"Halo, Sean?" panggil Amanda karena tak mendapat jawaban dari suaminya. "Halo?" ulangnya. Tetapi kemudian telepon terputus.
Amanda menaikkan sebelah alisnya sambil mengedikkan bahu. Ia tak begitu memikirkan telepon yang tiba-tiba terputus itu karena mungkin saja suaminya sedang sangat sibuk sehingga terpaksa harus menutup telepon.
"Baiklah, ayah, aku pergi sekarang, ya?" Amanda berpamitan pada Edwin.
Mata Edwin meredup tampak kecewa dengan kunjungan Amanda yang cuma sebentar. "Ya, sekarang kau sudah punya kehidupanmu sendiri, jadi jangan pikirkan ayah," rajuknya.
"Ayah, jangan begitu," Amanda berlutut di samping kursi Edwin sambil memegangi tangan Edwin, "apa ayah marah karena aku ke sini cuma sebentar?" tanyanya. "Lain kali aku pasti akan menginap, aku janji," lanjutnya.
Edwin menghela napas, "iya, ayah mengerti, sekarang pergilah ke rumah orang tua Sean, jadilah menantu yang baik," pungkasnya.
Amanda tersenyum, "terima kasih, ayah."
***
Amanda bersama sopirnya pun melaju menuju ke kediaman keluarga Oktavius. Selama perjalanan Amanda merasa sangat berdebar karena ini pertama kalinya ia akan makan siang bersama orang tua Sean sebagai mertua dan menantu. Semoga saja ia tidak membuat kesalahan yang akan menimbulkan konflik antara menantu dan mertua seperti yang pernah terjadi pada kebanyakan orang.
Setelah perjalanan yang terasa sangat lama itu akhirnya Amanda pun sampai di rumah yang besar milik Tuan Oktavius. Rumah itu bahkan jauh lebih besar dari rumah milik keluarganya meski jumlah kekayaan mereka sebenarnya hampir sama.
Amanda pun turun dari mobil. Karena posisi duduknya tidak langsung menghadap ke teras ia pun harus memutari mobil untuk menaiki anak tangga. Tetapi saat baru saja akan memutari mobil tiba-tiba mobil Sean datang dengan sangat cepat dan hampir saja menabraknya.
Ban mobil Sean sampai berunyi keras karena ia harus menginjak pedal rem sedalam-dalamnya. Jarak kaki Amanda dengan bamper mobil kini hanya beberapa sentimeter saja. Jantungnya pun nyaris saja copot karena ulah suaminya.
Melihat muka Amanda yang pucat pasi Christoper pun buru-buru turun dan menghampirinya. "Kau tidak papa?" tanyanya.
Amanda menelan salivanya dan berkata, "tidak, aku baik-baik saja," jawabnya sambil mengatur napas.
"Maafkan aku, aku sangat terburu-buru untuk bisa sampai ke sini," kata Christoper.
"Kenapa kau tiba-tiba ke sini, kukira kau sedang sibuk?" tanya Amanda.
"Ya, tadinya aku memang sibuk, tapi, tapi, a-aku sengaja ingin ke sini, em, menemanimu, kau bilang kau akan makan siang bersama orang tuaku, aku jadi rindu suasana makan bersama dengan keluarga," dalih Christoper.
Amanda tersenyum haru, "kupikir hanya aku yang merindukan keluarga, lain kali kau bilang saja kalau kau juga merindukan keluarga," ujarnya.
Christoper pun tersenyum kemudian tiba-tiba Evelyn dan Oktavius muncul dari balik pintu. "Ah, akhirnya kau sampai juga Amanda," seru Evelyn sambil menuruni anak tangga terasnya.
Amanda tersenyum ramah kemudian berpelukan dengan Evelyn dan bersalaman dengan Oktavius seperti kebanyakan menantu dan mertua pada umunya.
"Tadi kami mendengar suara rem mobi yang cukup keras, apa yang terjadi?" tanya Oktavius.
"Ah, itu bukan apa-apa, tadi Sean hampir saja menabrakku karena dia sangat buru-buru ke sini, tapi aku baik-baik saja," terang Amanda.
Evelyn tampak terkejut, "dia hampir menabrakmu, benarkah kau tidak papa?" perempuan paruh baya itu mengamati setiap bagian tubuh Amanda dari atas hingga ke bawah.
"Sungguh, aku tidak papa, mama," kata Amanda.
Evelyn kemudian melirik Christoper tampak kesal dan Amanda melihat hal itu. Tetapi kemudian ia dan Oktavius merangkulnya agar masuk ke dalam rumah. Keduanya sama sekali tak menyapa atau bicara sedikit pun dengan Christoper dan membiarkan pria itu berjalan sendiri di belakang.
"Mama sudah memasak banyak hari ini, termasuk makanan kesukaanmu juga," ujar Evelyn.
