Hanna menepis tangan Edgar. Pria itu hanya tersenyum lalu turun dari mobil membukakan pintu untuk Hanna.
"Terima kasih," kata Hanna.
Hanna mengejar temannya yang masuk duluan membuat Edgar geleng geleng kepala lalu memasuki restoran itu.
"Restoran ini bagus banget," puji Adel.
"Kamu norak deh," kata Hanna.
"Memang kamu pernah masuk ke restoran begini?" tanya Adel.
"Ya walaupun tidak pernah, tapi jangan norak juga dong," jawab Hanna.
"Eh, ngomong-ngomong kok restoran ini sepi sekali?" tanya Adel.
Hanna menatap sekitar. Memang benar kata Adel bahwa Restoran ini terlihat tidak ada siapa pun di sana dan hanya ada beberapa pelayan.
"Kenapa sepi begini?" gumam Hanna.
"Tuan, Nyonya, mari saya antar ke tempat kalian," kata Peter sambil menunjuk tempat duduk mereka.
"Peter, kenapa di sini sepi sekali?" tanya Adel membuat Hanna menyenggol lengan temannya.
"Sudah, diam aja," kata Hanna.
Mereka berjalan menuju tempat di mana mereka akan duduk dan makan.
"Itu adiknya Edgar?" tanya Adel.
"Tidak tahu," jawab Hanna.
"Perkenalkan ini adikku namanya Max," kata Edgar.
Adel menggigit bibirnya saat menatap Max yang terlihat tampan menurut dia.
'Salam kenal, aku Max. Lebih baik kita duduk dulu dan mengobrol bersama," kata Max ramah.
"Hehehe, oke," balas Adel.
Adel dan Hanna mendudukkan diri di kursi. Mereka lalu menerima menu yang diberikan oleh Peter.
"Terima kasih," kata Hanna.
Hanna melihat menu makanan yang terlihat sangat mahal. Dia jadi bingung mau makan apa.
"Kamu pilih saja yang kamu mau," kata Edgar melirik kedua perempuan di hadapannya terlihat bingung.
"Makanan di sini mahal semua," balas Adel membuat Hanna menyenggol kakinya.
"Iya tidak apa-apa, dipilih saja," kata Max santai.
"Aku spageti aja deh," balas Adel tidak enak.
"Aku samain aja deh," kata Hanna. Dia juga bingung mau makan apa.
"Sudah, semuanya pesan steak aja dan minumannya jus apa saja yang paling rekomendasi di sini. Kalau ada wine, boleh juga," kata Edgar.
Adel menatap Hanna dan Hanna hanya mengangkat kedua bahunya.
"Apa-apaan ini? Kita cuma mau kenalan aja, tapi dia justru membawa aku ke sini. Apa dia mau menunjukkan kalau dia mampu membayar makanan di restoran semahal ini padaku? Aku mah tidak peduli," gumam Hanna.
Peter membaca ulang pesanan mereka lalu pergi dari sana. Max menatap Hanna dan juga Adel, dia melihat kakaknya yang terlihat jatuh cinta dengan perempuan bernama Hanna.
"Mereka berdua menyebalkan," gumam Hanna.
Hanna cuma memalingkan wajahnya ke arah lain, dia enggan bertatapan dengan Max dan Edgar.
"Oh iya, aku adik dari kak Edgar. Salam kenal ya sekali lagi," kata Max ramah.
"Iya salam kenal," balas Hanna tersenyum pada Max.
"Kamu kekasih kakakku ya?" tanya Max.
"Iya dulu," jawab Hanna acuh.
"Hanna, kita masih sepasang kekasih, kenapa kamu bicara begitu?" tanya Edgar menarik tangan Hanna dan menggenggamnya.
Hanna mencoba menarik tangannya, tapi tidak bisa karena dieratkan oleh Edgar.
"Lepas, Edgar!" teriak Hanna.
"Maaf, tolong lepasin tangan Hanna," mohon Adel yang merasakan Hanna marah saat ini.
"Kak, lepaskan saja," kata Max.
Edgar melepaskan tangan Hanna membuat Hanna langsung menatap dia dengan tajam.
"Aku mau pulang," kata Hanna.
"Hanna sabar. Kita sudah dipesankan makanan," kata Adel yang merasa tidak enak.
"Hanna, maafin kakakku. Tolong," mohon Max.
"Aku sama kakak kamu sudah putus dan aku tidak suka dibohongi," balas Hanna sambil duduk kembali.
