"Tapi, Ibu sungguh muak! Ibu tidak akan membiarkan dia tetap di sini, jangan harap Ibu akan mengasihani manusia busuk sepertinya!"
"Dan jangan bilang kalau kamu masih belum percaya dan masih ingin membebaskan dia dari tanggung jawabnya."
"Satu yang harus kamu tahu Ken, satu kebusukan yang terbongkar pasti akan ada kebusukan lainnya yang akan terbongkar lagi. Dan kamu sudah dengar dan lihat sendiri betapa liciknya wanita ini? Kamu lihat dan dengar sendiri kan jika dia hanya memanfaatkan keluarga kita, dia itu musuh dalam selimut!" seloroh Dena menggebu-gebu.
"Nyawa harus dibayar nyawa!" tekannya menatap sengit Zevanya yang masih terkulai lemas di atas lantai marmer yang dingin menyentuh kulit.
"Ya, aku juga setuju apa yang dikatakan oleh Ibu, nyawa harus dibayar nyawa! Tapi Ken rasa kita lebih baik membawa dia di sini, agar kelicikan dia bisa kita pantau. Siapa tahu setelah dia berhasil membunuh Kak Kai dia akan membunuh salah satu dari kita," jawabnya melirik Vanya malas.
"Itu pasti Ken, pasti dia ingin membunuh kita semua, makanya Ibu takut jika dia masih di sini, berkeliaran di rumah kita."
"Ibu tenang aja, Ken pastikan kita tidak akan kecolongan lagi, serahkan dan percayakan semuanya pada Ken."
"Ken juga tidak akan memaafkan ataupun membela dia, bahkan tidak akan pernah memaafkan dia. Ibu tenang saja, semua perbuatan dia pasti akan Ken balas berkali-kali lipat."
Sepasang mata elang milik Kennard terus memandang Zevanya dengan tatapan iblis. Mata tajam itu seolah ingin menelan hidup-hidup tubuh Vanya. Rasa benci dan dendam yang sudah menempel dalam dirinya seolah tak akan bisa luntur dengan tatapan sendu milik Vanya, padahal dulu tatapan itulah yang membuat Ken yakin jika gadis yang dibawa oleh Ayahnya itu seorang gadis yang baik dan bisa membuat keluarganya lebih berwarna.
Namun, harapan tinggal harapan. Semua angan seolah meluap begitu saja ketika ia melihat dan mendengar jika gadis yang ia yakini baik ternyata menyimpan segudang kebusukan yang membuat rasa dendam dan benci itu kini menguasai hatinya.
'Gue bersumpah hidup lo tidak akan tenang dan gue bakal membalas perbuatan lo lebih pedih dari apa yang telah lo lakuin sama keluarga gue. Mulai detik ini hidup lo ada dalam kuasa gue,' geram Ken dalam hati menatap tajam Vanya dengan kedua tangannya mengepal kuat.
"Dasar wanita iblis! Apa kau sekarang merasa puas hah? Setelah ini siapa lagi yang ingin kau bunuh? Siapa hah?! Apa gue sasaran lo selanjutnya?!" bentak Ken seraya meludah ke samping.
"Kak, dengarkan aku dulu," pinta Vanya seraya menyeret tubuhnya mendekati Kennard. Kedua tangan kecil itu berusaha menggapai kaki Kennard.
"Kak Ken," panggilnya mendongak dengan kedua tangan masih bertengger di kaki Kennard.
"Dengerin aku dulu Kak, Kakak tolong jangan mudah percaya dengan omongan orang yang tidak ada bukti valid-nya Kak. Tidakkah Kakak percaya sama aku? Bukankah selama ini aku selalu bersama dengan Kakak? Bukankah Kakak juga tahu jika selama ini aku tidak mungkin keluar rumah sendiri tanpa Kakak atau Kak Kaira? Jadi bagaimana bisa aku bisa bertemu dengan pria itu? Gimana aku bisa bersekongkol dengan dia? Kakak tahu aku jarang keluar bahkan tidak pernah keluar. Lantas, apakah Kakak masih mempercayai jika itu semua ulahku?"
