"Kenapa Vania dari semalam tidak mengangkat teleponku? Apakah dia sedang sakit? Atau dia marah kepadaku? Aku ingin memberitahunya hal ini" celoteh Eugene sambil menelepon ulang Vania tetapi tetap saja tidak digubris.
"sebaiknya aku mengirim pesan saja kepadanya" ujar Eugene.
Setelah Eugene mengirimkan pesan kepada Vania, ia bergegas mandi dan siap-siap untuk menemuinya jika Vania sudah membalas pesannya tersebut.
**
Sesampai Vania dan Kevin di Kampus, Vania dan Kevin berjalan bersama sambil bergandengan tangan menuju kelas. Setelah sampai di kelas, Vania membuka tas dan melihat telepon selulernya ternyata sangat banyak panggilan tak terjawab dari Eugene. Ada 15 panggilan tak terjawab dari Eugene dan 2 pesan dari Eugene.
"Kenapa ya Eugene meneleponku sampai sebanyak ini?" bisiknya dalam hati. Vania membuka pesan dari Eugene
"Van, kamu masuk kuliah hari ini? Nanti siang bisa ketemuan? Ada yang mau kubicarakan kepadamu Van" bunyi pesan dari Eugene.
Vania membalasnya,
"Bisa Eugene jam 2 siang ya di Cafetaria lagi" balasan Vania.
Lalu ia memasukkan handphonenya kedalam tas kembali dan bel berbunyi tanda pelajaran akan dimulai.
Bel istirahat berbunyi, Vania menolak tawaran Kevin untuk makan bersama.
"Van, makan yuk!" ajak Kevin.
"Tidak Vin! Aku sudah janji sm Jenny dan Sisca. Iya kan Jen, Sis?" kodenya Vania ke Jenny dan Sisca.
"Iya Vin, kamu pergi dengan Ericko sm Samuel aja ya!" ujar Jenny.
"Hmmm.. Baiklah! Aku pergi dulu ya Van!" ujar Kevin.
"Iya Vin!" jawab Vania.
Kevin, Ericko dan Samuel meninggalkan kelas. Hanya tersisa Jenny dan Sisca.
"Jenny, Sisca! Ada yang mau kubicarakan kepada kalian!" ujar Vania.
"Apa itu?" tanya Sisca.
"Begini, aku juga bingung harus bagaimana menjelaskannya. Tapi yang jelasnya, aku bertemu orang yang mirip sekali denganku. Bahkan dari tanggal lahir pun juga sama, jadi nanti siang sehabis pulang kuliah aku mau bertemu dengannya. Aku ingin mengajak kalian juga untuk membantuku merencanakan sesuatu" pinta Vania.
"APA?! Orang yang mirip denganmu? Apakah sudah kau tanyakan kepada Ayahmu Van? Apakah kamu punya kembaran? Itu mustahil!" tanya Jenny yang sangat kaget dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sangat mengejutkan sekali! Bagaimana bisa tiba-tiba sekali kamu bertemu dengan orang yang mirip denganmu Van?" sambung Sisca.
"Aku juga tidak tahu, seperti tidak ada perbedaan antara aku dengan dia. Aku sudah bertanya pada ayahku, tapi Ayahku bilang Ibuku tidak pernah melahirkan anak kembar" jawab Vania.
"Hmmm. Aku penasaran seperti apa orang yang kamu maksud itu. Ngomong-ngomong, kamu bilang strategi? Strategi buat apa Van?" tanya Jenny.
"Iya strategi apa Van?" tanya Sisca.
"Aku punya rencana untuk mendekatkan dia dengan Kevin disaat aku sudah tiada" jawab Vania sambil menghela nafas.
"Kamu ngomong apa sih Van! Harus optimis Van! Aku tidak suka sifatmu yang putus asa itu! Please, berpikirlah kamu bisa sembuh!" marah Jenny.
"Vania! Aku benci kamu bicara seperti itu!" sambung Sisca.
"Aku tidak mau terlalu berharap Jen, Sis! Karena semakin hari keadaanku tidak memungkinkan untuk sembuh. Aku yang merasakan, aku mengetahuinya" jawab Vania.
"Aku tidak mau membahasnya lagi! Yang penting nanti kita harus bertemu dengan orang yang mirip denganmu itu!" seru Jenny.
Waktu terus berlalu, dan waktunya jam pulang kuliah.
"Van, ayo pulang!" ajak Kevin.
"Aku pulang bersama Jenny dan Sisca ya" jawab Vania.
"Hmmm.. Oke Van! Hati-hati ya!" ujar Kevin sambil mengelus kepala Vania.
**
Mereka bertiga pergi ke Cafetaria bersama, tentu saja mereka sampai duluan daripada Eugene. Setelah beberapa saat menunggu.
"VANIAAA!!" teriak Eugene sambil melambaikan tangan ke Vania.
