Chereads / Another Sean / Chapter 4 - Aku Adalah Dirimu

Chapter 4 - Aku Adalah Dirimu

Sean dan Amanda akhirnya sampai di rumah pribadi mereka yang sudah diberi seorang penjaga dan seorang pelayan. Rumah berlantai dua itu tak lebih besar dari rumah milik Edwin atau Oktavius. Gayanyanya lebih modern dan minimalis karena menyesuaikan penghuninya yang merupakan pasangan muda baru.

Baru ada 2 kamar besar dan satu kamar kecil untuk ditempati pelayan. Bagian depan dan belakangnya masih kosong karena memang belum di urus. Nantinya Amanda ingin membuat kolam renang mini di bagian belakang dan menanam banyak tanaman di bagian depan.

"Akhirnya kita sampai," ujar Sean sambil menghela napas.

"Kalau kau lelah menyetir sendiri kenapa tadi tidak memakai sopir ayahku saja?" tanya Amanda.

"Aku hanya tidak ingin merepotkan saja," jawab Sean.

"Ayo kita masuk," ajak Amanda.

"Kau masuk saja dulu, aku ada urusan sebentar," jawab Sean.

Amanda mengerutkan dahi, "kita baru saja menikah, memangnya kau tidak menyuruh asisten atau sekertaris untuk mengurus pekerjaanmu sementara?"

Sean menghela napas sambil menatapi rumah barunya dan juga Amanda bergantian, "entah kenapa untuk pekerjaan kali ini aku merasa lebih baik aku yang mengerjakannya sendiri," jawabnya.

"Hanya sebentar kan?" Amanda mulai cemberut.

Sean tersenyum, "ya, jangan khawatir, apa kau ingin segera berduaan denganku?" godanya.

Amanda tersenyum sipu, "sebenarnya bukan hanya itu, kau sendiri yang ingin kita cepat-cepat pindah, kenapa sekarang kau malah meninggalkanku?" protesnya.

"Aku kan hanya sebentar," kata Sean sambil memegangi bahu Amanda.

Ia memandangi wajah Amanda yang cantik secara keseluruhan. Wanita itu tak memakai banyak riasan bahkan tekstur kulitnya masih bisa ia lihat. Warna lipstiknya pun hampir senada dengan warna bibir alami. Tetapi wanita itu benar-benar mempesona. Kecantikannya sungguh luar biasa.

Mereka saling pandang cukup lama hingga tanpa sadar wajah keduanya semakin dekat. Bibir mereka sudah hampir saling terpaut. Entah kenapa Amanda masih saja merasa berdebar di saat seperti ini padahal ia sudah menikah dengan Sean.

"Tuan, barang-barangnya sudah saya pindahkan ke dalam semuanya!" seru si penjaga yang tidak menyadari situasi romantic yang sedang terjadi antara Amanda dan Sean.

Sean pun geram sampai menggertakkan giginya kemudian menatap tajam si penjaga rumah. Si penjaga itu langsung tertunduk takut setelah ia baru sadar ia telah mengganggu momen romantis majikannya. Perlahan ia melangkah mundur dan pergi menghindari kengerian dari wajah majikannya.

"Kau tampak marah sekali, dia bahkan tidak menyadari apa yang kita lakukan?" Amanda heran.

"Tentu saja aku marah, dia baru saja menggangguku," tandas Sean.

"Biasanya kau tidak begitu," kata Amanda.

"Sudahlah, aku pergi sekarang saja," pungkas Sean kemudian segera naik ke mobil.

"Baiklah, cepat kembali, aku akan menunggumu," kata Amanda.

Sean melirik sambil menyunggingkan senyum penuh arti pada Amanda saat membuka pintu mobil kemudian ia masuk ke dalam mobil dan mobil itu melaju meninggalkan Amanda yang masih termangu di tempatnya. Perempuan itu memandangi mobil yang ditumpangi Sean hingga menghilang di sebuah belokan.

Entah kenapa hatinya jadi tidak tenang. Seperti akan atau bahkan telah terjadi sesuatu yang buruk. Tetapi ia menggelengkan kepala dan cepat-cepat menyingkirkan pikirannya yang tidak-tidak. Semoga saja tidak terjadi sesuatu yang buruk baik sekarang atau nanti.

