"Aku sangat merindukanmu Beruang, dimana kamu sekarang? Apakah kamu masih mengingatku?" gumam Kevin didalam hatinya sambil menatap langit yang indah dipenuhi oleh bintang-bintang.
Tampaknya Kevin sangat ingin mengatakan sesuatu pada Vania, tetapi ia sangat takut terhadap responnya. ''Apakah aku harus mengatakannya atau tidak ya?'' dalam benaknya Kevin. Dengan memberanikan diri Kevin mengatakannya,
"Van, aku ingin mengatakan sesuatu"
"Kamu ingin mengatakan apa Vin?" tanya Vania.
"Aku.." perkataan Kevin terjeda karena suara telefon genggamnya Vania berbunyi.
Vania mengangkat telefon dari ayahnya.
"Halo Ayah! Kenapa?" tanya Vania.
"Kamu dimana Van? Cepat pulang ya hari sudah malam, dan ayah sudah memasakkan makan malam untukmu, kamu makan dirumah saja ya Van" ujar ayahnya.
"Baik Ayah, ini aku sudah mau pulang ya" ujar Vania
Vania mematikan telefonnya dan berbicara kepada Kevin.
"Vin, ayahku sudah menyuruhku pulang nih! Tadi kamu mau ngomong apa ya?" tanya Vania.
"Besok aja aku baru kasih tau ya Van, yuk kita pulang Van! Ayahmu telah menyuruhmu pulang!" jawab Kevin. "Mungkin sekarang bukan saatnya untuk menyatakan perasaanku" gumamnya dalam hati.
"Baiklah Vin, ayo kita pulang!" ajakan Vania.
Hari memang sudah larut malam, Kevin mengantar Vania pulang kerumah.
"Kamu mau mampir dulu gak vin?" tanya Vania setelah sampai dirumahnya.
"Hmmm.. Sudah malam Van aku tidak enak, nanti ganggu kamu yang mau istirahat" jawab Kevin.
Tiba-tiba seseorang dari rumah Vania keluar, seseorang itu adalah ayahnya Vania.
"Halo Om!" sapa Kevin kepada ayahnya Vania.
"Iya, kamu temannya Vania ya? Ayo mampir dulu!" Ayah Vania menawarkan Kevin untuk masuk terlebih dahulu dan Kevin tampak sedang berfikir sejenak.
"Baik Om!" jawabnya.
Kevin masuk kedalam rumah Vania, ia duduk disofa yang berada diruang tamunya Vania.
"Tunggu dulu ya Vin, aku mau ganti baju dulu" ujar Vania.
"Baik Van!" jawab Kevin.
"Kevin kamu tunggu sebentar ya! Om siapkan makanan untuk kita makan bersama" ujar ayahnya Vania.
"Tidak perlu repot-repot Om!" jawab Kevin.
"Tidak apa-apa Vin, kita makan sama-sama nanti" ujarnya lagi
"Baiklah Om! Terima kasih Om!" jawab Kevin
"Sama-sama Vin" percakapan mereka berhenti dan Ayahnya Vania kembali ke dapur untuk menyiapkan makanan.
Kevin melihat-lihat sekeliling rumah Vania, banyak foto-foto yang dipajang di ruangan tamunya. Tersentak Kevin pada saat melihat satu foto yang membuatnya terkejut, Kevin melihat foto Vania pada saat dia masih kecil. Jantungnya berdebar sangat kencang dan tampak terkejut saat melihat foto tersebut, "Dia adalah Beruang-ku? Kenapa dia sangat mirip? Tidak! Bukan sangat mirip, tapi memang ini adalah Beruang. Tapi kenapa dia tidak mengingatku? Benarkah Vania adalah Beruang? Tapi, kenapa ayahnya berbeda? Serta kenapa dia tidak mengingatku? Seharusnya dia masih ingat. Aku sangat heran, ingin rasanya aku bertanya langsung kepada Vania, apakah kau adalah Beruangku? Kenapa kamu tidak mengingatku?'' pikirannya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan saat melihat foto tersebut.
"Kenapa Vin?" tanya ayahnya Vania yang membuat Kevin terkejut.
"Tidak apa-apa Om, aku hanya melihat-lihat saja. Om apakah ini Vania pada saat dia masih kecil?" jawab Kevin dan langsung menaruh fotonya Vania.
"Benar Vin! Itu foto Vania pada saat dia masih kelas 4 SD, kenapa Vin?"
"Tidak apa-apa Om," Kevin mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih lanjut kepada ayahnya Vania sambil terus memandang foto tersebut.
Tidak lama, Vania keluar dari kamarnya dan turun ke ruang tamu.
"Ayo kita makan bersama!" ajakan Vania saat melihat mereka berdua di ruang tamu.
"Ayo!" jawab ayah Vania.
Lalu Kevin mengikuti mereka ke ruang makan mereka. Banyak sekali hidangan yang disiapkan oleh ayahnya Vania dan kelihatan sangat lezat, ayah Vania pandai memasak karena dia seorang koki di sebuah Cafe tidak jauh dari rumahnya.
"Wah! Makanannya mengingatkanku dengan masakan ibuku, sayang sekali aku sudah tidak punya ibu saat aku masih kecil" gumamnya Kevin dengan raut wajah penuh dengan kekecewaan dan kesedihan.
