"Ken," panggil seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan sempit itu.
Melihat seseorang masuk ke dalam ruangan itu, Ken pun beringsut mundur menjauh dari Johan.
"Kamu ngapain ada di sini Ken? Dan siapa orang itu" tanya orang tersebut yang tak lain ialah Bram, ayah Kennard.
"Ayah kenapa cepat sekali sampai sini? Ayah ke sini sendiri?" tanya Ken balik tanpa menjawab pertanyaan dari sang ayah.
"Karena Ayah masih penasaran akan ucapan kamu tadi. Dan Ayah ke sini juga sama Ibu dan Vanya, mereka ikut," jawab Bram dengan mata tak lepas dari sosok pria yang terlihat tak berdaya dan terikat di sebuah kursi.
"Lalu mereka ada di mana?"
"Ada apa Ken? Kamu ini bikin Ibu jantungan!" sahut Dena yang kini ikut berada di satu ruangan yang sama.
"Apa maksud ucapan kamu tadi? Kamu jangan bikin kami mati penasaran karena dengar ucapan kamu tadi!" omel Dena.
"Lagian kamu itu ngapain sih ngomong cuma setengah-setengah, kalau ngomong tuh yang jelas biar gak bikin kita penasaran! Sekarang coba kamu jelaskan apa maksud omongan kamu itu, Ibu mau dengar dengan jelas tanpa setengah-setengah!"
"Dan jangan kamu bilang kalau ucapan kamu tadi itu hanya sebuah kebohongan belaka!" imbuh Dena menatap Ken penuh selidik.
"Bukan maksud Ken gitu Bu, tapi tadi Ken benar-benar terburu-buru jadi Ken hanya bisa jelasin secara singkat," tutur Ken dengan nafas yang masih memburu.
"Tunggu! Dia siapa Ken? Kenapa dia babak-belur dan diikat gitu? Kamu gak lagi melakukan hal buruk kan Nak?" tanya Dena menyela Kennard.
Sedari tadi Dena memang tak memperhatikan sekitar, namun saat dirinya menoleh ia langsung tersentak kaget melihat pemandangan memprihatinkan itu. Bahkan saking penasarannya, dirinya sampai mendekat untuk mengamati wajah yang sudah tak berbentuk itu.
"Kamu aniaya anak orang Ken?" pekiknya tak percaya.
"Tenang dulu Bu, Ken bakalan jelasin apa yang sebenarnya terjadi dan apa maksud ucapan Ken tadi," sahut Ken santai.
"Cepat jelasin sekarang juga! Ibu gak mau kalau kamu jadi anak tak beradab gini dan mengotori tangan kamu dengan hal tak berguna!" seru Dena menatap tajam anaknya.
'Sepertinya Ibu sedang membicarakan dirinya sendiri, bukankah dia sendiri yang berperilaku biadab dengan selalu menyakiti fisik maupun perasaan aku?' gumam Vanya yang sedari tadi hanya menjadi penonton.
"Sepertinya lebih baik kita omongin ini di luar saja," usul Bram.
"Gak usah Yah, kita bicara di sini saja. Karena orang itu juga ada kaitannya dengan pembahasan ini." Ken menolak usulan Bram dengan mata memicing ke arah Johan yang hanya tertunduk lemas.
"Ya sudah kalau memang seperti itu, cepat katakan penjelasan yang ingin kamu jelaskan, karena kami sudah tak sabar mendengar itu sedari tadi!"
Ken tampak memejamkan matanya sejenak sembari membuang nafasnya kasar.
"Apa yang Ken ucapkan tadi itu memang benar, Ken tidak berbohong sama sekali akan hal itu, dan Ken juga gak mungkin berani berbohong akan hal seserius itu," terang Ken.
"Kalau memang apa yang kamu bicarakan tadi itu memang benar, di mana orang itu? Cepat tunjukkan di mana bajingan itu?" tanya Bram menggebu-gebu.
"Sabar dulu Yah, kita dengarkan penjelasan dulu dari Ken, jangan gegabah!" ujar Dena memberi peringatan kepada suaminya.
