Dibukanya pintu masuk tersebut yang gagangnya terbuat dari lapis emas,
"selamat datang Eu.. Gene" sambut bibi Lina yang terkejut melihat Eugene ada dua.
Bergelinang air mata Bibi Lina saat itu dan ia segera menghampiri Vania lalu memeluknya. Vania tampak heran, kenapa bibi tersebut sangat bahagia melihatnya. Bibi Lina melepaskan pelukannya,
"Nak! Sudah lama kamu tidak ditemukan! Akhirnya kamu bertemu dengan keluargamu Nak! Bibi sangat senang melihat dirimu tumbuh dengan baik" ujar bibi sambil mengelus kepala dan wajah Vania.
Melihat bibi Lina menangis, Vania pun ikut menangis juga.
"Bibi jangan menangis ya! Vania jadi ikutan nangis bi, terima kasih bibi sudah menjaga Eugene dari dia baru saja lahir hingga sekarang" ujar Vania.
"Andai saja kamu dulu tidak diculik mungkin bibi akan menjaga kamu juga Nak!" dipeluknya lagi Vania.
Melihat kejadian itu, Eugene juga memeluk mereka berdua,
"Kalian curang peluk-pelukan berdua, aku tidak diajak!" gerutu Eugene.
Bibi Lina dan Vania menarik Eugene untuk berpelukan bersama.
**
Eugene mengajak Vania berjalan-jalan keliling rumahnya. Lalu sesampainya di kamar Eugene, Eugene mengajak Vania untuk masuk dan istirahat bersama.
"Van, besok nginap sini yuk! Aku ingin tidur bersamamu" ujar Eugene yang saat itu sedang duduk diatas kasur.
"Iya Eugene, aku harus minta izin dulu kepada Ayah. Hmmm.. Atau bolehkah aku mengajak Ayah juga?" tanya Vania yang masih berdiri sambil bersender membelakangi meja kecil tempat Eugene menaruh pernak pernik kamarnya.
"Tentu saja boleh Van, ini kan rumahmu juga!" jawab Eugene.
Vania hanya tersenyum kepada Eugene lalu ia melihat-lihat sekeliling dan tertuju pada rak yang berisi foto-foto Eugene. Ia berjalan perlahan menuju rak tersebut, lalu matanya tertuju kepada foto Eugene saat ia masih kecil bersama anak kecil laki-laki.
"Ini siapa Eugene?" tanyanya.
"Ohh.. Dia adalah teman kecilku" jawab Eugene.
"Siapa namanya Eugene?" tanya Vania.
"Aku juga tidak tau. Hehehe.. Aku tidak pernah memanggil atau bertanya namanya. Aku hanya memanggilnya tupai.. Hehehe" jawab Eugene.
"Oh gitu!" jawab Vania.
"Kenapa kamu bertanya Van? Dulu aku tidak punya teman, hanya dia temanku. Dia punya masalah keluarga yang cukup rumit saat itu. Aku tidak tahu dia masih mengingatku atau tidak" ujar Eugene.
"Oh! seperti itu, kamu sangat dekat dengannya?" tanya Vania.
"Iya! Aku sangat dekat dengannya. Saat aku pindah ke luar Negeri dan sebelum berpisah, kami berjanji setelah dewasa harus bertemu lagi dan berjanji menjadi sepasang kekasih. Bukankah itu hal yang konyol? Hahaha. Pada saat itu kami masih kecil, jadi kami tidak mengerti apa itu kehidupan" jawab Eugene.
"Itu bukan hal konyol Eugene! Kalau memang jodoh pasti kalian akan bertemu" ujar Vania sambil tersenyum.
Eugene yang mendengar ucapan Vania melihat dan tersenyum juga.
**
Hari sudah sore, waktunya Vania pulang kerumah diantar oleh papanya dan Eugene.
"Terima kasih ya Pa sudah mengantar Vania!" ucap Vania.
"Ini sudah menjadi kewajiban Papa sebagai orang tua Van" jawab papanya.
"Bye Van! See you later" ujar Eugene.
"Bye Eugene! Bye Papa! See you!" ucap Vania.
Ia berjalan masuk ke rumahnya, lalu papanya dan Eugene meninggalkan tempat itu. Ayahnya Vania belum pulang, disiapkanlah makanan yang tadi dibelikan Papanya dari restoran mahal itu. Dipanaskan dan disajikan makanan tersebut, setelah selesai disiapkan ia mandi terlebih dahulu.
