Lontaran demi lontaran yang semakin membuatnya meradang. Vanya mengepalkan kedua tangannya erat sembari menatap Johan dengan sorot mata penuh emosi.
"Sebenarnya apa maksud anda memfitnah saya? Apa anda memiliki masalah dengan saya? Jika memang anda memiliki masalah dengan saya, harusnya anda bicara dengan saya baik-baik, bukan malah memfitnah saya dengan seperti ini!"
"Sekarang saya mohon kepada anda, sudahi permainanmu yang tidak berguna ini, karena saya dan keluarga saya sudah muak dengan permainan tak bermutu ini!"
"Kami hanya ingin jawaban kebenaran dari ini semua, dan anda juga hanya menjawab dengan jujur, bukankah itu mudah? Dan sekali lagi saya ingatkan, jangan pernah sekalipun anda memfitnah saya dengan tuduhan yang jelas-jelas tak pernah saya lakukan, karena saya jelas berbeda dengan anda, saya manusia yang memiliki hati dan kewarasan yang tinggi dan tidak mungkin saya melakukan apa yang anda tuduhkan kepada saya itu, berbeda dengan anda yang dengan entengnya membunuh seorang manusia seperti membunuh seekor nyamuk!" seloroh Vanya panjang menahan emosi yang membuat tubuhnya serasa mendidih.
Zevanya memang berniat tak akan terlalu ikut campur akan kasus tersebut, karena baginya mengetahui pelaku dan memastikan hukuman yang setimpal kepada pelaku, itu sudah cukup baginya, karena keadilan bagi Kaira-lah yang ia perjuangkan saat ini.
Namun begitu dirinya kembali diseret dalam kasus besar itu, ia tentu saja geram, belum cukup luka dihatinya karena ditinggalkan oleh Kaira dan kini ia harus menghadapi tuduhan Johan yang cukup menguras emosinya.
Deru nafas yang menderu pun begitu terdengar dari Vanya menandakan jika dirinya tengah berusaha mengontrol emosinya.
'Kenapa lagi dan lagi aku dituduh seperti ini? Ada apa sebenarnya ini? Kenapa orang ini ngotot sekali ingin memfitnahku? Apa memang dia mempunyai dendam sama aku? Tapi dendam apa, sepertinya melihat pun aku belum pernah, bagaimana bisa memiliki dendam kalau begitu," gumam Vanya dalam hatinya.
Meskipun emosi begitu mendera dirinya, tetapi di dalam benaknya banyak tanda tanya yang belum terjawab. Dirinya berubah menjadi berani seperti ini lantaran dirinya tak ingin keluarganya menjadi berspekulasi yang tidak-tidak terhadapnya, seperti Dena yang selalu menuduh dirinya pembawa sial hingga nyawa Kaira menjadi korban.
Johan yang mendengar seloroh panjang Vanya justru terkekeh pelan.
"Sudahlah Bos, akui saja kenyataan yang sebenarnya."
"Gue sudah menolong lo, dan maaf kalau gue gak bisa menutupi kebenaran ini, karena bagaimanapun gue gak mau keamanan keluarga gue terancam, jadi maaf ya Bos," celetuk Johan santai seraya menyunggingkan senyum smirknya.
"Berhenti memanggil saya dengan sebutan itu!" geram Vanya penuh penekanan dengan jari telunjuk menuding wajah Johan.
"Vanya kamu lebih baik kontrol emosi kamu dulu, biarkan pria itu menjelaskan dengan gamblang agar semuanya jelas dan tak berbelit seperti ini, jujur saja ini cukup membuang waktu jika pria ini ditanggapi dengan emosi, jadi biarkan dia menjelaskan kepada kita apa yang dia tahu dan siapa sosok yang menjadi Bos-nya dia," sahut Dena tanpa menatap Vanya karena dirinya merasa enggan untuk menatap wajah yang setiap harinya membuatnya emosi.
"Wajarlah Bu jika Vanya emosi seperti itu, jika Ayah yang berada di posisi Vanya juga pasti Ayah akan melakukan hal yang lebih kepada orang ini, mematahkan lehernya mungkin, tindakan Vanya juga tak berlebihan, dia hanya menyuarakan apa yang ada di hati dan pikirannya. Lagian siapa yang rela jika dirinya sendiri difitnah dengan begitu keji, pasti semua orang akan membela dirinya kan?" celetuk Bram sembari menatap Vanya lembut.
