Chereads / Gadis Pendaki / Chapter 38 - Bab 38 Tak Mampu Bertahan Lama

Chapter 38 - Bab 38 Tak Mampu Bertahan Lama

Masalah pekerjaan sudah kuatasi dengan cukup baik. Tentu saja Indra turut andil dalam hal tersebut. Ketenangan yang keluarga kecil kami rasakan tak mampu bertahan lama. Pertanyaan-pertanyaan tentang kapan punya anak dan lain sebagainya kembali berdatangan dalam kehidupan rumah tanggaku bersama Indra.

Beruntung, Tuhan mendatangkan keajaiban sebulan setelahnya. Setelah aku pulang dari Malang bersama Indra dengan berbagai kejadian yang melengkapinya, Tuhan menitipkan malaikat kecil di antara aku dan Indra. Kesabaran kami selama bertahun-tahun akhirnya sudah terjawab. Memang apa yang kita butuhkan selalu datang di saat yang paling tepat.

Tepat Lima tahun pernikahanku, di tanggal yang sama aku memberikan hasil tes kehamilan itu kepada suamiku tercinta, Indra. Sebuah kotak kado kecil menjadi wadah hadiah paling istimewa dan paling kami tunggu-tunggu selama ini. Tentu saja Indra juga sebenarnya sudah menyiapkan kado istimewa untukku. Namun, yang pasti kado tersebut tak sebanding dengan apa yang kuberikan untuknya. Sebenarnya, aku sudah mengetahui hasil tes kehamilan itu seminggu sebelum hari peringatan pernikahan kami. Namun, untuk lebih meyakinkan diri, aku menyempatkan diri untuk pergi ke rumah sakit dan melakukan USG.

Aku sangat bersyukur bahwa hasil tes USG menyatakan ada kantong rahim yang melekat di rahimku dan sudah terlihat sebuah titik yang merupakan calon bayi dalam rahimku. Semakin lama titik itu akan semakin membesr seiring dengan berjalannya waktu. Tentu saja untuk mencapainya, aku harus banyak mengurangi aktivitas berat yang dapat membahayakan bayiku.

Kali ini, aku dan Indra merayakan anniversary pernikahan dengan bertukar kado dan makan malam romantis. Kami sengaja memesan sebuah villa di daerah Puncak, Bogor. Memang udara segar dan alam terbuka selalu berhasil menghangatkan suasana dan menciptakan kemesraan tersendiri bagiku dan Indra. Kado yang semula tidak kami ketahui satu sama lain tersebut mulai kami keluarkan masing-masing. Namun, sebelum membuka kado tersebut kami menikmati makan malam romantis terlebih dulu.

Indra mulai menyuapi makanan ke mulutku, begitu pun dengan aku yang melakukan hal yang sama secara bergantian. Senyuman lebar tergambar dari bibirku. Sampai-sampai Indra mulai curiga tentang apa yang sebenarnya ada dalam benakku.

"Kamu lagi mikirin apa, sih? Perasaan dari tadi senyum-senyum terus."

"Memangnya tidak boleh Aku senyum-senyum terus? Aku kan sedang senang, karena Kamu telah berhasil membuatku bahagia hari ini. Liburan di tempat sebagus dan sesejuk ini, menghabiskan waktu berdua dengan momen romantis seperti ini ... pokoknya Kamu telah berhasil membahagiakanku," jawabku.

"Bukannya biasanya juga Aku bersikap sama seperti hari ini? Yah ... walaupun memang tidak sespesial hari ini sih." Indra masih terlihat bingung dan penuh tanda tanya di wajahnya.

"Sudah ... sudah ... yang penting hari ini kita harus bahagia. Bahkan, tidak hanya hari ini, tapi juga seterusnya kita harus bahagia dan semakin bahagia dari hari ke hari." Dalam hatiku aku berkata, "Karena kini kita tidak hanya berdua, tetapi sudah bertiga, bersama sosok yang selama ini kita nantikan dan tunggu-tunggu."

"Oh iya, Sayang ... kali ini Aku ada kado yang sangat istimewa untukmu," ungkapku kepada Indra.

"Wah, benarkah? Apa nih isi kadonya? Aku jadi semakin penasaran," jawab Indra terlihat sudah tak sabar ingin membuka kado pemberianku.

"Eh, tunggu dulu dong! Aku ingin melihat isi kado pemberianmu kali ini. Kira-kira apa ya isinya? Bolehkan Aku buka sekarang?" Aku pun mulai membuka kado dari Indra setelah dia mempersilahkan untuk aku membukanya.

Sebuah kalung dengan bandul berisikan foto kami berdua menghiasi leherku sesaat setelah aku membuka kado dari Indra. "Wah, harusnya ada versi mininya nih, Sayang."

"Versi mini? Maksudnya?" tanya Indra yang sepertinya belum paham dengan maksud yang kusampaikan.

"Hehehe ... coba buka dulu kado dariku. Nanti setelah Kamu melihat apa isi kado dariku, Kamu pasti langsung mengerti maksud dari ucapanku barusan."

Indra pun kemudian segera membuka kado dariku sesuai dengan apa yang telah kukatakan padanya. Dia sangat terkecut dengan apa yang dia lihat. Saking merasa takjubnya, dia sampai tak bisa berkata-kata sampai beberapa detik dengan mata berkaca-kaca.

Kugapai tangannya, lalu kugenggam jemarinya. Aku berusaha meyakinkannya bahwa apa yang sedang dia lihat memang benar adanya. Dia akan segera menjadi seorang ayah. Aku sedang mengandung buah hati kami yang selama ini kami nanti-nantikan kehadirannya.

"Aku hamil, Sayang!" seruku pada Indra. Indra pun langsung berdiri dan memelukku dengan sangat erat. Aku tak kuasa menahan air mata. Air mata haru yang penuh dengan kebahagiaan malam itu menjadi kado terindah oleh Tuhan untuk aku dan Indra. Kepercayaan ini tidak akan kami sia-siakan.

Saking senangnya, Indra langsung memberitahukan kabar gembira ini kepada orang tua kami berdua, kakek dan nenek dari anak kami. Mereka terlihat samgat senang setelah mendebgar kabar bahagia tersebut. Langsung saja mereka berinisiatif untuk mengadakan acara syukuran sekaligus mendoakan bayi kami, demi keselamatan sang bayi maupun aku, ibunya.

Rencananya, aku dan Indra akan pulang besok pagi. Kami tak sabar melihat langsung wajah penuh kebahagiaan keempat orang tua kami tersebut. Ucapak syukur selalu tercurahkan ke pangkuan Tuhan Yang Maha Esa. Karena Dia-lah yang memberikan seluruh nikmat dan kepercayaan ini kepadaku dan Indra.

Naas. Tak begitu bagus nasibku dan Indra. Dalam perjalanan pulang, aku dan Indra mengalami kecelakaan akibat ada truk di belakang yang melaju dengan kecepatan sangat tinggi akibat rem blong.

Aku dan Indra sempat tak sadarkan diri. Sementara, orang tua kami mendapat kabar dari pihak kepolisian, sehingga dapat menyusul kami ke rumah sakit. Sayangnya, sepertinya harapan untuk bisa bertemu dengan si buah hati harus bisa kami relakan kembali. Kemungkinan untuk bisa menyelamatkan calon bayi mungil kami itu sangatlah tipis. Hanya keajaibanlah yang mampu merubah semua kemungkinan yang ada. Semua orang hanya bisa pasrah, sedangkan aku dan Indra sendiri masih terkulai lemah di atas ranjang pasien.