Chereads / AKU, KAU DAN CINTA / Chapter 14 - SAKIT YANG BERTAMBAH PARAH

Chapter 14 - SAKIT YANG BERTAMBAH PARAH

Kepala Vania sakit kembali, segera ia mengambil obat yang berada di nakas samping tempat tidur lalu ia meminumnya. Ia merasakan ngantuk lalu terlelap hingga pagi hari.

Keesokan harinya, terbangun dari tidurnya. Ia langsung teringat kepada Eugene, "Apa benar Eugene adalah Beruang yang dimaksud oleh Kevin? Atau ini hanya pemikiranku saja?" gerutunya dalam hati sambil menggigit-gigit jari telunjuknya. Namun seluruh aktifitas yang ia sedang lakukan terhenti karena lamunannya. Ia langsung mengambil telepon genggamnya dan menelepon Eugene. Tetapi Eugene tidak mengangkatnya, ada 10 panggilan dari Vania pada saat itu. "Ayo Eugene angkat dong!" gerutunya. Pada panggilan ke-11 Eugene mengangkatnya,

"Halo.. Hoaammzz" jawab Eugene sambil menguap.

"Kamu baru bangun ya Eugene?" tanya Vania.

"Hmmm.. Iya Van. Kenapa kamu meneleponku pagi-pagi buta seperti ini?" ujar Eugene.

"Aku mau tanya Eugene, pernahkah kamu berebutan minuman dengan teman kecilmu itu?" tanya Vania.

Eugene tampak bingung, "Hmmm... Kayaknya pernah sih tapi aku lupa. Van, kenapa sih tiba-tiba tanya seperti itu? Aku baru saja bangun dan aku malas mau mengingatnya Van!" gerutu Eugene.

"Oh! Maaf Eugene mengganggumu!" ujar Vania.

"Tidak apa-apa Van! Tapi apa gerangan kamu tiba-tiba tanya seperti itu?" tanya Eugene.

"Tidak ada Eugene! Sudah dulu ya Eugene aku mau mandi dulu. Bye!" ujar Vania.

"Bye Van!" jawab Eugene lalu ia mematikan telepon tersebut lalu tidur kembali.

Vania perlahan menjauhkan telepon selularnya, ia masih memikirkan hal tersebut. Dan dia mengingat-ingat kembali pertanyaan yang pernah ditanya oleh Kevin, "Dia selalu bertanya kepadaku, apa aku ingat kepadanya. Berarti ingatan Kevin kalau Beruang adalah orang yang memiliki wajah sepertiku. Sedangkan aku tidak pernah bertemu dengannya atau punya teman yang diceritakan olehnya. Jika yang dimaksud Kevin si Beruang itu mirip denganku pada saat aku masih kecil, berarti bisa jadi Beruang yang ia maksud adalah Eugene?" ucap Vania dalam hatinya dan ia terkejut. Sekujur tubuhnya kaku seketika, matanya terbuka lebar. Jantungnya berdetak sangat cepat, kepalanya pun terasa sangat sakit dari pada sebelumnya. Ia mencoba merogoh-rogoh nakas tempat ia menaruh obat, dengan tangan yang gemetaran itu ia mengambil obat pereda sakit dan meminumnya. Namun tidak sempat ia meminum obat itu, ia terjatuh ke lantai dan tidak sadarkan diri. Ayahnya mendengar suara jatuhnya Vania sangat besar, ia langsung bergegas mengecek kamar tidur Vania.

"Van!! Vania!! Buka pintu Nak! Kamu kenapa Nak? Vania!!" panggilnya sambil menggedor-gedor pintu kamarnya Vania namun tidak ada jawaban dari Vania.

Pintu kamarnya masih terkunci, ayahnya sangat panik, bagaimana cara ia membuka pintu itu. Ia dengan sekuat tenaga mendobrak pintu kamar Vania, namun apa dayanya. Ia sudah sangat tua dan tidak sanggup mendobrak pintu kamarnya Vania. Ayahnya teringat dan segera menelepon Kevin untuk meminta bantuan. "Ayo Kevin, angkat telepon!" cemasnya. Tak lama Kevin mengangkat telepon ayah Vania,

"Halo Om" jawabnya.

"Kevin segera ke rumah Om ya! Vania sepertinya pingsan lagi! Om tidak bisa membuka pintu kamarnya. Dia menguncinya!" ujar Ayahnya.

"Baik Om! Kevin segera kesana!" jawab Kevin.

Dengan cepat Kevin bergegas menghidupkan mobilnya dan melaju sangat kencang. Sepanjang jalan Kevin hanya berdoa agar Vania tidak apa-apa. Setelah sampai di rumah Vania, Kevin langsung masuk dan menuju kamar Vania.

