Hanna melihat Edgar membuka kacamata mendadak mematung saat mata mereka tanpa sengaja saling bertatapan.
"Seandainya saja Edgar tidak kasar mungkin aku akan terpesona dengan dia saat ini, tapi sekarang tidak," gumam Hanna.
"Hanna, kamu kenapa melamun?" tanya Edgar memegang dagu Hanna.
"Apa mau kamu?" tanya Hanna menepis tangan Edgar.
"Aku ke sini untuk melihat kabar kekasihku," jawab Edgar membelai pipi Hanna.
"Kalau tidak ada hal penting, aku harus bekerja sekarang," kata Hanna.
"Berikan ponsel kamu, aku mau melihat-lihat," kata Edgar sambil mengulurkan tangannya.
"Buat apa?" tanya Hanna dengan tatapan bingung.
"Hanna, aku kekasih kamu dan apa pun tentang kamu harus aku tahu," jawab Edgar.
"Sudahlah, aku mau pergi kerja kalau tidak ada hal penting lagi," balas Hanna sambil meraih gagang pintu.
Brak
Edgar menutup pintu mobil yang dibuka Hanna dengan sangat kencang.
"Sayang, aku bukan orang sabar dan bisa menunggu," kata Edgar merogoh kantong celana Hanna.
Hanna memberontak dan hendak mengambil ponselnya, tapi Edgar membuangnya ke bawah.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Hanna saat melihat ponsel kesayangan dia dijatuhkan dan diinjak oleh Edgar hingga hancur.
"Jangan menangis, aku sudah membelikan kamu ponsel baru," kata Edgar.
"Kamu monster sialan!" teriak Hanna.
Hanna hendak turun, tapi tangan dia lagi-lagi ditarik Edgar.
"Hanna, selain ponsel kamu apakah tangan ini ingin aku patahkan juga?" tanya Edgar,
"Edgar lepaskan aku, sakit," kata Hanna sambil menangis tersedu-sedu.
"Malam ini kita akan kencan bersama seperti dulu. Satu lagi, jangan berdekatan dengan pria lain atau kamu mau pria yang mendekati kamu akan aku musnahkan seperti Victor," balas Edgar tertawa terbahak-bahak.
"Aku akan laporkan perbuatan kamu ke polisi," kata Hanna sambil menarik-narik tangannya.
"Hahaha, kenapa kamu begitu takut sih sama aku? Aku ini masih kekasih kamu dan bilang aja apa yang membuat kamu ragu padaku lagi. Aku tidak suka loh kalau kamu begini sama aku," kata Edgar.
"Aku juga tidak suka diginiin," balas Hanna
Edgar menggeram marah. Dia makin mengeratkan cengkramannya pada tangan Hanna.
'Hanna, asal kamu tahu kamu ini gadis yang nakal. Terlihat depannya aja kalem," kata Edgar dengan senyum miringnya.
"Aku tidak peduli penilaian kamu seperti apa dan mulai sekarang tolong jauhi aku karena aku butuh kehidupan yang tenang. Buka pintu ini," balas Hanna.
"Oh begitu, kamu merasa karena aku kehidupan kamu tidak tenang. Terus kamu sekarang lagi chat sama cowok lain lagi di media sosial, dasar murahan," kata Edgar mencengkram dagu Hanna.
"Sakit sialan!" teriak Hanna sambil menarik tangan Edgar yang mencengkram dagunya.
Suara teriakan Hanna mendadak menghilang saat Edgar mengecupnya dengan rakus. Dia terus berusaha memukul-mukul tubuh Edgar hingga tidak lama tautan bibir mereka terlepas ketika oksigen terasa menipis.
"Sayang, jangan menangis. Aku tidak suka melihat air mata ini keluar dari mata indah kamu," kata Edgar sambil mengecup kedua mata Hanna.
Hanna terdiam kaku dan mengepalkan tangannya.
"Aku mau kerja," kata Hanna.
"Iya kamu boleh bekerja, tapi nanti harus ada yang kita bicarakan untuk hubungan kita, bisa?" tanya Edgar.
Hanna merasakan tatapan intimidasi dari Edgar menganggukkan kepalanya.
"Good girl. Ini ponsel baru untuk kamu," kata Edgar.
"Tidak perlu. Terima kasih," balas Hanna.
"Hanna, kali ini aku memaksa. Ambil ponsel ini sekarang," kata Edgar.
Hanna terpaksa mengambil ponsel itu agar Edgar melepaskan dia sekarang.
