Chereads / Gadis Pendaki / Chapter 32 - Bab 32 Menguatkan Diri

Chapter 32 - Bab 32 Menguatkan Diri

Orang-orang semakin menjaga jarak dari Lesta. Sementara aku, kini lebih tegas ketika orang lain mulai berkata buruk tentang diriku dan keluargaku. Mungkin dulu mereka bisa bertindak seenaknya kepadaku. Namun, kiniaku sudah menikah dengan Indra, sehingga ketika mereka mulI menjelek-jelekkan suamiku, aku tidak boleh tinggal diam.

Berkat bantuan Pak Gun, orang-orang terlihat sangat berhati-hati untuk bersikap terhadapku. Padahal sebelumnya, mereka lebih seenaknya. Menganggap semua hal sebagai sebuah bahan bercandaan, termasuk tentang hidup seseorang sekali pun. Tak jarang mereka bersikap seperti anak kecil yang tanpa berpikir terlebih dulu, tetapi langsung bertindak semaunya.

Tak terasa sudah setahun aku menikah dengan Indra. Indra banyak membuatku berubah. Dari yang aku sangat tak peduli terhadap lingkungan sekitarku, kini aku berubah menjadi orang yang lebih mempedulikan lingkungan sekitar. Sebagai seorang suami, dia sangatlah cakap dan menurutku dia memang seorang suami idaman. Untung saja dia memilihku untuk menjadi istrinya. Kalau tidak, mungkin aku tidak akan bisa mendapatkan suami seperti dirinya.

Sekitar satu tahu aku menghabiskan waktu bersama Indra dengan bekerja, mengurus rumah, dan sesekali jalan-jalan ke alam. Pekerjaan dan kesibukan yang sangat menguras tenaga membuat kamu merasa sangat butuh liburan.

Tentu saja, menjelajah alam menjadi sebuah pilihan satu-satunya antara aku dan Indra yang begitu menyukai lingkungan segar yang begitu memanjakan mata tersebut. Kami berdua begitu menikmati kebersamaan kami. Namun, ada saja orang yang menilai dengan seenak hati.

"Pantas saja enggak cepat-cepat dikasih momongan, orang berdua sama-sana sibuk. Ada waktu pun melakukan kegiatan yang tak berguna dengan mendaki gununglah, menyebrang pulaulah! Benar-benar aneh-aneh saja anak jaman sekarang." Ucapan seperti itu begitu menyakitkan bagiku. Meskipun Indra melarangku untuk meladeni orang julid macam mereka, tetap saja aku sakit hati dibuatnya. Ingin rasanya aku menyumpal mulutnya dengan kaos kaki bekas.

Bahkan, ada juga orang yang masih memiliki pikiran sempit seperti seorang istri harus berdiam diri di rumah, tidak perlu ikut bekerja di luar rumah. Padahal, baik menjadi seorang wanita rumah tangga maupun seorang wanita sepenuhnya merupakan hak setiap orang. Lagi pula, jika suaminya mengizinkan. Untuk apa mereka yang repot melarang ini itu. Masih saja ada orang yang sibuk mengurusi kehidupan orang lain. Padahal, kehidupan rumah tangga mereka pun belum tentu benar. Kelak, jika aku sudah memiliki seorang anak, aku ingin melindungi dan mengajarkan kepada mereka untuk mampu bertahan hidup dengan baik di kehidupan keras seperti sekarang. Karena, tidak hanya menjari pekerjaan saja yang keras, tetapi juga ucapan dan pandangan seserang. Jangan sampai hal tersebut membuat mereka nantinya merasa berkecil hati dan menarik diri dari masyarakat.