Malam pun tiba, ayahnya telah sampai di rumah.
"Ayah! Sini aku bantu membawakan barang-barang ayah" tawar Vania sambil mengambil barang yang dibawa oleh ayahnya.
"Repotin kamu saja Van!" jawab Ayah.
"Tidak Ayah! Ayah mandi dulu! Habis itu makan malam bersama ya! Vania sudah siapin makan malam untuk kita" ujar Vania.
"Iya Nak!" jawab Ayah.
Ayah bergegas untuk mandi, dan Vania membereskan barang-barang yang dibawa ayahnya pulang. Setelah ayahnya selesai mandi dan Vania telah selesai membereskan barang-barang tersebut, mereka makan malam Bersama. Ayahnya heran melihat makanan yang sangat banyak, enak dan mahal itu,
"Van? Kok makanannya banyak sekali dan enak-enak! Kamu membelinya ya?" tanya ayahnya.
"Iya Ayah! Papa yang membelikannya aku yang memilih menunya khusus untuk Ayah! Ini kesukaan Ayah semua kan? Vania sangat tau apa yang Ayah suka, sayangnya Vania tidak bisa masak seperti ini. Kalau bisa pasti Vania masakin untuk Ayah seperti ini setiap hari" ujar Vania.
"Tidak perlu makanan mewah Van! Makanan sederhana saja Ayah suka, apalagi kalau kamu yang memasaknya" jawab Ayah.
"Terima kasih Ayah!" ujar Vania.
"Kenapa berterima kasih? Maaf ya Ayah tidak bisa membelikan daging seperti ini setiap hari" ujar Ayahnya.
"Kenapa ayah meminta maaf kepada Vania! Vania tidak begitu suka makan seperti ini kok Ayah! Vania suka apapun yang Ayah masak juga, Vania sedih suatu saat Vania tidak bisa lagi makan masakan Ayah" ujarnya.
Tentu saja Ayahnya langsung menitihkan air mata mendengar ucapan Vania seperti itu. Mengingat kalau hidupnya Vania tidak akan lama lagi. Vania pun hampir menitihkan air matanya dan ia mencoba untuk lebih tegar supaya Ayahnya tidak mengeluarkan air mata lebih banyak lagi. Ia memberi senyuman kepada Ayahnya, seakan-akan ia bahagia. Ayahnya melahap makanan dengan terburu-buru sambil menunduk dan tidak melihat Vania. Tak lama Vania mengajak Ayahnya berbicara lagi,
"Ayah? Bolehkah aku menginap dirumah Papa besok Yah? Vania ingin sekali tidur bersama Eugene Yah" tanyanya.
"Tentu saja boleh Vania! Dia kan saudaramu, keluarga kandungmu" jawab ayah.
"Tapi sama Ayah ya!" ujar Vania.
"Kamu saja Van, biar Ayah tidur di rumah ini saja" jawab Ayahnya.
"Tapi Ayah!" ucapan Vania terputus.
"Ssssttt... Jangan banyak protes ya Vania! Kamu saja ya! Tidak apa-apa Vania, Ayah tidak akan marah Van! Kamu tidak perlu khawatirkan Ayah, lakukan yang kamu inginkan ya Van!" ucap Ayah.
"Baiklah Ayah! Tapi benaran tidak apa-apa Ayah sendirian di rumah?" tanya Vania lagi.
"Benar Van! Kan Ayah sudah bilang jangan khawatirkan Ayah! Jangan selalu memikirkan kepentingan orang dulu! Kamu harus memikirkan dirimu sendiri dulu. Baru kamu memikirkan orang lain, walaupun itu dengan Ayah atau siapapun yang sangat dekat denganmu. Ayah bisa menjaga diri Ayah sendiri Van!" ujar ayah.
"Baiklah Ayah!" jawab Vania.
Setelah itu mereka menyantap kembali makan malam mereka setelah selesai Vania membantu membereskan dan mencuci piring yang mereka gunakan. Setelah selesai Vania pamit kepada Ayahnya untuk masuk ke kamar tidurnya.
Setelah sampai di kamar, Vania mengunci pintu kamar dan merebahkan dirinya di atas kasur sambil melihat langit-langit kamar tidurnya. Ntah apa yang sedang dilamunkannya, lalu ia dengan spontan terkejut dan pada saat awalnya ia terbaring langsung beranjak bangun ke posisi duduk. "Ha! Kenapa bisa ya? Atau jangan-jangan!" kedua bola mata Vania langsung membuka besar seperti mau keluar.