Satu per satu kancing di bajuku dilepaskan oleh Indra dengan begitu lembutnya. Dia sama sekali tak marah kepadaku atas kejadian kemarin. Dia hanya mengungkapkan rasa khawatirnya kepadaku. Dan aku menyukai itu.
"Aku akan melakukannya pelan-pelan. Jadi, Kamu tidak perlu setegang ini." Aku memang menunjukkan wajah yang cukup tegang. Mungkin karena rasa bersalah yang selama ini aku rasakan. Namun, berkat sikap lembut yang ditunjukkan oleh Indra, perlahan ketegangan itu berubah menjadi kelembutan yang terbuai oleh perasaan dan hangatnya suasana yang begitu intim.
Rasa lelah di tubuhku setelah seharian bekerja seakan runtuh. Indra yang seharian telah sangat bersabar menungguku pun seakan melampiaskan seluruh kesabarannya atas penantiannya yang sudah cukup lama. Aku mencintainya. Bahkan, jauh dari yang selama ini kubayangkan.
Betapa baiknya Tuhan kepadaku. Orang yang selama ini menjadi pelindung dan malaikat tak bersayap bagiku, kini semakin mendedikasikan hidupnya untukku.
"Besok Kamu masih harus bekerja. Apa tidak masalah kita lanjut lagi?" Suara Indra yang begitu lembut terlihat begitu mengkhawatirkanku.
"Tidak masalah. Selain Aku ingin membahagiakan suamiku, Aku juga bahagia melakukannya. Bahkan, sangat bahagia." Sejujurnya aku malu mengatakannya, tapi hal itu jauh lebih membuatku lega setelah aku mengatakan semua yang aku rasakan dan semula tertahan di dalam hati.
"Baiklah, kalau memang itu yang Kamu mau. Aku pun ingin membahagiakan istriku. Jadi, nikmatilah sepuasmu. Hati dan tubuhku, bahkan hidupku pun semuanya sudah menjadi milikmu.
Malam itu pun kami habiskan dengan penuh suara desahan yang tak tertahankan. Untung saja kamar hotel kedap suara. Jadi, kami tak perlu khawatir akan terdengar oleh orang lain. Lagi pula, semua kami lakukan dengan status yang sah baik dalam sudut pandang agama maupun negara.
Menjadi pasangan suami istri memang ada banyak manfaat dan kelebihannya. Hal-hal yang tak bisa dan tak boleh dilakukan oleh pasangan kekasih yang belum sah menurut agama dan negara, jadi ladang pahala bagi kami. Kali ini, aku benar-benar menikmati kebersamaanku dengan Indra. Rasanya kami kembali ke masa awal-awal menikah, sebelum beban untuk memperoleh keturunan berada di pundakku. Mungkin aku saja yang selama ini merasa terbebani, sementara Indra tidak. Namun, tetap saja walaupun aku tidak ingin menganggapnya sebagai beban, pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari orang-orang di sekitarkulah yang terasa semakin lama semakin membuatku tercekik dan susah bernafas.
Pagi pun datang. Indra sudah sangat bekerja keras semalam. Dia terlihat begitu kelelahan. Aku memutuskan untuk tidak membangunkannya terlebih dulu. Sementara, aku mulai bersiap untuk bergegas ke lokasi tempat aku harus kembali bekerja.
Setelah aku sudah siap berangkat, mulailah aku membangunkan Indra dengan sebuah kecupan mesra dan bisikan manja. Kalau dipikir-pikir, selama bersama Indra aku seperti sedang tidak menjadi diriku sendiri. Namun, mungkin sebenarnya inilah diriku yang sebenarnya dan selama ini tertutup oleh diriku yang lain yang sedang berusaha menjadi terlihat kuat dan tegar di mata orang lain.
Sebenarnya aku merasa berat harus berangkat kerja dan meninggalkan Indra sendirian di hotel, tapi karena tujuan awal aku pergi ke Malang adalah untuk bekerja, maka aku harus menyelesaikan kewajibanku terlebih dulu sebelum kembali menikmati waktu berkualitasku bersama suamiku tercinta.