Mendaki gunung dan menyeberangi lautan membuatku belajar banyak hal. Kehidupan memang keras dan tidak mudah, tapi selalu ada jalan yang bisa ditempuh untuk melaluinya. Banyak jalan yang bisa dilewati dan banyak cara juga yang bisa dipilih. Melewati semuanya bersama orang yang tepat menjadi salah satu hal yabg sangat penting untuk diperhatikan. Dan tidak hanya dalam sebuah perjalanan dalam petualangan dan penjelajahan yang kulakukan, Indra berhasil mendampingiku untuk melalui perjalanan hidup. Betapa beruntungnya aku memiliki suami seperti dirinya. Tidak hanya aku yang selalu membangga-banggakan dirinha. Aku yang merasa diriku bukan apa-apa dibandingkan dengan dirinya pun sering kali dibangga-banggakan olehnya di depan teman-temannya. Ternyata rasa cinta yang dia berikan kepadaku membuatnya melihat kelebihan diriku yang sebenarnya aku sendiri tidak sadar bahwa ternyata aku memiki kelebihan tersebut.

***

Akhir-akhir ini Indra mulai sibuk. Setidaknya sebulan sekali dia harus melakukan perjalanan dinas luar kota. Sebenarnya dia tidak tega meninggalkanku sendiri di rumah. Dia memintaku untuk menginap di rumah orang tuaku atau orang tuanya. Namun, aku lebih memilih untuk berada di rumah sendiri. Ada orang yang bilang hidup bersama orang tua setelah menikah itu enak. Karena kita masih bisa dibantu dan merepotkan mereka. Namun, bagiku hal itu sama halnya dengan menambah beban hidup mereka. Mereka sudah dangat lelah menjaga kita selama puluhan tahun. Setelah memasuki masa tua, rasanya sangat kejam jika masih harus disibukkan untuk menjaga kita. Apa lagi menjaga anak-anak kita yang merupakan cucu mereka.

Tak jarang orang tua menghabiskan waktunya untuk menjaga dan merawat cucu-cucu mereka, di kala orang tua kandung mereka alias mama dan papanya sedang sibuk bekerja. Akhirnya, orang tua kitalah yang merupakan kakek dan neneknya menjaga anak-anak kita. Ada orang yang berpendapat bahwa itu adalah cara mereka untuk menghibur diri di masa tua. Namun, sebenarnya hiburan itu tidak sama artinya dengan benar-benar melepasnya untuk dijaga dan dirawat oleh kakek dan nenek mereka. Setidaknya, tinggalkanlah seorang pengasuh untuk membantu merawat mereka. Sehingga, tulang-tulangnya yang sudah renta tak lagi bersinggungan dengan kejaran yang melelahkan dan beban yang memberatkan untuk sekedar berlari mengejar cucunya yang sedang mulai mencari tahu lingkungan dan menggendong tubuhnya yang tak lagi ringan semasa masih bayi dulu.

Aku yang masih belum memiliki seorang anak ini sebenarnya hanya sedang mencari pembenaran. Selain memang tidak ingin merepotkan mereka dan ingin belajar mandiri, aku juga ingin menghindar dari keikutcampuran orang tuaku dan Indra. Tak jarang orang yang telah berumah tangga tidak akur dengan mertua. Itu pun yang sedang aku takutkan dan relatif aku hindari. Aku memang cukup dekat dengan ayah dan bunda mertuaku, tapi tidak menutup kemungkinan rasa tidak nyaman akan muncul ketika mereka mulai menilai dan masuk ke dalam rumah tanggaku dan rumah tangga Indra. Membandingkan awal kehidupan keluarga mereka dengan kehidupan keluarga kami membuatku sangat tidak nyaman. Terlebih, era dan masa yang telah berbeda jauh tentu saja membuat semua hal tak bisa dibandingkan dengan mudah seperti itu. Aku hanya bisa menghela nafas panjang dan berusaha memperbanyak sabar ketika hal itu mulai terjadi.

Indralah yang selama ini paling ahli mengontrol emosiku. Sehingga, jika tidak ada dia di sampingku aku tidak yakin akan bisa sesabar biasanya. Aku hanya takut kalau nantinya emosiku lepas kendali. Sehingga, lebih seperti hewan liar yang terpisah oleh pawangnya.