Dena terlihat memutar bola matanya napas mendengar ucapan sang suami.
"Ibu tidak menyalahkan tindakan Vanya kan? Ibu hanya bilang jika dia harus mengontrol emosinya agar permasalahan ini selesai. Lagian Ibu juga sudah tidak sabar ingin mengetahui siapa dalang utama dalam kasus ini, Ibu sudah capek dan tidak sabar ingin memberikan ganjaran kepada orang tersebut," ketus Dena.
"Jadi tidak ada salahnya kan kalau kita membiarkan pria itu menjelaskan atas ucapannya itu? Siapa tahu apa yang diucapkan itu memang benar," imbuhnya sembari melirik Vanya malas.
"Apa maksud Ibu? Vanya tidak mungkin terlibat dalam kasus ini, Ibu jangan termakan omongan bajingan ini! Bisa jadi dia hanya mengelabui kita dan menyembunyikan orang tersebut. Kita yang paling tahu siapa Vanya, dan kita tidak percaya akan ucapan pria itu," tukas Ken tegas.
"Maka dari itu, bukankah kita lebih baik mendengarkan penjelasan dari pria itu?"
"Apa lagi yang mau kalian dengar lagi? Gue udah jawab pertanyaan kalian jadi, jawaban seperti apa lagi kalian ini?!"
"Terserah kalian mau percaya sama gue atau tidak, gue gak perduli!" jelas Johan jengah mendengar ocehan dari keluarga Bram, walaupun dalam benaknya ia selalu memikirkan akan nasib keluarganya, dan dia sangat berharap jika keluarganya akan aman dari ancaman keluarga Bramantyo.
"Jelaskan maksud kamu itu yang telah menuduh anak saya! Memangnya apa lagi?!"
"Berapa duit yang telah kau terima hingga kau begitu takut dan melindungi Tuan-mu itu?" sentak Bram menendang kursi yang tengah diduduki oleh Johan.
"Cih! Kau adalah manusia biadab! Kau bahkan dengan gampangnya menghalalkan segala cara hanya demi sebuah uang, hingga nyawa orang tak bersalah pun kau bunuh."
"Dan sekarang apa kau merasa senang setelah melakukan hal itu? Apa uang itu cukup memberimu kepuasan dan kebahagiaan? Apa tidak ada sebesit saja rasa bersalah dari dirimu? Tapi aku rasa tidak, karena hatiku telah mati dan tertutup hanya demi sebuah kenikmatan sesaat, yaitu uang!"
"Hewan pun lebih berhati daripada kau! Lantas julukan apa yang pantas untuk manusia biadab sepertimu?! Dan iblis pun aku rasa lebih mulia daripada kau!" teriak Bram.
"Tapi memang itu kenyataannya! Gue disuruh anak angkat kalian ini, dan dia yang sudah membayar gue buat mencelakai anak kalian!" balas Johan tak kalah sengit.
"Bohong! Tolong jangan percaya sama dia Yah, semua yang diucapkan dia itu hanya sebuah bualan belaka, aku gak mungkin setega itu. Tolong percaya sama aku Yah," sanggah Vanya sembari menatap Bram intens agar Bram percaya akan ucapannya.
"Bohong? Siapa di sini yang sedang berbohong Bos? Sudahlah Bos, tolong jangan libatkan gue lagi, karena gue ingin hidup tenang dan tidak ingin keluarga gue terkena imbasnya hanya demi menutupi lo," seloroh Johan kembali menyudutkan Vanya.
"Tapi memang apa yang anda ucapkan itu tidak benar! Saya tidak pernah membayar anda untuk melakukan hal keji itu, dan tidak mungkin juga saya bisa membayar anda dengan sejumlah nominal yang tentunya sangat fantastis, gak mungkin saya punya uang itu," bantah Vanya tetap kekeh menyangkal ucapan Johan.
"Apa benar apa yang dikatakan dia? Benarkah selama ini saya menampung seorang iblis? Jawab?!"