Chereads / AKU, KAU DAN CINTA / Chapter 7 - PERMINTAAN

Chapter 7 - PERMINTAAN

Sangat berat untuk melakukan sesuatu hal yang menyangkut kehidupan seseorang. Namun Vania tetap bersikeras terhadap permintaannya agar dikabulkan oleh Eugene, tetapi Eugene tampak masih memikirkannya. Ia tidak langsung mengiyakan atau menolak permintaan Vania.

"Bagaimana Eugene? Aku mohon sekali denganmu. Kabulkanlah permintaanku, ini benar-benar yang pertama dan terakhir. Aku tau ini sangat mengagetkan dirimu karena kita baru saja bertemu, hanya karena kita sangat mirip dan akhirnya aku menjadi merepotkanmu dan membuat dirimu mempunyai beban. Tapi aku benar-benar meminta tolong kepadamu, agar aku bisa pergi dengan tenang Eugene" pinta Vania.

Dengan penuh harapan dengan muka memelas agar Eugene tidak dapat menolak permintaannya, tatapan Eugene kepada Vania seperti orang yang sedang kebingungan.

"Aku pikir-pikir dulu ya Van, aku belum bisa memutuskannya sekarang. Beri aku waktu 2 hari ya!"

"Baiklah Eugene! Aku harap kamu bisa mengabulkan permintaanku" jawab Vania sambil memegang punggung tangan Eugene.

Eugene hanya tersenyum dan membalas memegang punggung tangan Vania. Setelah mereka menikmati makanan dan minuman mereka. Eugene mengantar Vania pulang kerumahnya menggunakan mobil yang dibawa oleh supir pribadinya. Setelah sampai dirumahnya Vania ia membuka pintu mobil dan turun dari mobil Eugene.

"Bye Van! Sampai jumpa lagi" ujar Eugene.

"Bye juga Eugene! Sampai jumpa lagi juga. Tolong pikirkan baik-baik ya permintaanku tadi! Aku harap kamu menyetujuinya" ucap Vania.

Eugene yang tadinya tersenyum lebar seketika menjadi datar saat mendengar Vania berbicara seperti itu dan sedikit menurunkan tangan yang tadinya sedang melambai kepada Vania tapi ia tersenyum kembali namun tidak seriang sebelumnya. Kaca pintu mobil dinaikkan oleh supir dan sambil melaju perlahan meninggalkan tempat tersebut. Kegelisahan, serta mumet menghantui Eugene pastinya.

"Huh! Aku harus bagaimana? Apa ku iyakan saja permintaannya Vania?" tanyanya dalam hati.

Tak lama diperjalan akhirnya Eugene sampai kerumahnya. Ia pulang disambut oleh Bibi Lita. Wanita paruh baya berumur 55 tahun yang sudah menjaga Eugene dari bayi bahkan sebelum Eugene terlahir ia sudah bekerja kepada orang tua Eugene. Ia dianggap seperti kakak bagi orang tua Eugene.

"Eugene! Kamu dari mana? Mau bibi buatkan susu cokelat hangat?" tanya bibi Lita.

"Tidak perlu bi, lebih baik bibi beristirahat saja. Eugene mau istirahat dulu ya bi" jawaban Eugene yang lesu membuat bibi Lita mengerutkan keningnya dan merasa heran.

"Ada apa dengan Eugene? Tidak seperti biasanya" celotehnya dalam hati.

"Aku ke kamar dulu ya bi" pamit Eugene.

Lalu ia berjalan perlahan menaiki tangga menuju ke kamarnya. Sesampai di kamar, Eugene membuang tas nya ke kasur dan duduk di kasur sambil bengong memikirkan permintaan Vania. Tentu saja bibi Lita yang melihat kejanggalan terhadap tingkah laku Eugene dia tidak akan diam, ia menghampiri Eugene ke kamarnya.

"Tok.. Tok.. Tok.." bibi Lita mengetuk pintu kamar Eugene.

"Eugene Bibi mau masuk!"

Tanpa jawaban dari Eugene bibi Lita langsung membuka pintu kamar Eugene yang tidak terkunci itu dan menghampiri Eugene yang sedang terduduk lemas di kasur.

"Eugene kamu kenapa? Ada masalah? Cerita sini sama bibi" ujar bibi.

Ekspresi Eugene seketika berubah dan seperti teringat sesuatu,

"Bibi! Bibi kan sudah bekerja dengan ayahku sebelum aku lahir. Aku ingin menanyakan sesuatu kepada bibi. Tapi bibi harus jawab jujur!" ucap Eugene.

Bibi Lita heran dan mengerutkan keningnya,

"Apa yang ingin kamu tanyakan Eugene?"

"Bi, apakah aku mempunyai kembaran? Apakah Mama melahirkan anak kembar? Aku mohon jawab jujur bi!" tanya Eugene.

