"Dia adalah orang yang selama ini berada di dekat kalian, bahkan sangat dekat."
"Dan gue yakin seribu persen jika kalian tahu siapa orang itu pasti kalian akan sangat terkejut, karena orang itu sudah lama berada di dekat kalian. Orang itu memiliki topeng yang cukup tebal hingga kalian tak menyadari siapa musuh kalian sendiri, walaupun orang tersebut ada di dekat kalian. Itu artinya musuh kalian yang terlalu cerdik atau kalian saja yang terlalu bodoh hm?!" seloroh Johan panjang sembari menyeringai.
Walaupun dirinya sudah tak memiliki tenaga walaupun hanya sekedar untuk berucap, tapi Johan tetap kekeh untuk mempermainkan keluarga Bramantyo. Meskipun secara pribadi dirinya tak memiliki dendam khusus terhadap keluarga Bramantyo, tetapi saat ini ia menjadi dendam terhadap Kennard karena telah berani membuat wajahnya tak terbentuk lagi.
"Gue rasa pelajaran kecil yang gue berikan tak juga buat lo jera atau menyesal, apa lo masih belum puas merasakan pukulan dari tangan suci gue ini?!" Ken merasa sudah habis kesabarannya karena terus diuji oleh Johan.
"Bahkan sedari tadi lo terus mengoceh dengan kata yang terus berulang, apa hanya itu kosa kata yang lo tahu? Apa harus gue potong lidah lo baru kosa kata lo bertambah?!" imbuhnya menyeringai dengan mata tak pernah lepas dari Johan yang terus saja terbatuk-batuk.
Kennard berusaha menahan emosinya agar ia mendapat jawaban siapa dalang utama dari penyebab Kaira meninggal, namun sepertinya musuhnya ini sudah terlalu lama bermain dengannya.
'Kau ingin terus memancing emosiku rupanya? Baik, gue ladenin lo Setan!' umpatnya dalam hati.
"Kau ingin terus mempermainkan kita sialan? Ok! Karena kesempatan yang gue kasih lo sia-siakan, maka gue dan anak buah gue dengan senang hati akan meladeni permainan murahan yang lo ciptakan sendiri," tutur Ken memandang wajah terkejut dari Johan dengan sinis.
Dengan gerakan tangan, Ken memerintahkan kedua anak buahnya yang berada di dalam ruangan itu untuk mendekat dan kembali menghajar Johan tanpa ampun.
Kini, dirinya yang menjadi penonton akan pertunjukan yang begitu menyenangkan baginya, yaitu melihat musuh sekaligus orang yang kini menjadi orang paling ia benci teraniaya.
Dengan kedua tangan melipat di depan dada, dirinya tetap tak mengalihkan pandangannya, dan dirinya tak menghiraukan keluarganya yang ikut serta menjadi penonton akan aksi keji tersebut, karena dia sangat yakin jika keluarganya pasti akan melakukan hal yang sama seperti dirinya kepada Johan, orang yang telah merenggut nyawa Kaira dengan cara mengenaskan.
Anggapan Ken terhadap keluarganya memang tak salah, karena Bram dan juga Dena tak sedikit pun merasa kasihan terhadap Johan, justru mereka merasa jika hukuman yang diberikan oleh Ken masih kurang, dan mereka juga merasa kurang puas jika tangan mereka belum juga membalas dendam terhadap Johan. Akan tetapi, mereka harus menahan keinginannya karena yang mereka butuhkan saat ini ialah jawaban atas siapa dalang utama akan kecelakaan yang merenggut nyawa Kaira, karena pernyataan itu masih menjadi tanda tanya besar bagi mereka.
Berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Ken dan juga kedua orangtuanya, Vanya yang juga masih tetap berada di ruangan eksekusi itu, dirinya merasa bingung akan situasi yang saat ini sedang terjadi. Perasaannya bercampur aduk, antara marah namun juga kasihan. Ia merasa marah, bahkan sangat marah setalah mengetahui jika orang yang saat ini terlihat tak berdaya bahkan sudah tak sadarkan diri itu pelaku tabrak lari dan menyebabkan Kakak yang sangat ia sayangi itu meninggal, namun ia juga merasa kasihan dan iba akan kondisi Johan, karena bagaimanapun juga, mereka sesama manusia dan tak sepantasnya melakukan tindakan kriminal, Vanya berharap jika Johan dibawa ke pihak berwajib untuk menebus dosanya daripada harus dihakimi seperti itu.