Sontak Vania, Jenny dan Sisca langsung melihat ke arah Eugene. Vania melambaikan tangannya juga, Jenny dan Sisca tampak kaget melihat Eugene yang sangat mirip dengan Vania. Mereka menoleh ke Eugene lalu ke Vania berulang kali, tentu saja mereka masih sangat tidak percaya. Kenapa bisa ada dua orang yang begitu mirip tetapi tidak memiliki ikatan darah? Itu hal yang mustahil.
Eugene berjalan menuju meja yang mereka duduki, Jenny dan Sisca masih dalam ekspresi sedang kaget.
"Eugene, kenalin ini temanku Jenny dan ini Sisca" ujar Vania kepada Eugene sambil menunjuk Jenny dan Sisca.
"Halo! Namaku Eugene! Senang bertemu dengan kalian!" ujar Eugene sambil menyodorkan tangan untuk bersalaman kepada Jenny dan Sisca.
"Je.. Jenny" jawabnya Jenny.
"Sisca" jawab Sisca.
"Oh ya Van! Ada sesuatu yang inginku beritahu kepada dirimu" ujar Eugene.
"Apa itu Eugene?" tanya Vania.
"Apakah kamu sudah bertanya kepada ayahmu? Apakah kamu anak kandung ayahmu atau bukan?" tanya Eugene.
"Kenapa kamu bertanya seperti itu Eugene?" tanya Vania.
Eugene terdiam sebentar sambil menatap wajah Vania dan berusaha mengatakan yang sebenarnya kepada Vania.
"Aku adalah saudara kandungmu Van!" seru Eugene.
Tentu saja Vania, Jenny, dan Sisca terkejut mendengar omongan Eugene.
"Aaa... Apa yang kamu maksud?" tanya Vania tergagap.
"Kalau kamu tidak percaya, aku punya rekaman suara ini" jawab Eugene.
Ia merogoh tasnya dan mengambil ponsel nya untuk membuka rekaman suara kejadian atau cerita semalam Eugene dan Ayahnya. Vania semakin terkejut sambil menutup mulutnya yang menganga menggunakan satu tangan nya.
"Ternyata benar kalian adalah saudara kembar. Van? Apakah kamu sudah bertanya dengan ayahmu Van?" tanya Jenny.
"Berarti ayahku berbohong!" ujar Vania dengan ekspresi yang penuh kekecewaan kepada ayahnya.
"Apa maksudmu Van? Apakah kamu punya kalung ini juga Van?" tanya Eugene sambil mengeluarkan kalung dari dalam bajunya untuk menunjukkan kepada Vania. Lagi-lagi Vania hanya diam, terkejut dan tidak dapat berkata apa-apa.
"Ayahku berbohong Eugene!" jawab Vania.
Tangisan Vania tidak dapat tertahankan lagi, ia menitihkan air matanya kemudian ia langsung mengelap tangisannya. Perasaan Vania sekarang campur aduk seperti adonan kue. Antara senang, sedih, kecewa, dan bingung, tiba-tiba kepala Vania mulai berdenyut kembali. Ia memegang kepalanya karena tidak sanggup lagi menahan rasa sakit kepalanya.
"Vannnn!!! Kamu kenapa? Kepalamu sakit lagi?" tanya Eugene yang panik melihat saudaranya seperti itu.
"Eugene sebaiknya kita bawa pulang saja Vanianya" ujar Sisca.
"Bawa ke mobilku saja, kalian langsung kerumah Vania ya" ujar Eugene.
"Baik!" jawab Jenny.
Mereka menggotong Vania masuk ke dalam mobil Eugene. Lalu mereka membawa Vania pulang kerumahnya. Sesampai di rumah, tepat di pintu masuk Vania pingsan.
"Vaniaaaa!!" seru Eugene, Jenny dan Sisca.
"Bagaimana ini Eugene?" tanya Jenny.
"Ayo bawa Vania ke kursi sofa itu!" pinta Eugene.
"Ayo!" sambung Sisca.
"Apa aku telepon ayahnya Vania ya Eugene? Mau bagaimana pun ia harus mengetahuinya kalau Vania sedang pingsan!" ujar Jenny.
"Iya Jen, telepon saja Jen" jawab Eugene.
"Halo Om! Vania lagi pingsan Om! Om bisa pulang sekarang? Vania di rumah Om" ujar Jenny.
"Ha! Apa? Baik Om pulang sekarang!" jawab Ayahnya.
Jenny lalu mematikan teleponnya dan berfokus menyadarkan Vania kembali. Tak lama Vania sadar dari pingsannya,
"Van?" panggil Eugene.
Vania berusaha untuk bangun lalu di bantu oleh Eugene, Vania dalam posisi duduk di sofa itu bersama Eugene dan Sisca disampingnya, Jenny berjalan dari arah dapur membawa air hangat lalu duduk berhadapan di depan Vania.
"Van, minum dulu air nya" pinta Jenny sambil menyodorkan gelas berisi air hangat dan disambil oleh Vania dan diminumnya.