"Kak Ken orang yang sangat pintar dan tidak mudah dibohongi, dan aku yakin jika Kakak bisa berfikir jernih tentang apa yang dikatakan oleh orang itu. Dan tolong jangan menelan mentah-mentah omongan orang yang Kakak sendiri tidak yakin akan kebenaran itu," seloroh Vanya mencoba menyadarkan Kennard dan keluarganya jika dirinya tidak layak untuk dihakimi dan disalahkan.
Kennard seketika terdiam mendengar ucapan dari Vanya. Batinnya berperang dan mencoba menyangkal ucapan dari adik angkatnya tersebut.
"Bukti itu sudah valid! Semua bukti sudah mengarah ke kamu dan kamu masih ingin mencoba menyangkal itu? Nomor rekening, nomor ponsel, wajah serta suara itu semua milikmu bodoh! Kau jangan mencoba untuk membodohi dan menipu kami lagi!" teriak Dena cepat dan menyentak kasar kedua tangan Vanya dari kaki Kennard.
"Lepaskan tangan kotormu itu dari tubuh anakku! Tangan kotor penuh dosa itu tak layak menyentuh kami!" sentaknya mendorong tubuh Vanya hingga membuat Vanya kembali tersungkur.
"Kau tak ada bedanya dengan seonggok bangkai di keluarga kami, kau sungguh busuk dan harus dibuang dari rumah ini!" teriaknya lagi.
'Gue harus selidiki lagi kasus ini, dan gue juga harus membuktikan keaslian bukti ini, ya gue harus membuktikan itu,' gumam Ken dalam hati dengan telinga dan mata terus mengawasi Ibu dan adik angkatnya itu.
Di saat sepasang Ibu dan anak sedang bercengkrama, Bram yang masih berdiri tak jauh dari mereka. Dirinya masih terdiam membisu menatap seorang anak perempuan yang tengah menangis tersedu tertunduk di lantai. Jika menatap wajah lugu itu Bram masih tak menyangka akan apa yang terjadi hari ini. Sosok perempuan yang ia besarkan dengan kasih sayang dan limpahan cinta justru mampu dan tega membuat luka di hatinya yang tak akan mungkin bisa sembuh.
Sosok perempuan yang sangat ia harapkan akan bisa membuatnya bangga dan bisa membantunya mendapat limpahan pahala dari sang pencipta justru sosok itulah yang membuat hidupnya hancur. Hancur berkeping-keping dan tak akan pernah bisa tersusun rapi menjadi sempurna lagi.
Separuh jiwanya hilang karena sesosok perempuan yang dulunya sangatlah menyejukkan hati kini telah pergi. Entah dosa apa yang telah ia buat hingga dunia yang penuh warna itu kini berubah menjadi kelam dan gelap.
Tawa yang setiap hari selalu menghiasi harinya kini sirna dalam sekejap. Tawa dan warna hidupnya ikut mati terbawa oleh jasad sang anak yang sudah terkubur tanah. Dunianya runtuh dan benar-benar runtuh. Kini dirinya linglung tak tahu harus bagaimana untuk melanjutkan hidup.
Dulu, saat ia tak tahu akan kenyataan hari ini, dirinya masih berharap dunianya akan tetap berwarna walaupun tak seperti dulu karena masih memiliki seorang gadis yang juga ia banggakan. Namun, kini dirinya seolah tak memilki Warna lagi, anak yang ia angkat dan ia anggap sebagai anak kandung justru dialah yang merenggut warna hidupnya.
Kebaikan yang ia lakukan justru menyebabkan masa depan anaknya dan juga dirinya hilang. Zevanya Stephanie, satu nama yang tertulis di otaknya. Satu nama yang ingin ia benci. Namun, hingga detik ini dirinya masih belum sanggup membenci gadis sekecil itu, tetapi tak ada pembenaran dalam setiap kejahatan.
'Tuhan, apa dosaku begitu menggunung hingga engkau juga memberikan aku luka yang sangat menyayat? Kenapa harus perempuan itu yang membuka luka hatiku Tuhan? Kenapa? Dosa apa yang aku punya di masa lalu hingga aku mendapat ganjaran yang sungguh pedih? Sanggupkah aku untuk membenci sesosok perempuan yang dulu aku anggap malaikat itu? Kenapa harus dia Tuhan?!' tanya Bram dalam hati.
'Hati yang tulus mencintai nyatanya tak semudah itu untuk membenci. Walaupun sebanyak apapun kau memberi luka, hati ini tetap memilihmu.'