"Kau!" tunjuknya pada Johan yang kini kembali terduduk di kursi kayu karena pria itu tampak lemah dan tak sanggup lagi untuk menopang tubuhnya sendiri.
"Apa lagi?" sahutnya malas dengan mata setengah terbuka.
"Apa memang dia yang telah mengirim sejumlah uang kepada kau bajingan? Apa kau tak sedang memanipulasi kami?"
"Bangun brengsek!" sentaknya menarik kerah baju Johan membuat lelaki itu terpaksa bangkit sembari berdecak kesal.
"Apa lagi yang kalian ragukan hah? Bukankah semua bukti sudah jelas? Dan kalian ingin mengetahui siapa yang ingin memusnahkan anak kalian kan? Dan sekarang kalian semua sudah tahu jika gadis itu pelakunya!" geram Johan memaksa membuka matanya walau terasa berat.
"Sedari tadi kalian tanya siapa yang mendalangi kasus kematian ini, dan setelah gue kasih tahu yang sebenarnya kalian masih bertanya lagi?!"
"Terserah kalian mau percaya atau tidak, itu urusan kalian. Yang jelas gue sudah berbaik hati dengan memberi tahu kalian orang yang kalian cari, kalau kalian masih ragu, kalian boleh bawa itu bukti ke pakar IT biar tahu kebenarannya!" imbuhnya panjang sembari melepaskan cengkraman kuat Bram dari kerah bajunya.
"Cukup! Gue rasa bukti yang dia tunjukkan kepada kita sudah cukup," sahut Ken dengan tangan kanan terangkat ke udara bermaksud agar Ayahnya tak lagi menanggapi ucapan dari Johan.
"Dan untuk lo bajingan, jangan harap setelah lo memberikan bukti ini, lo bisa bebas begitu saja! Itu tidak akan!" tekan Ken mutlak.
"Siapapun yang sudah berani mengusik keluarga gue, gue pastikan gue juga bakal membalas itu berpuluh-puluh kali! Ingat itu!" imbuhnya menunjuk kening Johan.
Sayup-sayup mata Johan kini kembali membelalak mendengar ucapan Kennard.
"Lo tadi udah bilang kalau lo bakal bebasin gue kalau gue kasih tahu siapa musuh lo itu? Kalau lo laki tepatin ucapan lo!"
Gelengan dan senyum smirk terlihat dari Kennard yang kini tengah menatap Johan dengan tatapan sinis.
"Siapa yang bilang kalau gue bakal bebasin lo? Gue cuma bilang kalau keluarga lo gak akan terlibat, bukan bebasin lo bajingan!"
"Siapapun tikus yang berani mengusik wilayah gue, bakal gue pastikan hidupnya akan hancur, dan akan menerima ganjaran yang pantas dari gue!" imbuhnya dengan seringai yang tercekat di wajahnya.
"Tapi gue udah nunjukin bukti itu sama kalian sialan! Lo kalau mau balas dendam itu bukan ke gue, tapi ke dia," tunjuk-nya kepada Vanya yang sedari tadi hanya terdiam karena masih shock dan merasa tak percaya akan kejadian yang menimpa dirinya.
"Karena dia yang nyuruh gue buat tabrak Kakak lo! Gue hanya disuruh sialan!" teriaknya hingga menunjukkan urat lehernya.
"Tapi lo juga salah bodoh!" benak Ken tak kalah keras.
"Lo terlibat, lo pelakunya dan lo yang sudah membuat nyawa Kakak gue melayang itu karena perbuatan lo sialan!"
"Sudahlah Ken, tidak usah kamu tanggapi lagi manusia iblis ini karena gak ada gunanya juga. Kamu cukup pastikan jika manusia ini gak bisa lepas dari tangan kita," ujar Bram sembari menepuk pelan bahu anaknya.
"Iya Ken, kamu hanya buang energi jika terus meladeni ucapan dia, jelas-jelas dia salah tapi masih berharap bisa bebas, seharusnya dia bersyukur karena dia masih bisa hidup sekarang, tapi gak tahu nanti," sahut Dena menimpali.
"Yang lebih penting untuk kita bahas saat ini hanya masalah dia," tunjuknya pada Vanya.