"Pertanyaaan pertama sudah Ken jawab, dan untuk pertanyaan kedua tentang orang itu-"
"Orang itu siapa?" potong Dena cepat.
"Bu!" tegur Bram menatap tajam istrinya.
"Orang itu, dialah pelaku atas kecelakaan yang merenggut nyawa Kak Kaira," jelas Ken lantang.
Ke-tiga orang itu hanya bisa mematung mendengar penjelasan dari Ken. Perasaan mereka campur aduk, antara senang, shock dan juga tak percaya.
"Ja-jadi dia orangnya? Apa kamu serius? Kamu sudah menyelidiki semuanya? Ayah tidak mau ada kesalahan atas penyelidikan ini."
"Ken yakin seratus persen Yah. Dia memang orang yang mengemudi mobil dan dia juga telah melarikan diri ke luar kota. Semua data dia ada di file itu," jawab Ken sembari menunjuk sebuah file melalui ekor matanya.
'Terimakasih Tuhan, terimakasih engkau telah mengabulkan doaku selama ini. Aku bersyukur atas kuasa-mu dan telah menunjukkan jalan bagi hamba untuk menyelesaikan masalah ini,' batin Bram tak henti-hentinya berucap syukur.
Tak jauh berbeda dari yang dirasakan oleh Bram, Vanya juga merasakan hal yang sama. Karena kini dirinya dapat bernafas dengan lega karena pelaku tersebut telah berhasil ditemukan.
'Terimakasih Tuhan! Kak Kai sebentar lagi kamu akan mendapat keadilan, dan kini kau bisa beristirahat dengan tenang,' batinnya.
Emosi yang kian menyeruak membuat Bram mengayunkan langkah kakinya mendekat dan langsung melayangkan pukulan kepada Johan.
Bugh ... bugh ... bugh!
"Sialan kau setan!" teriaknya hingga urat lehernya terlihat.
"Sudah Yah, jangan kotori tangan bersih Ayah dengan darah setan manusia itu, cukup Ken saja yang akan membalas perbuatan manusia keji ini," ujar Ken menahan kepalan tangan Bram yang akan memukul Johan kembali.
"Sampai mati sekalipun, aku tidak akan pernah memaafkan perbuatan kau setan!" teriaknya kembali.
"Tenang aja Yah, Ken tidak akan melepas begitu saja tikus yang sudah berani mengusik keluarga kita. Dengan tangan Ken sendiri, Ken akan membalas perbuatannya, Ayah tenang saja."
"Apa motif dia sampai berani membuat celaka Kaira? Apa kau punya dendam kepada keluarga kami? Atau kau punya dendam tersendiri terhadap Kaira?" tanya Dena lirih dengan berderai air mata.
Vanya yang melihat Dena menangis pun berinisiatif untuk menenangkannya dengan mengusap pelan bahu serta punggung Dena. Namun tindakan itu langsung ditepis oleh Dena, membuat dirinya tersenyum kecut.
'Disaat sedih sekalipun Ibu gak mau menerima sentuhan aku, bahkan di sini ada Ayah tapi sepertinya Ibu tidak perduli akan hal itu,' gumamnya dalam hati menatap kecewa kepada sang Ibu.
"Ken sendiri masih belum mengetahui motif dia yang sebenarnya apa, tapi sepertinya dia akan mengatakan sesuatu," sahut Ken mencengkram rahang Johan membuatnya mendongak.
"Bukankah kau ingin mengatakan sesuatu tadi? Cepat katakan sekarang juga siapa dalang utama dibalik kasus ini? Gue tahu kalau lo cuma orang suruhan!" tanya Ken tegas.
Johan yang masih sadar terlihat melirik seseorang dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Cepat katakan! Apa kau bisu hah?!"
"Se-sebelum gue mengatakan siapa dalan utamanya, saran gue lo siapin dokter terlebih dahulu, karena gue takut kalian akan mati mendadak setelah mengetahui kenyataannya," sahut Johan lirih namun masih terdengar jelas di telinga.
"Bacot! Katakan sekarang juga atau gue patahin leher lo sekarang juga?!"
"Orang itu ada di dekat kalian, bahkan sangat dekat, dia juga bahkan ada di sini."
"Dia adalah-"