Chereads / Denting sendu / Chapter 7 - Johan Mattew

Chapter 7 - Johan Mattew

"Pelaku tabrakan itu sudah ketemu."

Satu kalimat yang terucap dari mulut Kennard membuat ketiga orang yang masih tak beranjak sedikitpun dari sofa itu seketika menegang. Bahkan mereka tak percaya akan ucapan yang baru saja ia dengar.

"Apa aku salah dengar Bu? Apa kalian juga mendengar hal yang sama dengan apa yang Ayah dengar?" tanya Bram linglung.

Dena mengerjakan matanya mendengar pertanyaan dari sang suami, dirinya juga masih shock akan pernyataan dari sang anak.

"Ibu juga yakin jika telinga kita masih berfungsi normal. Tapi apa ini nyata? Atau Ken hanya bercanda?"

Bram mengedarkan pandangannya ke sudut rumahnya, ia baru menyadari jika Ken ternyata telah berlalu pergi dari hadapannya.

"Ke mana Ken?"

"Kak Ken tadi langsung pergi keluar Yah. Sepertinya Kak Ken sangat terburu-buru tadi," jawab Vanya.

Apa yang dirasakan Vanya juga sama dengan apa yang dirasakan oleh Bram dan juga Dena. Pernyataan Ken justru masih terngiang jelas di indera pendengarannya. Satu kalimat yang berhasil membuat hatinya merasakan campur aduk.

Shock dan juga bahagia, itulah yang kini ia rasakan. Kaget karena kabar yang sangat mengejutkan itu berhasil terkuak dengan tiba-tiba dan juga bahagia karena ia akhirnya bisa mematahkan persepsi buruk Dena terhadapnya.

'Semoga dengan pelaku yang telah ditemukan, kebenaran ini akan cepat terkuak. Dan dengan begitu, Ibu bisa menarik kembali persepsi negatif itu terhadapku. Semoga ya Tuhan, dan terimakasih karena engkau telah menunjukkan jalan kami untuk mengungkap kasus ini,' batin Vanya lega.

Senyum tipis mengukir indah di raut wajah Zevanya. Cahaya yang selama ini mereka cari akhirnya terlihat, karena dengan ditemukannya pelaku tersebut, selain untuk membuktikan jika dirinya tak bersalah, dirinya juga dapat memperjuangkan keadilan untuk Kaira, salah satu orang yang sangat berarti dalam hidupnya.

"Ken sudah pergi Nak? Kenapa cepat sekali anak itu pergi, bahkan Ayah belum sempat menanyakan ucapan dia," gerutu Bram sembari mengusap wajahnya kasar.

"Coba ditelepon saja Yah, biar kita juga bisa memastikan kabar itu," usul Dena.

"Vanya, coba kamu hubungi Kakak kamu. Tanya ada di mana dia sekarang," titah Bram.

Dengan segera, Vanya pun menghubungi Ken. Namun berkali-kali ia menghubunginya tak ada satu pun panggilan atau pesan yang terjawab.

Rasa penasaran pun semakin mendera ketiga orang itu. Mereka ingin sekali memastikan jika apa yang mereka dengar itu sebuah kenyataan, namun Ken justru mengabaikan panggilan dari Vanya.

"Gimana ini? Kenapa gak diangkat juga teleponnya? Dasar anak itu!" gerutu Dena.

"Mungkin Kak Ken masih di jalan Bu," jawab Vanya yang langsung di sambut dengan tatapan tajam dari Dena.

Sementara Vanya, dia tak menghiraukan tatapan tajam itu karena dirinya sudah sering mendapatkannya. Dia justru lebih memilih untuk tetap terus berusaha mengubungi Ken agar pertanyaan besar itu segera terjawab.

Berpuluh-puluh panggilan dan pesan yang ia kirim akhirnya mendapat satu balasan yang membuat ia tersenyum.

"Yah, Kak Ken menyuruh kita untuk menyusulnya ke alamat ini," jelas Vanya sembari menyebutkan alamat yang di kirimkan oleh Ken.

Kini ketiga orang itu langsung bergegas menuju alamat yang Ken sebutkan dengan hati berdebar cemas.

***

Sementara di lain tempat, Ken kini telah sampai di sebuah rumah yang cukup besar namun jauh dari pemukiman, rumah yang sering ia jadikan untuk berkumpul dengan para sahabatnya.

"Di mana bajingan itu?" tanyanya penuh emosi.