***

Sean sampai di sebuah bangunan kecil yang kumuh dan tidak terawat. Bangunan itu terletak di sebuah hutan jati di daerah perbukitan yang jauh dari pusat kota. Sean memasuki bangunan kecil itu melewati dua penjaga berbadan besar yang langsung tertunduk takut saat melihatnya.

Di dalam sana seorang pria sedang terikat dalam posisi duduk di kursi besi yang dingin. Pria itu tampak sedang tidur dengan posisi kepalanya yang tertunduk. Sean tiba-tiba mengguyur pria malang yang terikat itu dengan air dingin.

Pria itu langsung terbangun dan terbatuk-batuk karena tanpa sengaja menghirup air dingin yang diguyurkan ke arahnya. Ia mengedip-ngedipkan mata seraya mengumpulkan kesadarannya yang tadi menyebar entah ke mana.

"Bangun!" bentak Sean bersungut-sungut kemudian menendang pelan kursi pria malang itu hingga bergeser.

Pria itu menatap wajah Sean masih dengan ekspresi yang sama, kebingungan, "siapa kau sebenarnya, apa salahku padamu?" tanyanya tidak sabar.

Sean mendengus, "aku sedih sekali saat tahu kau melupakanku begitu saja, kenapa kau harus kecelakaan dengan begitu parahnya kemudian melupakan semua tentangku," geramnya "semua tentang kita!" lanjutnya dengan nada tinggi dan penuh kebencian.

"Jelaskan saja padaku ada apa sebenarnya," sahut pria malang tadi.

Sean menatap tajam pria itu dan mendekat ke wajahnya, "sebenarnya aku ingin kau tahu dengan sendirinya dan mengingatku, tapi tampaknya aku sudah tidak sabar lagi," desisnya kemudian berdiri, "aku adalah dirimu," lanjut Sean.

Pria malang itu mengerutkan dahi menerka-nerka apa maksud kata-kata Sean. Siapa sebenarnya Sean, kenapa wajah mereka sangat mirip, apa sebenarnya ia punya saudara kembar, tapi orang tuanya tidak pernah mengatakan apa pun selama ini, atau jangan-jangan Sean hanya seorang psikopat gila yang diam-diam terobsesi padanya dan sekarang sedang berusaha menjadi dirinya?

Pria malang itu teringat saat Sean tiba-tiba menabrak mobilnya dari belakang. Saat dia baru saja keluar dari mobil Sean dengan baju dan kacamata hitam menembaknya dengan obat bius. Saat itu juga ia dengan cepat limbung dan tidak sadarkan diri. Ketika ia membuka matanya ia sudah berada di sebuah bangunan yang sama sekali tidak ia kenal.

Kemungkinan yang kedua itu lebih kuat terlebih keluarganya sangat terkenal. Siapa yang tidak tahu keluarganya. Bisnisnya sudah melebar di berbagai bidang dan cabangnya juga sudah menyebar di berbagai Negara. Ya, dia pasti hanya psikopat gila yang ingin menjadi dirinya. Sean pasti sudah memerhatikannya sejak lama lalu mengubah wajahnya supaya mirip dengannya untuk kemudian menggantikan posisinya.

"Masih bingung?" tanya Sean.

"Apa maksudmu?" tanya pria malang itu.

Sean terkekeh sambil berjalan mondar-mandir di depan pria malang itu. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, "beberapa tahun yang lalu kita tumbuh di sebuah panti asuhan, kita selalu bersama seperti tak pernah terpisahkan," ungkap Sean seraya matanya menerawang ke masa lalu.

"Kemudian sebuah keluarga datang untuk mengadopsi seorang anak," lanjutnya "mereka sangat senang saat melihat kita, tetapi kemudian mereka memutuskan untuk hanya mengadopsimu saja dan meninggalkanku di panti asuhan itu hanya karena aku baru saja membunuh seekor kelinci," paparnya dengan nada penuh kebencian.

"Apa yang kau bicarakan, apa itu hanya karanganmu? Jujurlah saja kau hanya seorang psikopat yang terobsesi padaku," ketus pria malang itu tampak tidak percaya.

