Chereads / AKU, KAU DAN CINTA / Chapter 11 - INIKAH CINTA

Chapter 11 - INIKAH CINTA

Makan malam sudah siap, mereka makan bersama. Sudah seperti keluarga sendiri, hari itu menjadi hari paling bahagia untuk Vania. Ia dapat tersenyum bahagia tanpa beban, berkumpul bersama keluarga dan temannya. Akan tetapi bayangan Kevin muncul ketika ia akan menyodorkan makanan ke dalam mulutnya. Selalu Kevin yang dipikirkan Vania, hanya Kevin yang ia khawatirkan sekarang.

Hari sudah menjelang malam, Jenny dan Sisca pamit untuk pulang. Eugene dan ayahnya masih disana, Eugene membantu membereskan peralatan makan. Setelah selesai Eugene membawa Vania ke kamarnya untuk membantu menggantikan bajunya. Ayahnya Eugene dan ayahnya Vania dibawah berbincang-bincang. Setelah sampai mereka di kamar, Eugene membantu menggantikan pakaiannya.

"Eugene!" panggil Vania sambil memegang pergelangannya menahan untuk tidak pergi terlebih dahulu.

"Kenapa Van?" tanya Eugene.

"Bagaimana keputusanmu?" tanya Vania.

Eugene terdiam atas pertanyaan Vania, ia masih bingung. Haruskah ia menyetujuinya atau tidak, tak lama ia tersenyum dan menjawabnya

"Baik Van! Aku menyetujuinya!" Vania sangat bahagia ketika mendengar jawaban Eugene lalu memeluknya.

"Terima kasih Eugene atas keputusanmu!" Eugene dengan terpaksa menyetujuinya agar saudara kembarnya itu bahagia dan tidak ada beban. Selesai berpelukan, mereka turun menuju ruangan tamu. Eugene dan ayahnya pamit untuk pulang.

"Kami pulang dulu ya Van!" ujar papanya.

"Iya Pa! Hati-hati ya!" jawab Vania.

"Van, aku pulang dulu ya. Paman aku pulang dulu ya. Besok-besok kami boleh kan menginap disini paman?" tanya Eugene.

"Tentu saja Eugene, rumah ini terbuka untuk kamu dan papa" jawab ayahnya Vania.

"Bye Eugene! Hati-hati Pa! Terima kasih Eugene!" ujar Vania.

"Iya Nak kamu istirahat ya! Aku pamit dulu ya Tuan" ujar papanya.

Eugene hanya tersenyum lalu melambaikan tangannya. Setiba di mobil, Eugene hanya diam dan memikirkan apakah keputusannya itu sudah benar. Ayahnya bingung tidak seperti biasanya dan ia bertanya kepada Eugene,

"Apa yang kamu pikirkan Eugene? Ada masalah apa?" tanya Papanya.

"Tidak ada Pa! Eugene hanya lelah" jawabnya.

"Kalau sudah sampai dirumah kamu langsung istirahat ya. Jangan main handphone lagi!" perintah papanya.

"iya pa!" jawab Eugene.

**

Keesokkan harinya, Kevin sudah menunggu di depan rumah Vania untuk menjemput Vania pergi kuliah bersama. Vania sudah bersiap-siap untuk pergi kuliah, pada saat hendak berjalan menghampiri Kevin. Tiba-tiba pandangannya menjadi buram dan gelap, ia terjatuh pingsan.

"Vaniaaaaa!" teriak Kevin.

Ia segera turun dari motor lalu ia berlari dengan cepat menghampiri Vania yang sedang pingsan, ia menopang Vania dan menyadarkannya, lalu Kevin menggendongnya masuk ke dalam rumah.

"Van!! Bangun Van! Sadar Van!" panggil Kevin.

Kevin menaruh Vania perlahan di sofa dengan posisi duduk dan ia duduk di samping Vania sambil menaruh kepala Vania dipundaknya.

"Van, sadarlah! Aku mohon!" ucap Kevin yang tampak begitu cemas melihat Vania pingsan dan tak lama Vania siuman.

"Van? Syukurlah! Ini minum air hangatnya!" ujar Kevin sambil menyodorkan air hangat ke Vania yang ia ambil sebelumnya.

Vania meneguk hingga habis setengah gelas air hangatnya,

"Vin, kepalaku sakit sekali!" ujar Vania.

"Kita ke dokter ya! Aku khawatir Van!" ujar Kevin.

Vania menggelengkan kepalanya, "Tidak perlu Kevin!"

Kevin mengerutkan keningnya, "Kenapa tidak perlu Van, sudah berapa kali kamu pingsan seperti ini! Aku ingin tahu kenapa kamu bisa sering pingsan seperti ini dan kepalamu juga sering sakit! Atau jangan-jangan ada yang kamu tutupi dari aku Van?" ujar Kevin.