"Dia ada di sana Bos," jawab salah satu orang suruhannya.

Derap langkah yang begitu cepat dirinya memasuki sebuah ruangan yang berada di sudut rumah tersebut. Kedua tangannya mengepal dengan nafas yang memburu seolah dirinya sudah tak sabar untuk meluapkan segala emosi yang selama ini ia pendam.

'Akan ku habisi kau sialan!' batinnya geram.

Brakk! Suara pintu di tendang begitu keras oleh Ken.

Begitu masuk ke dalam ruangan persegi itu, mata tajam Ken seketika memerah memancarkan aura penuh amarah. Atensinya terkunci pada sosok pria yang kini tampak tak berdaya terikat di sebuah kursi kayu.

Kennard memejamkan kedua matanya dan berusaha mengendalikan emosinya yang meluap. Walaupun terasa sulit, tapi akal sehat Ken tetap berusaha untuk tetap tenang.

"Apa kau yakin dia orangnya?" tanyanya memastikan lagi.

Anak buahnya pun menganggukkan kepalanya.

"Benar Bos. Kami sangat yakin jika orang tersebut pelakunya. Semua bukti mengarah kepada dirinya," jawabnya penuh keyakinan.

Dengan tenang, Ken meraih file yang berisi bukti penyelidikan dan juga profil dari pelaku tersebut.

Setelah membaca semua profil tersebut, dirinya terlihat mengernyitkan keningnya heran. Dirinya merasa tak mengenal sosok pelaku tersebut dan orang tersebut juga terlihat begitu asing di matanya.

'Bukankah pelaku itu sudah mengincar keluarga gue dan merencanakan niat jahat ini? Tapi kenapa gue gak mengenal dia? Apa mungkin dia orang suruhan? Siapa dia sebenarnya?' gumam Ken berasumsi.

Kedua bola mata Kennard tetap mengamati wajah pelaku, namun dirinya tetap tidak mengenal sosok pria tersebut.

"Johan Mattew, siapa kau sebenarnya?" tanya Ken melangkah mendekati pria yang lebih tua dari dirinya itu.

"Bukankah kau sudah membaca semua dataku? Kau sudah tahu semuanya bukan? Lantas mengapa kau masih bertanya bocah?" jawab Johan memandang Ken remeh.

"Sialan!" desis Ken langsung melayangkan bogeman mentah tepat di wajah Johan.

"Cepat katakan siapa lo sebenarnya dan apa motif lo sama merencanakan ini semua?"

"Jawab bajingan!" teriak Ken tepat di depan wajah Johan.

"Gue gak ada motif apapun sama keluarga lo," ujar Johan tetap tenang walaupun ia merasa ngilu pada wajahnya karena terkena pukulan keras Ken.

'Sialan nih bocah!' gerutunya kesal.

"Lo bilang gak ada motif apapun sama keluarga gue, tapi lo bunuh Kakak gue brengsek!" geram Ken mencengkram kuat leher Johan.

Emosi Ken yang semula dapat ia kendalikan kini meluap, mendengar jawaban dari Johan seakan memancing emosinya, apalagi dengan melihat wajah Johan yang seakan tak memiliki rasa bersalah membuat emosinya menjadi semakin berkobar.

"Gue tanya sekali lagi, apa maksud dari tindakan busuk lo itu? Apa salah keluarga gue hingga lo dengan keji melakukan hal biadab itu? Cepat katakan!" desak Ken seraya melepaskan cengkeramannya.

"Gue sudah katakan sama lo kalau gue gak ada maksud apapun. Itu semua murni kecelakaan."

"Apa lo bilang? Kecelakaan? Kalau lo memang tidak sengaja melakukan itu harusnya lo tanggung jawab bukannya melarikan diri!"

"Tapi sayangnya kecelakaan itu bukan kecelakaan belaka, karena lo memang sudah merencanakan hal busuk ini!"

"Jangan lo kira gue gak tahu akan hal itu, dan gue janji dengan nyawa gue sendiri kalau lo bakal mati dengan tangan gue sendiri!"

Kedua tangan Kennard langsung melayangkan pukulan-pukulan bertubi-tubi di wajah serta tubuh Johan tanpa ampun dan disaksikan oleh beberapa anak buahnya.

Seperti kesetanan, dirinya terus melayangkan pukulan hingga wajah Johan penuh akan darah pun tak ia hiraukan.

"Tu-tunggu, gue melakukan hal itu karena-"