Chereads / Denting sendu / Chapter 11 - Pecundang

Chapter 11 - Pecundang

Hening. Untuk sesaat suasana ricuh kini berubah menjadi hening dalam sekejap. Semua orang yang berada di sana tak percaya akan ucapan yang dilontarkan oleh Johan. Terutama Zevanya itu sendiri, dirinya merasa bingung akan situasi yang terjadi saat ini. Ia tak mengira jika pria yang berada di tengah-tengah kerumunan itu tiba-tiba mengucapkan namanya dengan lantang. Dirinya sungguh tak mengenal sosok Johan, namun entah atas dasar apa hingga pria tersebut bisa dengan mudah dan entengnya menyebut dan menuduh dirinya sebagai dalang di balik kematian Kaira.

Kebingungan membuat semua atensi menatap Vanya dengan tatapan tak percaya, dan tatapan itu membuat Vanya bertambah bingung.

'Kenapa pria itu menuduh aku? Kesalahan apa yang sudah aku lakukan? Aku tak pernah merasa kenal dengan dia, tapi kenapa mulut dia begitu enteng menyebut namaku sebagai Bos dia? Apa yang sebenarnya terjadi ini?' Otak Vanya penuh akan tanda tanya. Ia sungguh tak mengira jika dirinya justru akan difitnah sekejam ini.

Kesenangan dan kebahagiaan yang tadinya menyapa hati kini berubah pilu. Kesenangan karena kebenaran dan keadilan untuk orang tersayangnya akan segera ia raih, namun apa? Pahit justru ia dapat, ia terhempas ke dasar samudera setelah mendengar lontaran Johan yang baru saja terdengar di indera pendengarannya.

"Apa yang kau ucapkan? Kau jangan menuduh orang dengan sembarang demi menutupi keburukan yang kau punya sialan!" bentak Bram emosi dan dirinya tak percaya akan ucapan Johan, karena ia begitu kenal dengan sosok Vanya yang lembut dan penyayang, sosok yang mampu membuat hatinya teduh kala melihat senyum dan wajahnya.

"Kau tarik ucapan itu sebelum aku memotong lidah busuk itu brengsek!" teriaknya lagi.

Bram, adalah orang pertama yang sangat tak mempercayai dan menyangkal akan ucapan dari Johan. Bram, pria yang sudah menjadi Ayah bagi Vanya itu sudah menaruh kepercayaan tinggi terhadap Vanya dan dalam kesehariannya, dia juga dapat merasakan betapa Vanya menyayangi keluarganya dengan tulus.

Dan begitu ia mendengar tuduhan yang dilayangkan terhadap Vanya, tentu saja ia akan menjadi garda terdepan untuk anaknya.

'Sialan, pria ini berani sekali membuat anakku mati dan sekarang dia dengan mudahnya menuduh Vanya. Akan aku pastikan mulutnya akan membusuk karena telah berani berucap buruk terhadap anakku,' geram Bram dalam hatinya.

Berbanding terbalik dengan kebingungan yang tengah melanda keluarga Bramantyo, Johan yang menjadi terdakwa justru terkekeh dan tersenyum remeh. Dirinya seakan tak pernah takut akan keluarga Bramantyo, walaupun dalam hati ia tak henti terus mengumpat karena rasa sakit dan perih semakin mendera tubuhnya.

"Kenapa kau tak percaya? Bukankah kalian tadi terus mendesak untuk mengetahui siapa orang yang telah menyuruh gue buat menghabisi nyawa anak kalian? Dan setalah kalian mengetahui siapa orang tersebut, kalian justru tak percaya? Apa mau kalian sebenarnya?" ujar Johan menyahuti Bram dengan kekehan kecil.

"Kami memang ingin mengetahui siapa dalang sialan tersebut, tapi jangan harap kamu bisa mempermainkan kami! Kami hanya mau kebenaran, dan jangan sekalipun kau memfitnah Vanya!" bentak Dena bergejolak amarah dengan tangan menunjuk wajah Johan.

"Kau berbicara seperti itu hanya untuk membela diri kan? Kau ingin menutupi orang tersebut dan memfitnah orang lain, imbalan apa saja yang telah dia beri hingga kau begitu melindungi orang tersebut?"

"Apa kau anggap pertanyaan kami hanya sebuah guyonan belaka? Atau kau menganggap kami sebagai pion hingga mudah kau mainkan hingga nyawa orang tak berdosa melayang karena ulah manusia iblis seperti dirimu?!" teriak Ken memancarkan api kemarahan dari matanya.