"Ah, kenapa mama sudah memasak, padahal aku ingin membantu," kata Amanda.
"Untuk apa kau membantu, ada banyak pelayan di sini, kau kan menantu mama dan bukan pelayan," jawab Evelyn.
Mereka akhirnya sampai di meja makan dan Evelyn langsung menarik kursi untuk Amanda seakan-akan ia adalah tamu istimewa di rumahnya.
"Mama, tidak perlu repot-repot begini, aku jadi sungkan," tegur Amanda.
"Jangan sungkan, kau kan menantu mama, anggap saja ini rumahmu sendiri," jawab Evelyn kemudian pergi ke kursinya yang terletak di samping kursi Oktavius.
Amanda merasa heran karena hanya kursi Amanda yang ditarikkan Evelyn. Dia tidak memperlakukan suaminya sama sepertinya. Bukankah biasanya seorang ibu akan sangat senang bila anak lelakinya pulang ke rumah dan dia akan memanjakan anak lelakinya itu?
Setelah itu para pelayan pun datang menghidangkan makanan di meja. Aroma lezat dari setiap masakan yang tersaji langsung menggelitik rongga penciuman yang berangsur turun ke lambung menciptakan rasa lapar.
"Mama ambilkan ini untukmu, ya," ujar Evelyn sambil mengambil udang yang di masak dengan beberapa jenis sayuran dan dibumbui dengan banyak rempah. Setelah mengambilkan makanan untuk Amanda Evelyn pun kembali duduk.
Amanda pun mengernyit dan bertanya, "mama tidak mengambilkan makanan untuk Sean juga?" tanyanya.
Evelyn tampak terkejut dengan pertanyaan itu dan melirik Christoper dengan mata penuh kemarahan. Namun ia kembali berdiri dan mengambilkan makanan yang sama untuk Christoper dengan sikap yang dingin.
"Terima kasih, mama," ucap Christoper lirih.
Mendengar ucapan itu Evelyn bukannya tersenyum lembut tetapi malah membuang muka seolah tak menginginkan keberadaannya. Hal itu tentu saja langsung menimbulkan keanehan bagi Amanda karena baik Evelun maupun Oktavius sama-sama tak ingin berlama-lama bertatapan dengan Christoper.
Melihat udang besar berwarna merah di piringnya Christoper pun tanpa ragu langsung menyantapnya. Saat Amanda melihat hal itu ia pun langsung teringat sesuatu. "Bukankah kau alergi udang?" tanya Amanda.
Pertanyaan itu langsung mengejutkan Christoper. Ia tak pernah tahu Sean alergi pada udang. Selama di panti asuhan mereka juga tidak pernah memakan udang. Evelyn dan Oktavius pun sampai berhenti mengunyah makanan begitu teringat bahwa Sean yang asli memilki alergi terhadap udang.
"Ah, sekarang sudah tidak," jawab Christoper.
"Benarkah, bukankah kau kesulitan menyembuhkannya, bagaimana sekarang bisa tiba-tiba sembuh?" tanya Amanda.
"Em, sebelum kita menikah sebenarnya aku sering berkonsultasi dengan dokter, dan, dan, perlahan-lahan, aku mulai terbiasa dengan bau udang, jadi, em, sekarang aku sudah tidak alergi lagi dengan udang," dalih Christoper.
"Benarkah, kau tidak pernah menceritakannya padaku?" tanya Amanda lagi.
"Ya, aku sebenarnya ingin cerita padamu, tapi, aku selalu lupa," jawab Christoper terbata-bata.
"Ah, dia benar, Amanda, mama bahkan juga sudah lupa dia pernah alergi pada udang," sahut Evelyn.
"Begitu, ya," gumam Amanda sambil mengerutkan dahi.
Setelah makan siang itu selesai Evelyn pun mengajak Amanda untuk jalan-jalan di halaman belakang. Di sana Oktavius ternyata memelihara banyak hewan hingga sebagian halaman belakang itu tampak seperti kebun binatang mini.
"Aku baru tahu Papa punya kebun binatang mini di sini," ujar Amanda.
"Ya, karena kau belum pernah ke sini, selama ini Sean lebih sering mengajakmu ke kolam atau ke halaman depan yang banyak tanamannya," jawab Evelyn kemudian wajahnya berubah sendu.
"Kenapa, mama?" tanya Amanda.
Evelyn menatap Amanda kemudian menangkup wajah perempuan muda itu. "Kau gadis yang baik, mama sangat senang kau jadi menantu mama," tuturnya.
Amanda tersenyum lembut, "mama juga sangat baik, aku beruntung punya ibu mertua seperti mama."
"Mulai sekarang kau harus siapkan hatimu, kehidupan rumah tangga mungkin tidak seindah yang kau bayangkan," ujar Evelyn.
Amanda mengerutkan dahi, "apa maksud mama?"