"Karangan katamu?" sergah Sean dengan gerakan cepat mendekat ke wajah pria malang itu, "kau tahu, setelah kau meninggalkanku bersama keluarga barumu yang kaya raya itu hidupku jadi sangat menderita!" ungkapnya bersungut-sungut. "Tampaknya orang tuamu sudah terlalu banyak memberimu dunia mimpi sampai kau tidak tahu bahwa sebanarnya hidup ini sangatlah pahit dan menyakitkan," lanjutnya dengan nada penuh kebencian.

"Lantas, apa mungkin kita saudara kembar, tapi orang tuaku tidak pernah mengatakan apa pun?" tebak pria malang itu.

"Untuk apa orang tuamu mengatakannya, terlebih kau kecelakaan dan kau melupakan masa lalu termasuk diriku, mereka pasti senang, mereka tidak harus menemukan diriku untuk memenuhi janjimu padaku," omel Sean.

"Janji apa itu?" tanya pria malang itu penasaran.

"Kalau tentang janji itu, kau harus mengingatnya sendiri," jawab Sean.

"Kenapa kau tidak mengatakannya juga?" protes pria malang itu.

"Karena aku ingin kau menanggung rasa bersalah yang amat besar saat kau mengingatnya, dengan sifatmu yang lemah seperti itu rasa bersalah pada sebuah masa lalu pasti akan sangat membuatmu menderita," tandas Sean.

"Bagaimana jika aku tidak mengingatnya?" tanya pria malang itu.

"Tidak masalah, kalau kau tidak juga mengingatnya setidaknya kau harus mengingat nama ini…aku adalah Christoper, saudara kembar yang kau lupakan dan kini aku akan menggantikan posisimu," jawab Christoper sambil mendekat ke telinga Sean, "lagipula gadismu itu cukup menggiurkan, sayang sekali jika aku melewatkannya, bukankah kau seharusnya sudah melewatkan malam pertama bersamanya?" lanjutnya dengan seringai jahat.

Sean mendelik mengingat Amanda yang harusnya kini menjadi istrinya. "Hei, kuperingatkan padamu, jika kau memang memiliki dendam denganku jangan kau bawa-bawa dia dalam masalahmu, dia milikku!" tegasnya.

Christoper tertawa jahat kemudian menggenggam gagang kursi Sean dan mendekatkan wajahnya, "memangnya kau bisa apa, kau terikat di sini sedangnya saat ini dia sedang menungguku pulang di kamar pengantin kalian," ejeknya "kau bisa bayangkan dia sedang menyisir rambutnya yang panjang nan harum dan berdandan untukku kemudian malam ini…"

"Kurang ajar kau, Christoper, jangan coba-coba menyentuhnya!" Sean naik darah berusaha melepaskan diri hingga kursinya bergeser karena usahanya.

Christoper tertawa penuh kemenangan, "ha-ha-ha, senang sekali melihatmu seperti ini," katanya kemudian tertawa lagi, "ha-ha-ha, tunggulah di sini, saat aku kembali aku akan menceritakan bagaimana kami melewati malam yang tidak akan terlupakan nanti," lanjutnya kemudian melenggang pergi meninggalkan Sean.

"Tidak, Christoper, aku bersumpah akan membunuhmu jika kau berani menyentuhnya, aku akan membunuhmu!" sergah Sean bersungut-sungut masih berusaha melepaskan diri hingga ia sekaligus kursinya jatuh tersungkur ke lantai.

Sementara Christoper tampak tak peduli dan tetap pergi meninggalkan Sean dengan santainya.

"Christoper, sialan kau, Christoper! Kau bukan diriku, aku akan membunuhmu, aku akan membunuhmu!" teriak Sean hingga suaranya menggema ke seluruh penjuru ruangan.

Teriakan itu bukan terdengar seperti sebuah sumpah tetapi malah lebih seperti ratapan yang amat menyakitkan. Christoper yang mendengar teriakan Sean dari luar hanya menyunggingkan senyuman sinis kemudian masuk ke mobil dan meninggalkan tempat itu.