"Terima kasih. Bisa aku turun sekarang?" tanya Hanna.
"Bisa, Sayang," jawab Edgar sambil membelai pipi Hanna dengan lembut.
Edgar melihat Hanna berlari cepat dari sana menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tidak habis pikir kenapa dia bisa tergila-gila sama gadis itu, tapi dia harus pada rencana semula. Dia ga mau menjilat ludahnya sendiri.
***
Hanna yang sudah sampai kafe berjalan gontai masuk ke dalam.
"Hanna, kamu habis dari mana?" tanya Floren.
"Nyonya, maaf. Saya tadi ketemu seseorang dulu," jawab Hanna.
"Hanna, bisa kamu ke ruangan saya sekarang?" tanya Floren.
"Bisa, Nyonya," jawab Hanna berjalan menuju ruangan Floren.
Hanna diminta untuk duduk oleh Floren. Mereka saling menatap satu sama lain.
"Hanna, saya selama ini selalu menganggap kamu seperti keluarga, tapi akhir-akhir ini saya lihat kamu tidak konsen dan saya merasa kamu perlu istirahat," kata Floren.
"Maksud Nyonya saya harus istirahat apa?" tanya Hanna terkejut.
"Maaf, Hanna, mulai besok kamu dirumahkan dulu. Ini uang bayaran kamu sampai hari ini, terima kasih," jawab Floren.
"Nyonya, saya minta maaf karena membuat semua orang pusing sama urusan saya. Tolong jangan pecat saya," kata Hanna menitikkan air matanya.
"Hanna, saya tidak bermaksud jahat sama kamu, tapi lebih baik kamu istirahat di rumah," balas Floren.
Hanna yang sudah sangat kesal keluar dari ruangan Floren dengan tangan mengepal.
"Hanna, ada apa?" tanya Adel.
"Aku diminta istirahat di rumah. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Ya sudah aku pulang dulu," jawab Hanna.
"Hanna tunggu," kata Adel.
Adel yang hendak mengejar Hanna tidak bisa saat tangan dia keburu ditahan oleh Floren.
***
Hanna yang sudah pergi dari kafe berusaha menghapus air mata yang terus mengalir. Dia duduk di taman dekat kafe sambil melihat ponsel yang diberikan Edgar.
"Ini semua gara-gara kamu. Kalau aku tidak ketemuan tadi, aku tidak mungkin dipecat," kata Hanna sambil menangis tersedu-sedu.
"Hanna, ada apa?" tanya seorang pria membuat Hanna menengok.
"Ngapain kamu di sini? Apa belum puas buat lihat aku hancur?" tanya Hanna.
"Sayang, kamu tidak hancur," jawab Edgar.
"Lalu apa? Kamu tidak tahu keluargaku bukan keluarga orang berduit seperti kamu," balas Hanna.
Hanna pergi dari taman tanpa memedulikan teriakan Edgar.
"Sayang, tunggu," kata Edgar.
Bugh
Hanna jatuh tersungkur saat tiba-tiba menabrak sesuatu. Tidak lama kesadaran dia menghilang.
"Sayang, kamu baik baik saja?" tanya Edgar.
Edgar menepuk-nepuk pipi Hanna, tapi perempuan itu tidak sadar. Dia menggendong Hanna lalu membawanya masuk ke dalam mobil.
"Aku akan mendapatkan hati kamu kembali," kata Edgar.
Edgar mengkodekan pada Rex untuk masuk ke dalam mobil.
"Tuan, kita mau ke mana?" tanya Rex.
"Kita pergi ke apartemen saya yang biasa," jawab Edgar.
"Baik, Tuan. Maaf, kenapa kita tidak antarkan nona ini pulang ke rumahnya saja?" tsnya Rex.
"Rex, sejak kapan kamu boleh ikut campur urusan saya, hmm?" tanya Edgar dengan raut wajah datar dan dingin.
"Maafkan saya, Tuan," kata Rex.
"Hmm," deham Edgar.
Rex melajukan mobilnya perlahan sambil sesekali melihat ke belakang.
Tring tring tring
Ponsel Edgar berdering. Dia langsung mengangkat telepon itu.
"Kasihan gadis itu. Apakah dia akan menjadi korban seperti yang lainnya? Ada apa dengan keluarga tuanku ini? Mereka terus berbuat hal yang merugikan orang lain," gumam Rex.
"Rex, kamu bisa fokus menyetir saja, jangan melihat kebelakang!" teriak Edgar.
"Maaf, Tuan," balas Rex sambil fokus menyetir.