"Ibu benar-benar gak menyangka jika selama ini rumah kita menampung iblis," imbuhnya bersidekap dada dan menatap Vanya sinis.
"Bu, itu semua gak benar Bu," sahut Vanya cepat.
"Gak benar gimana maksud kamu? Udah deh gak usah mengelak lagi dan gak usah berakting seolah kamu itu manusia baik-baik! Karena kita sudah tahu akal busuk kamu itu! Semua bukti sudah ada di tangan kami, dan kami sudah melihat itu dengan mata
kepala kami sendiri, dan sudah dapat dipastikan jika bukti itu benar dan nyata adanya! Jadi tidak usah mengelak dan berpura-pura seolah kamu itu korban. Gak akan mempan akting kamu itu!"
"Tampang doang polos ternyata hati kamu itu busuk, bahkan kamu rela merencanakan hal gila terhadap orang yang sudah berbuat baik dan selalu tulus ke kamu? Dan masih layakkah kamu jika kami sebut sebagai manusia?" tanya Dena memandang Vanya lekat penuh kekecewaan.
"Kami tidak tahu apa kesalahan kami hingga kamu dengan tega melakukan itu kepada anak saya. Kamu telah menghilangkan senyum indah dan keceriaan anak saya yang tak bersalah! Apa salah saya hah? Apa salah anak saya? Apa?!" teriak Dena di depan wajah Zevanya.
"Apa kau tak memiliki rasa berterima kasih sedikit pun kepada kami? Kami yang telah memberi tumpangan kepada kamu selama ini, biaya sekolah dan juga makan kami yang tanggung, kami juga yang merawat dirimu hingga kini! Tapi apa? Tapi apa balasan yang kamu berikan kepada kami? Seharusnya kamu bersyukur karena kami, kamu bisa hidup sampai sekarang! Harusnya kamu bersyukur bukan menghancurkan keluarga kami!" teriak Dena melupakan segala amarah yang ada di dalam hatinya.
"Sekarang puas kamu telah menghancurkan keluarga kami hah? Puas kamu?! sentaknya menggoncang kedua bahu Zevanya.
"Tapi sumpah demi tuhan bukan aku yang melakukan itu Bu," sanggahnya.
"Jangan membawa-bawa nama tuhan!" geram Bram membentak Vanya.
"Bahkan kau tak pantas hanya sekedar mengucapkan nama tuhan karena kau bahkan lebih hina dari binatang dan iblis!"
Hantaman begitu terasa dalam hati Zevanya, kata-kata hinaan yang keluar dari mulut sang Ayah terlampau membuat ia merasakan sakit dalam hatinya.
'Apa benar apa yang baru saja aku dengar? Apa benar mulut yang selalu berkata lembut kepadaku sekarang berubah menjadi begitu kasar? Di mana Ayah yang selalu aku banggakan? Kenapa dia sama sekali tidak mempercayaiku sama sekali? Aku tahu jika bukti itu dibuat sedemikian rupa hingga membuat siapapun pasti akan terkecoh, tapi semua itu palsu. Aku gak mungkin melakukan hal itu, dan parahnya kenapa Ayah dan keluargaku begitu percaya terhadap lelaki yang sudah jelas menjadi pelaku di sini?" batin Vanya merintih sakit dengan kepala bercabang akan pertanyaan yang memenuhi otaknya hingga membuat kepalanya serasa ingin pecah.
'Tuhan, berikan aku petunjuk agar aku bisa meyakinkan keluargaku, berikan aku jalan untuk mengungkap ini semua,' batinnya penuh permohonan.
"Ken, telepon polisi sekarang juga untuk menyeret dua makhluk tak berguna ini! Ayah sudah muak melihat mereka!" titah Bram.
"Tunggu Yah, Ken rasa polisi bukan hukuman yang pantas untuk mereka, dan penjara juga terlalu ringan untuk manusia biadab seperti mereka. Ken rasa Ken memiliki cara tersendiri untuk memberi ganjaran kepada mereka, dan dapat Ken pastikan Ayah pasti akan setuju sama Ken," jawab Ken memberi usul.
"Hukuman seperti apa yang kamu maksud?" tanyanya melirik Ken yang tengah tersenyum menyeringai menatap Zevanya dan Johan bergantian.