Yang membuat ekspresi bibi Lita yang tadinya heran menjadi kaget karena pertanya'an Eugene.

"Kenapa kamu tanya seperti itu Eugene?"

"Eugene itu tanya bibi, kenapa bibi tanya balik dengan Eugene? Jawab bi!" tanya Eugene sambil memegang lengan bibi Lita dan menggoyangnya dengan perlahan.

"Kamu ingin tahu yang sebenarnya Eugene?" tanya bibi.

"Tentu saja bi! Ayo cepat ceritakan!" seru Eugene.

"Sebenarnya.. kamu memang punya kembaran Eugene, tapi kembaranmu hilang dan tidak ditemukan sampai sekarang. Kemungkinan kembaranmu sudah tiada Eugene" jawab bibi Lita.

Tentu saja Eugene sangat terkejut dan seperti ingin mengeluarkan air mata saat itu juga.

"Tidak bibi! Dia masih hidup bi! Kenapa papa tidak mencari kembaranku? Kenapa papa tidak peduli terhadapnya?" ujar Eugene sambil menangis.

"Apa? Bagaimana kamu tau Eugene? Apakah kamu bertemu dengan kembaranmu?" tanya bibi sambil memegang kedua pundak Eugene.

Eugene tidak bisa berkata-kata lagi karena mengingat kondisi kembarannya yang sudah sangat parah, ia hanya mengangguk-angguk kepalanya saja sambil menangis sesegukkan. Bibi Lita tidak kuat melihat Eugene sedang menangis seperti itu sehingga membuat bibi Lita menangis lalu menarik Eugene dalam pelukannya sambil mengelus kepala hingga punggung Eugene.

**

Malam hari pun tiba. Ayahnya Eugene sudah pulang kerumah. Eugene sedang duduk di sofa yang berada di ruang tamu dengan wajah merengut sambil nonton televisi tanpa sedikitpun melihat kearah ayahnya dan tidak ada satu katapun untuk menyambut ayahnya yang baru pulang. Ayahnya sangat heran tidak biasanya Eugene seperti itu, tentu saja ayahnya menghampirinya berada tepat di samping belakang tempat Eugene duduk, sedikit membungkuk badannya dan ingin mengelus

kepalanya tapi Eugene mengelak.

"Eugene, kamu kenapa? Kamu sedang marah ya dengan papa? Kenapa Eugene?" tentu saja tetap tidak dihiraukan oleh Eugene.

Lalu ia duduk di samping Eugene dan bertanya lagi kepada Eugene,

"Kamu kenapa Eugene? What's wrong? Apa papa ada salah kepadamu? Kalau ada salah papa minta maaf. Tapi jangan diamin papa seperti ini"

Dengan penuh amarah, Eugene melihat ke arah ayahnya.

"Marah? Tentu saja Eugene sangat marah dengan Papa. Papa sudah menyembunyikan sesuatu hal yang sangat penting!"

Tentu saja ayahnya sangat heran, apa yang yang dimaksudkan oleh Eugene? Sesuatu apa yang telah ayahnya sembunyikan darinya? Sambil mengerutkan keningnya dan bertanya kepada Eugene.

"Apa yang kamu maksud Eugene?" tanya Ayahnya.

"Kenapa papa tidak memberitahu diriku kalau Eugene punya kembaran? Kenapa Pa? Kenapa Papa tidak mencarinya?" tanya Eugene yang membuatnya menitihkan air matanya yang tidak dapat tertahankan lagi.

Tentu saja ayahnya tidak dapat berkata-kata dan sangat terkejut dengan pertanyaan Eugene. Suasana menjadi hening sejenak, bibi Lita yang berada disana tidak dapat berkata apapun lagi.

"Jawab Pa!" seru Eugene.

"Bagaimana kamu bisa tau Eugene?" tanya ayahnya.

"Apa Papa tau kondisi kembaranku sekarang bagaimana? Apakah Papa ada memiliki rasa ingin mencari atau bertemu anak Papa yang satu lagi? Apakah Papa pernah memikirkan anak Papa satu lagi memiliki hidup yang layak atau tidak? Jawab Pa pertanyaan Eugene!"

Eugene menangis sejadi-jadinya sambil memukul perlahan lengan ayahnya. Tentu saja ayahnya tidak dapat berbohong atau mengelak lagi pertanyaan yang dilontarkan oleh Eugene. Bibi Lita yang melihatnya tidak dapat memendung tangisannya, ia tidak dapat melihat Eugene menangis seperti itu. Ia sangat menyayangi Eugene, melihat Eugene menangis seperti itu ia juga merasakan bagaimana terpukulnya Eugene yang telah dibohongi selama 23 tahun lamanya.