Vania menatapnya dan ia tersenyum, "Aku sehat kok Vin!"

Kevin tentu tidak mempercayainya, ia memegang kedua lengan Vania dan menatap Vania.

"Kamu lagi bohong! Aku tau Van! Tolong jawab jujur kepadaku! Tolong Van!" pinta Kevin.

Vania menitihkan air matanya, "Kamu akan terpukul jika mengetahuinya Vin" ucap Vania.

"Apa Van? Kamu sakit apa Van? Jawab!" tanya Kevin dengan nada sedikit membentak dan ia juga tidak bisa lagi menahan tangisannya.

"Aaaa.. Aaa.. Aku"

"Apa Van?" tanya Kevin semakin tidak sabar.

"Aku sedang sakit parah Vin!" jawab Vania yang masih bertele-tele.

"Sakit apa Van?!" tanya Kevin lagi.

"Aku tidak lama lagi hidup didunia ini! Aku mohon, jika ada seseorang yang bisa membuatmu kembali bahagia maka terimalah dia. Cintailah dia seperti kamu mencintaiku!" jawab Vania.

Kevin terdiam sejenak, tentu saja tak tertahankan lagi ia menangis sejadi-jadinya.

"Apa yang kamu bilang Van? Kebohongan apa lagi yang kamu bilang? Aku tidak percaya! Kau akan selalu disampingku! Kau tidak akan kemana-mana! Tidak akan!" ujar Kevin dengan nada suara sedikit besar.

"Cukup Vin! Kamu harus terima kenyataannya! Lihatlah diriku Vin! Aku sudah tidak sanggup lagi terhadap penyakitku ini! Jangan kau tambahkan sakit kepalaku Vin! Aku mohon, ini permintaan terakhirku Vin! Cintailah orang yang bisa membuatmu bahagia ketika aku sudah tiada!" bentak Vania.

"Tidak Van! Tidak! Hanya kamu orang yang ku cintai! Aku tidak mau menerima siapapun!" kekeh Kevin.

"Tolong Vin! Kabulkanlah permintaanku! Bukan sekarang Vin, tapi untuk nanti jika aku sudah tidak ada disampungmu lagi!" pinta Vania.

"Sudah cukup Van! Aku tidak mau membahasnya lagi! Sekarang kamu masih disini! Jadi aku tidak mau membahasnya dulu!" ujar Kevin lalu ia memeluk Vania dengan erat.

"Kenapa Van? Kenapa kamu berbohong denganku selama ini? Kenapa? Apa aku kurang perhatian denganmu sampai-sampai aku tidak tahu kamu sedang sakit parah? Maafkan aku Vania. Maaf!" ucap Kevin sambil menangis.

Vania melepaskan pelukannya dan ia mengelap air mata yang membasahi pipinya Kevin.

"Kamu sudah sangat perhatian Vin, aku yang harus minta maaf kepadamu karena aku tidak jujur! Aku sangat takut kamu akan terpuruk dan terpukul Vin jika mengetahuinya!" ujar Vania.

"Tentu saja aku sangat terpuruk dan terpukul, terlebih lagi kamu berbohong kepadaku. Bukankah kita sudah berjanji jangan ada kebohongan diantara kita? Sudahlah Vania! Aku tidak mau membahasnya lagi. Bagaimana kalau sekarang kita ke rumah sakit saja? Kita jalankan pengobatan agar kamu bisa sembuh Van!" pinta Kevin.

"Kurasa tidak perlu Vin! Karena aku rasa itu akan sia-sia!" jawab Vania

"Hidup tidak ada yang mengetahuinya Van! Hanya Tuhan yang tau! Apa salahnya dicoba dulu pengobatannya? Kenapa kamu langsung menolak?" ujar Kevin.

"Aku bukan menolak untuk sembuh Vin! Tapi aku merasa itu akan sia-sia!" jawab Vania.

"Tapi Van.." ucapan Kevin terputus karena Vania tiba-tiba mengecup bibir Kevin dan melepasnya.

"Kamu bicara lagi, aku akan cium lagi!" ujar Vania sambil tersenyum.

Tanpa mengeluarkan satu kata pun Kevin langsung mengecup bibir Vania, dengan perlahan kedua tangannya menempel dileher Vania. Vania menutup matanya dan menikmati ciuman yang diberikan oleh Kevin. Kevin melepaskan ciumannya, tangan Kevin masih menempel dilehernya Vania. Mereka saling bertatapan, Vania mulai mengecup bibir Kevin kembali, dan dibalas oleh Kevin lebih ganas dari ciuman yang sebelumnya.