"Sudah, tak perlu mengkhawatirkanku. Kamu fokus sama untuk menyelesaikan pekerjaanmu. Dengan secepatnya Kamu menyelesaikan pekerjaanmu, secepatnitu pula kita akan menikmati waktu kita berdua kembali," kata Indra sambil memelukku yang sudah bersiap untuk meninggalkan hotel menuju ke tempat kerja.
Aku pun bergegas karena jemputanku sudah tiba di hotel. Tujuanku dan tim adalah pergi ke Kota Batu. Ada kerja sama yang akan perusahaanku lakukan bersama pengelola salah satu tempat wisata yang ada di sana. Jadi, kami harus terjun ke lapangan dan bertemu dengan orang yang bersangkutan.
Tak kusangka, setibanya di lokasi aku malah bertemu dengan orang yang pernah aku temui di sebuah jalur pendakian. Kala itu dia bertindak seenaknya dan membuatku meninggalkan kenangan buruk di gunung yang sangat indah seperti Merbabu. Sampai-sampai hampir saja tinju Indra melayang di wajahnya.
Aku sempat melupakan kejadian itu setelah kenangan manis dan sangat indah digoreskan oleh Indra yang saat ini telah menjadi suamiku. Dia Antonio, orang yang pernah hampir mencuri celah untuh menciumku dengan segala taktik yang dia punya. Sungguh ironis ada orang modus dan sangat mesum seperti dia di jalur pendakian. Baruntung aku selalu berada di dekat Indra yang selalu menjagaku. Tak terbayang jadinya bagaimana jika saat itu Indra tak bersamaku.
"Wah, siapa ini? Ada wanita cantik yang dulu pernah jual mahal terhadapku. Eh, sekarang malah tanpa kuminta datang sendiri di hadapanku."
"Maaf, Saya datang kemari untuk menyelesaikan urusan pekerjaan. Saya sama sekali tidak ingin mengungkit masalah pribadi," tandasku kepada Antonio.
"Wah, galak sekali. Aku memang suka sekali dengan wanita galak sepertimu. Rasanya jadi merasa semakin tertantang!" Jawaban dari Antonio semakin membuat bulu kudukku merinding.
"Oh iya, di mana pangeranmu yang wajtu itu berusaha mati-matian menyelamatkanmu dari rayuan mautku?" Padahal aku sama sekali tak menganggap ucapan sampahnya saat itu adalah sebuah rayuan. Malah bagiku itu semua hanyalah sebuah pelecehan secara verbal. Untung saja aku masih baik dan tidak mengungkit-ungkitnya. Aku jadi penasaran tentang siapa dia sebenarnya dan untuk apa dia berada di sini.
"Oh iya, Aku lupa memperkenalkan diri. Kamu pasti tidak akan mudah melupakan wajah dan namaku. Soal posisi ... Aku adalah pemilik tempat ini. Memang tempat wisata dan penginapan sekaligus restoran di area ini semuanya milikku. Meskipun lahan dan usaha kami baru, tapi sudah tidak perlu diragukan lagi omset yang saat ini dan akan kami dapatkan beberapa tahun ke depan. Lokasi yang sangat strategis, strategi pasar yang sangat bagus, lokasi yang sangat menjual dan nyaman dengan dilengkapi oleh fasilitas lengkap, semua bisa Kamu lihat dan rasakan sendiri. Kalau Kamu mau, Aku juga dengan senang hati memberikan satu kamar gratis beserta isinya untukmu."
Tiba-tiba wajah Antonio mendekat ke arah telingaku dan berbisik, "Tentu saja isi yang kumaksud adalah diriku." Seketika ucapan si brengsek itu membuatku ingin segera berlari meninggalkannya.
"Sial! Kenapa harus bekerja dengan orang brengsek seperti dia!" umpatku dalam hati.