"Vin! Tolong Om Vin! Vania didalam" ujar ayahnya.

"Ok Om!" ujar Kevin.

Lalu ia mendobrak pintu tersebut, hanya dua kali mendobrak pintu itu akhirnya terbuka. Mereka melihat Vania sudah tergeletak di lantai dan tidak sadarkan diri,

"VANNNNIIIAAA!!" teriak ayahnya.

"VAN BANGUN!" teriak Kevin sambil menopang Vania dipangkuannya.

Ia memegang pergelangan tangan Vania untuk mengecek nadinya.

"Om! Kita harus segera bawa dia ke rumah sakit. Nadinya sangat lemah" ujar Kevin.

"Ayo Nak cepat gendong dia ke mobil kamu!" perintah ayahnya.

Kevin langsung bergegas menggendong Vania dan membawanya masuk ke mobilnya. Ayahnya segera mengunci pintu rumah dan bergegas masuk kedalam mobil Kevin. Mereka bergegas membawa Vania ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, mereka segera memanggil perawat disana dan perawat tersebut segera mendorong kasur pasien mengangkat Vania ke atas kasur tersebut dan membawa Vania ke ruang UGD.

"Maaf Pak! Kalian hanya bisa sampai disini saja. Serahkan kepada dokter ya Pak! Permisi!" ucap perawat tersebut dan ia menutup pintu UGD itu.

Kevin dan Ayahnya hanya menunggu diluar sambil berdoa supaya Vania tidak kenapa-napa. Mereka sangat panik, pikiran mereka hanyalah Vania. Tak lama ayahnya mencari nomor telepon papanya Vania, mau bagaimanapun ia adalah orang tua kandungnya dan ia berhak tau apa yang sedang terjadi dengan Vania.

"Halo Tuan! Vania Tuan! Dia pingsan! Sekarang ia sedang di tangani oleh dokter di ruangan UGD" ujar ayahnya.

"Ha!! Apa? Baik saya segera kesana! Dimana rumah sakitnya Tuan?" tanya papanya.

"Rs. Melati Tuan! Segera kemari Tuan!" pinta ayahnya.

"Baik" jawab papanya.

Segera ia mengambil kunci mobil dan turun menggunakan lift menuju parkiran. Dengan cepat ia menuju rumah sakit tersebut, dipertengahan jalan papanya menelepon Eugene untuk datang ke rumah sakit juga.

"Eugene! Vania pingsan, dia masuk UGD di Rs.Melati! Segera kesana Eugene!" perintah papanya.

"Ha! Apa Pa? Baru saja tadi pagi ia meneleponku. Kenapa dia bisa pingsan Pa?" tanya Eugene.

"Dia meneleponmu? Papa juga tidak tau Eugene, ayahnya menelepon papa. Papa tidak tanya kenapa bisa pingsan dan sampai di bawa ke rumah sakit. Kamu segera kesana saja ya!" ujar papanya.

"Iya Pa!" jawab Eugene.

Percakapan mereka terhenti sampai disana, papanya melaju sangat kencang menuju rumah sakit. Eugene bergegas turun ke bawah dan memanggil supirnya untuk mengantarnya ke rumah sakit tersebut.

Papanya telah sampai dirumah sakit itu, ia berlari menuju ruangan UGD. Ia melihat Kevin dan Ayahnya di depan ruangan UGD tersebut dan menghampirinya.

"Dimana Vania Tuan? Apakah sudah ditangani oleh dokter?" tanya papanya.

"Vania masih di dalam Tuan, dokter belum keluar dari ruangan itu" jawab ayahnya.

Kevin hanya melongo dan bengong melihat papanya Vania, seperti tidak asing baginya. Ia seperti mengenali papanya Vania, papanya Vania menoleh ke arah Kevin dan Kevin langsung memberi salam kepada papanya Vania dengan menundukkan kepala dan sedikit membungkuk.

"Ini Papanya kandungnya Vania Vin!" ujar Ayahnya.

"Apa maksudnya Om?" tanya Kevin ia masih tidak mengerti.

"Tuan ini adalah orang tua kandung Vania, Om hanyalah orang tua angkatnya Vania" jawab Ayahnya.

Kevin sangat terkejut dan tidak dapat berkata-kata lagi, "Berarti benar kalau selama ini Beruang itu adalah Vania!" ujarnya dalam hati.

Kevin sangat bingung saat itu harus merasa senang atau sedih. Disatu sisi ia sangat senang kalau Vania itu adalah Beruang, disisi lain ia sedih karena tidak dapat bersama-sama Vania untuk waktu yang panjang.

**