Namun, tujuan dan fokus Vanya tetaplah sama dengan keluarganya, yaitu untuk mengetahui siapa pelaku utama dari skenario yang telah tersusun rapi itu, dan dirinya juga sangat menanti jawaban dari Johan.
'Semoga pria itu mendapat hidayah dan kembali ke jalan yang benar, agar ia bisa mendapat ampunan, dan yang jauh lebih penting semoga saja pelaku utama itu segera ditemukan agar Kak Kai bisa tenang di surga.'
'Keadilan menantimu Kak, walaupun kini kita berbeda alam, tetapi kita harus tetap berjuang bersama untuk mendapat keadilan,' gumam Vanya dalam hatinya.
"Cukup! Kalian boleh mundur kembali, bajingan ini sudah tak sadarkan diri rupanya," ucap Ken menghentikan aksi yang bisa dikatakan sebagai pengeroyokan.
"Setelah dia menjawab pertanyaan tentang siapa pelaku dibalik kasus ini, Ayah minta sama kamu untuk memberikan hukuman yang lebih layak untuk dia, kalau bisa hilangkan nyawa dia juga. Dan tentu saja Ayah akan selalu ikut andil untuk memberi ganjaran untuk iblis yang berwujud manusia ini," seloroh Bram kepada Ken dengan raut penuh amarah.
"Itu tentu Yah. Ayah tenang saja Ken pasti tidak akan pernah melepaskan mereka, terutama dalang itu," jawab Ken serius.
Tidak ada rasa kasihan ataupun iba yang saat ini Kennard rasakan, karena baginya rasa kasihan hanya ditujukan untuk manusia, bukan manusia yang menjelma menjadi iblis. Terbukti kini Kennard tengah melangkah mendekat kepada Johan dengan tangan memegang sebuah botol wine yang sudah disiapkan oleh anak buahnya.
"Kau terlalu cepat untuk pingsan, bahkan kita baru menyerang lo dengan tangan kosong. Ck! Lemah!"
"Dan karena lo sudah terlalu lama bermain dengan kita, mari kita ladeni permainan lo itu," ujar Ken tersenyum smirk sembari tangannya menuangkan wine tersebut ke tubuh Johan yang terluka.
Perih, tentu saja itu yang Johan rasakan hingga dirinya tersadar dari pingsannya.
"Sialan! Apa yang lo lakuin hah?!" geramnya dengan suara yang lirih tentunya.
"Gue hanya membantu lo mengembalikan kesadaran lo, cukup baik bukan gue?" sahutnya terkekeh penuh arti.
"Sialan!" desis Johan menahan perih yang menjalar dari tubuhnya.
'Sialan kau bocah! Gue pastikan gue bakal membalas setiap perbuatan yang sudah lo lakuin ke gue, lo memilih lawan yang salah bocah!' batin Johan bergemuruh penuh amarah karena ia diperlakukan layaknya binatang yang bisa sesukanya Ken mainkan.
"Lo terlalu lama bermain dan membuang waktu kami yang berharga. Dan untuk kesekian kalinya gue tanya ke lo, siapa orang yang sudah berani bermain dengan keluarga Bramantyo? Siapa yang orang yang telah membuat skenario menjijikkan ini? Jawab sekarang juga atau keluarga lo yang akan menanggung perbuatan keji Leo?!" bentak Ken dengan suara yang tinggi hingga memenuhi ruangan tersebut.
Ken pun menunjukkan ponselnya kepada Johan yang menampilkan foto keluarga dari Johan, dan tentu saja Johan semakin gelagapan, karena sebejat-bejatnya dirinya, ia tak mungkin rela jika keluarganya terluka karena perbuatan dirinya.
"Ok! Gue bakal kasih tau lo siapa orang yang telah menyuruh gue buat tabrak Kakak lo itu. Tapi, jangan lo sentuh keluarga gue seujung kuku sekalipun," jawab Johan.
"Sorry Bos, karena gue harus mengingkari perjanjian kita, karena gue gak mau keluarga gue terlibat dalam masalah ini," ucap Johan melirik keluarga Bramantyo.
Sontak, ucapan Johan pun menuai berbagai asumsi, mereka bertanya-tanya siapa orang itu? Mengapa Johan menatap keluarga Bram? Apa mungkin? Mereka semua berusaha menyangkal pikiran negatif tersebut.
"Maaf Bos, gue harus mengatakan ini."
"Orang yang telah menyuruh gue dia adalah Vanya."