Wildan mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya dan mengubungi seseorang, "jemput aku sekarang, akan aku kirim lokasinya, cepatlah, sepertinya kakiku patah!" suruhnya kemudian mematikan telepon.
"Paman, kakimu patah, kenapa kau masih bisa berjalan sambil membawaku?" tanya Christoper.
"Itu hal biasa, diamlah!" ketus Wildan.
Christoper pun diam sambil menatap Wildan yang tampak sangat kesakitan. "Kau akan membawaku ke mana?" tanyanya.
"Menemui bosku, dia yang akan mengatur semuanya, jika kau beruntung kau bisa mendapatkan pekerjaan dan mendapatkan banyak uang, tetapi jika tidak kau mungkin hanya akan menjadi daging gelonggongan," papar Wildan kemudian menatap Christoper lekat-lekat, "tetapi tampaknya kau tidak akan menjadi pilihan yang kedua," lanjutnya.
"Kenapa?" tanya Christoper.
"Kau hanya seorang anak kecil tetapi menjadi penyebab kecelakaan yang cukup parah dan membuat kedua rekanku terbunuh," jawab Wildan.
Christoper tertunduk, "maafkan aku," ucapnya lirih.
"Kenapa kau tidak lari, bukankah kau baik-baik saja?" tanya Wildan.
"Aku tidak tahu harus ke mana dan lagi tampaknya kau tidak sejahat penampilanmu," jawab Christoper.
Mendengar jawaban itu Wildan pun terkekeh geli, "kau katakan aku tidak jahat padahal kau baru saja bertemu denganku?"
"Ya, aku merasa begitu, lagi pula aku juga kasihan padamu, mana mungkin aku meninggalkan orang yang terluka karena ulahku?" kata Christoper.
Mendengar jawaban yang itu Wildan pun terdiam tak bisa berkata apa-apa.
Tak berapa lama sebuah mobil sedan berhenti di depan mereka lalu dua orang di dalamnya membantu Wildan masuk ke dalam di susul Christoper. Pada mulanya mereka dibawa ke rumah sakit untuk mendapat penanganan medis. Setelah itu Christoper dibawa pergi sementara Wildan tetap tinggal karena ia masih harus dirawat.
Perjalanan cukup lama dan selama itu Christoper hanya melihat lebatnya pepohonan yang sejak tadi ia lewati. Hingga akhirnya ia sampai di sebuah rumah dengan bangunan yang bagus bahkan terbilang mewah.
Ia dibawa masuk menemui seorang pria berusia sekitar 30-40 tahunan yang sedang duduk di depan perapian sambil membaca buku tebal berbahasa asing. Saat Christoper sudah berdiri di hadapannya, pria itu melirik pada Christoper lalu berdiri dan mendekat.
"Jadi kau Christoper, anak yang menyebabkan kecelakaan di jalan dan membuat dua anak buahku tebrunuh? Menarik sekali," kata pria itu sambil tersenyum penuh arti.
Meski wajahnya tak segarang Wildan dan rekan-rekannya tadi, tetapi, Christoper bisa merasakan bahwa pria itu mungkin saja bukan orang biasa atau bahkan berbahaya. Kata-kata yang keluar darinya terdengar sangat dalam dan seperti tidak terbantahkan. Berhadapan dengannya seperti menghadapi singa yang siap menerkam mangsanya kapan saja.
"Kau bisa panggil aku Mathias dan jika kau ingin mengubah hidupmu, kau bisa minta bantuan padaku," lanjutnya dengan tatapan yang dalam.