"Aku membohongi kamu apa, Sayang?" tanya Edgar mengeraskan rahangnya.
"Kamu berbohong mengenai status sosial kamu, lalu sekarang kamu mengenalkan aku kepada adik kamu. Bisa aja dia bukan adik kamu dan kamu menyuruh orang lain menyamar jadi dia," jawab Hanna.
"Sayang, kamu ini susah sekali diberitahu. Aku beritahu dia adikku. Apa perlu aku tes DNA sekalian?" tanya Edgar.
"Kalian berdua berhenti. Kak Edgar ini kakakku. Kalau tidak percaya, itu bukan urusan kami," kata Max ikut emosi.
"Permisi, ini makanannya sudah siap," kata Peter.
Para pelayan menyajikan makanan di atas meja beserta minuman.
"Mari kita makan dulu," kata Max.
"Iya kita makan dulu. Jangan bertengkar," kata Adel memegang tangan Hanna.
Hanna menganggukkan kepala. Mereka mulai makan.
"Adel, makanan ini enak tidak?" tanya Max.
"Enak banget. Ini namanya daging apa?" tanya Adel membuat Max terkekeh.
"Ini jenis daging wagyu yang terbaik," jawab Max sambil menggigit daging.
"Oh, pantesan enak," balas Adel terkekeh.
"Ngomong-ngomong kamu teman dekat Hanna?" tanya Max.
"Iya kita dekat banget, bahkan satu kerjaan," jawab Adel.
"Kalau boleh tahu, apa kamu sudah punya kekasih?" tanya Max.
"Hahaha, punya enggak, ya?" tanya Adel, membuat Hanna ikut terkekeh.
Edgar tersenyum melihat Hanna mulai ceria lagi.
"Kalau tidak mau dijawab, tidak apa-apa," kata Max terkikik.
"Sudah punya kekasih, tapi sudah putus," balas Adel samb tertawa terbahak-bahak.
Max ikut terbahak saat mendengar ucapan Adel.
"Kalian cocok," kata Hanna.
"Hmm, sepertinya tidak," balas Adel.
"Parah, belum apa-apa adikku sudah ditolak," kata Edgar.
"Sudah, mending kita habiskan daging mahal ini. Kalau tidak habis, aku yang habiskan saja," kata Ade.
"Adel jangan bikin malu deh," tegur Hanna.
"Bikin malu gimana? Makanan ini kan memang mah," balas Adel terkikik sambil meminum wine yang disajikan.
"Teman kamu unik," kata Edgar.
"Iya," balas Hanna.
Setelah selesai makan, mereka kembali mengobrol.
"Jadi apa kamu udah percaya aku adik dari kak Edgar? Kalau tidak percaya, nanti aku akan membawa akta kelahiran kami," kata Max.
"Aku kira bawa akta tanah," balas Adel membuat Max terbahak.
"Aku percaya. Terima kasih sudah mau bertemu dengan aku," kata Hanna.
"Sama-sama. Calon kakak iparku jadi sudah baikan nih sama kakakku?" tanya Max menyikut Edgar.
"Iya kami sudah baikan, tapi orang tua kamu di mana?" tanya Hanna.
"Oh, orang tua kamu tidak tinggal di negara ini. Aku aja di sini hanya untuk liburan," jawab Max.
"Oh begitu," balas Hanna menatap mata Max yang terlihat tidak berbohong.
"Aku janji akan segera memperkenalkan kamu pada keluargaku," kata Edgar
Edgar menggenggam tangah Hanna dan mengecup lembut telapak tangannya membuat Hanna tersenyum.
"Iya. Sekarang kami mau balik bekerja dulu soalnya waktu jam makan siang kamu sudah mau selesai," kata Hanna.
"Loh, cepat banget. Sayang, nanti aku jemput ya," balas Edgar.
"Terserah kamu," kata Hanna.
"Baiklah aku jempu," balas Edgar.
Hanna menarik tangannya. Entah kenapa dia merasa masih takut dibohongi.
"Adel, ayo kita balik," ajak Hanna.
"Iya. Kita diantar ke kafe kan?" tanya Adel.
"Iya aku antar," jawab Edgar.
"Aku juga pamit, ya. Aku ada urusan pekerjaan," kata Max.
"Oh, oke," balas Hanna.
"Oh iya, kita tidak mau tukaran nomor telepon nih barangkali kita bisa hangout bareng," kata Adel sambil mengedipkan matanya.
"Boleh," balas Max.