"Kenapa ibumu Vin?" tanya ayahnya Vania.
"Ibuku meninggalkanku Om pada saat aku berumur 7 tahun, karena ayahku pada saat itu jatuh bangkrut, ibuku menikah dengan orang lain" jawab Kevin.
"Oh! Maaf Vin, Om jadi tidak enak menanyakan hal seperti itu" sambung ayahnya Vania.
"Tidak apa-apa Om! Ngomong-ngomong dimana ibunya Vania? Bukankah difoto keluarga ada ibunya Vania?" tanya Kevin sambil menunjuk arah dimana foto itu dipajang.
"Ibuku meninggal karena sakit kanker rahim Vin, pada saat aku berumur 15 tahun" jawab Vania.
"Oh! Maaf ya Van. Ayo kita lanjutkan makan!" ujar Kevin agar tidak menimbulkan kenangan-kenangan pahit mereka.
Setelah mereka selesai makan malam bersama, Kevin tampaknya hendak akan pulang karena hari sudah sangat malam.
"Van, Om aku pulang dulu ya! Makasih ya Vania dan Om sudah menyiapkan makan malamnya!" ujarnya.
"Iya Vin, sama-sama. Besok-besok mampir lagi ya kita makan malam bersama" jawab ayahnya Vania.
"Ayo Vin! Aku akan antarkan sampai depan" sambung Vania.
"Baiklah Van! Om aku pulang dulu ya, terima kasih Om!" ucap Kevin.
"Sama-sama Vin, hati-hati dijalan ya!" jawab ayahnya Vania.
Kevin berjalan menuju bagian gerbang rumah Vania. Rumahnya tidak besar, rumahnya seperti rumah lama, tapi sangat nyaman pada saat didalam rumahnya Vania. Mengingatkan Kevin terhadap rumah neneknya yang hanya tinggal kenangan saja.
"Hati-hati ya Vin!" kata Vania.
"Oke Vania Cantik," ucap Kevin sambil membuat senyuman menggoda.
"Kamu lagi ngegombalin aku nih ceritanya?" jawab Vania sambil tersenyum tipis.
"Aku tidak lagi ngegombalin kamu kok Van, emang kamu cantik!" jawab Kevin sambil tersenyum melihat kedua bola mata Vania yang besar dan cantik.
"Oh ya! Ngomong-ngomong tadi kamu mau ngomong apa pada saat ayahku meleponku?" tanya Vania.
Tersentak Kevin dan Vania saling bertatapan kemudian terdiam sejenak, lalu Kevin menarik tangannya Vania dan memberinya kecupan dikeningnya, "Aku sangat mencintaimu Van." Vania menatap Kevin tanpa berbicara sepatah katapun dan mukanya memerah.
"Kenapa tiba-tiba sekali Vin kau mengatakan hal itu, padahal kita baru saja berkenalan, apakah kamu bersungguh-sungguh atas ucapanmu?" tanya Vania.
"Tentu saja Van, aku tidak bercanda! Aku serius, aku sangat mencintaimu Van! Kamu mau jadi pacar aku gak Van?" tanya Kevin sambil tersenyum menatap Vania.
Vania hanya berdiam diri dan menatap Kevin, lalu dia menjawab pertanyaan dari Kevin.
"Vin, beri aku waktu ya untuk menjawabnya, bolehkan?" tanya Vania
Kevin memegang pipinya dan sambil mengusap dengan lembut,
"Tentu saja boleh Van! Apa yang tidak boleh untukmu?" jawabnya.
"Pulang Vin! Hari sudah malam besok kan kita kuliah, hati-hati ya!"
Vania tampak tersipu malu, Kevin mengusap kepalanya Vania dan bergegas naik ke motor, memakai jaket dan helm.
"Aku pulang dulu ya Van. Besok pagi aku jemput ya pergi kuliah," ujar Kevin.
"Oke Vin!" jawab Vania.
Setelah Kevin sampai dirumahnya, Kevin melepaskan jaketnya kemudian dia duduk diranjang, dia masih kepikiran dengan senyuman Vania dan dia pun menjadi senyum-senyum sendiri seperti seseorang yang lagi dimabuk cinta. Kevin hendak menelepon Vania tapi hari sudah sangat malam, Kevin mengurungkan niatnya untuk menelepon Vania. ''Mungkin dia sudah tidur. Besok juga ketemu lagi, lebih baik aku tidur saja!' gumamnya.
**
Keesokan harinya, Kevin bangun lebih awal. Setelah selesai bersiap-siap Kevin bergegas menuju rumah Vania, setelah sampai Kevin menelepon Vania.
"Van, aku didepan rumah mu ya!" ujarnya.
"Tunggu ya Vin! Aku segera keluar" jawab Vania.
Tak lama Vania keluar rumahnya dan mereka berangkat ke tempat kuliah menggunakan mobil. Setelah ayah Kevin mengalami kebangkrutan, ibunya meninggalkan Kevin dan ayahnya. Namun ayahnya bangkit kembali setelah ditinggalkan ibunya. Kevin kembali ke Yogyakarta sendirian tidak bersama ayahnya. Walaupun Kevin hanya sendirian, ia tidak memiliki kekurangan fasilitas apapun, semua tersedia.
**