Ken merasa sungguh lelah menghadapi lelaki yang bernama Johan tersebut, dirinya merasa dipermainkan oleh Johan, apalagi setelah ia mendengar Vanya yang dituduh sebagai dalang utama, tentu saja ia akan meradang dan mudah percaya akan ucapan Johan.

"Gue mengatakan yang sebenarnya! Terserah kalian ingin percaya atau tidak, karena memang itulah kenyataannya!" sentak Johan.

Vanya sebagai tertuduh pun merasa geram akan tuduhan yang terus dilayangkan oleh Johan. Dengan langkah pasti, dirinya mendekat ke arah Johan dan menatap Johan dengan seksama.

"Atas dasar apa anda menuduh saya? Saya sedari tadi hanya diam setelah mengetahui bahwa anda-lah yang telah membunuh Kakak saya, tapi kini anda justru memfitnah saya dengan fitnah paling keji, dan kali ini saya tidak akan tinggal diam." Vanya mencoba berbicara setanah mungkin, karena ia tak ingin terbawa emosi.

"Saya tidak pernah mengenal anda sebelumnya, dan bagaimana anda bisa menuduh saya? Alasan apa yang membuat anda menuduh saya? Dendam apa yang anda punya kepada saya?" tanya Vanya beruntun dan terus menatap mata Johan secara intens.

"Dan saya sangat minta tolong kepada anda, jangan pernah melibatkan orang lain yang tidak salah hanya untuk menutupi kesalahan orang. Anda telah membuat dosa besar karena telah membunuh orang yang tidak bersalah, dan sikap yang anda ambil ini mengatakan jika anda ialah seorang pecundang! Dengan dosa yang telah anda buat, harusnya anda bertaubat dan mempertanggung jawabkan perbuatan anda, memberi kebenaran dan kenyataan yang anda tahu, bukan justru menuduh orang dan menutupi kebenaran itu!" imbuh Vanya penuh ketegasan.

Vanya yang sejatinya pendiam dan pasrah, kini ia terlihat berbeda. Vanya terlihat begitu membela dirinya karena memang dirinya tak bersalah. Dirinya tak ingin orang asing berani menindas dirinya, dan bagaimanpun itu, Vanya akan selalu mengungkap kebenaran dan membuktikan kepada keluarganya bahwa ia tak bersalah dalam kasus ini.

'Ibu mungkin bisa menghina dan memperlakukan aku dengan tidak baik, namun aku tidak akan membiarkan orang yang sama sekali tidak aku kenal ini berani menindas aku! Aku akan membuktikan jika aku memang tidak bersalah, karena tuduhan yang dilayangkan oleh pria ini bisa membuat Ibu semakin membenci,' gumam Vanya dalam hati.

Mendengar ucapan lantang dari Vanya cukup membuat orang yang mengenal Vanya tercengang, mereka tak menyangka jika gadis lemah lembut, dan irit bicara itu bisa berbicara panjang dan lantang kepada Johan. Gadis pendiam itu terlihat berani membela dirinya dan membuat Bram serta Ken menatapnya kagum.

'Gak nyangka gue kalau Vanya bisa seberani ini, salut gue,' gumam Ken tersenyum dalam hati.

"Yang dikatakan oleh Vanya itu memang benar, lo itu hanya seorang pria pecundang! Pria lemah! Lo berlindung dibalik orang lain untuk membuat diri lo sendiri bebas kan? Apa lo tak malu dengan tubuh besar dan tato yang menghiasi tubuh lo itu?! Ck! Tubuh preman tapi hati kayak bocah!" bibir Ken memandang Johan remeh.

"Dan perlu lo tahu jika semua yang kita lakukan terhadap lo itu belum seberapa, karena kita sudah menyiapkan surprise buat lo. Apalagi lo terus bermain-main, sepertinya bakal menyenangkan juga kalau Anita, adik lo ikut permainan ini," imbuh Ken tersenyum smirk.

"Sialan! Lo udah janji gak bakal melibatkan keluarga gue! Jadi gue harap lo pegang omongan lo itu!" seloroh Johan cepat.

"Terserah kalian ingin percaya akan omongan gue atau tidak. Tapi satu hal yang perlu kalian tahu, kalau kalian semua itu bodoh!"