Chereads / Gadis Pendaki / Chapter 31 - Bab 31 Menepis Isu

Chapter 31 - Bab 31 Menepis Isu

"Nih, ada titipan dari istriku." Tiba-tiba Pak Gunawan meletakkan satu kotak roti dan makanan yang katanya titipan istrinya. Sontak orang-orang memandang dengan pandangan yang kurang sedap. Mereka menganggap bahwa apa yang diucapkan oleh Lestari sebelumnya adalah benar.

Setelah Pak Gunawan berlalu, aku langsung membagikan roti tersebut kepada anak-anak di ruangan sekaligus untuk menjelaskan situasi apa yang sebenarnya terjadi di antara aku dan pak Gunawan. "Kalau kalian juga mau, ambil saja! Ini pemberian dari istrinya Pak Bos kok. Jadi Aku harap, kalian enggak salah paham."

"Kok bisa istri Pak Bos sebaik itu terhadapmu?" Nuri pura-pura bertanya agar aku lebih banyak menjelaskan. Aku tahu bahwa dia sedang berusaha membantuku.

"Iya, soaklnya kemarin keluarga Pak Bos, lengkap dengan istri dan anak-anaknya jalan bareng sama Aku dan suami."

"Oh, jadi bareng keluarga masing-masing? Kupikir perginya hanya berduaan."

"Memangnya Aku gila? Baru juga menikah, masak sudah mau main serong. Lagian gini-gini Aku tipe istri setia tahu!" Tanpa kusadar, Pak Gunawan kembali untuk memberikan jus buatan istrinya yang juga ingin diberikan kepadaku. Dia tak sengaja mendengar penjelasanku kepada orang-orang. Sementara, yang lain mulai panik jika pak Gunawan marah atas gosip yang beredar di antara mereka.

"Memangnya ada yang bergosip kita jalan bedua?" tanya pak bos kepadaku.

"Sudah, Pak … tidak perlu dilanjutkan lagi. Saya sudah menjelaskannya ke teman-teman kok," balasku berusaha meredakan amarah pak Gunawan.

"Kalian ini … kenapa sih kalau dalam sehari saja tidak bergosip? Kalian tahu tidak kalau gosip yang kalian ciptakan dan sebarkan itu bisa merusah hidup orang lain? Bagaimana kalau istriku mendengar atau suami Rena mendengar dan menelan mentah-mentah? Siapa yang bisa bertanggung jawab atas kemungkinan terburuk yang bisa terjadi gara-gara berita tidak benar seperti itu?"

Orang-orang hanya bisa diam, tanpa berani membalas sepatah kata pun ucapan pak Gunawan. "Kali ini Saya maafkan, ya … tapi, kalau sampai nanti kalian mengulanginya lagi, jangan harap Saya akan memberikan ampun lagi. Kalian pasti tahu kalau Saya tidak pernah main-main. Asal kalian tahu, Rena dan suaminya membantu saya dan keluarga untuk berkemah. Nah, kalian kan bisa juga memanfaatkan peluang itu untuk minta bantuan Rena dan Indra, suaminya untuk melakukan perjalanan serupa. Yah, biar hubungan kalian bersama rekan kerja bisa semakin erat, bukan malah saling menjatuhkan dengan gosip murahan seperti kali ini."

Ucapan pak Gunawan membungkam semua mulut yang sepagi tadi sudah bergosip semaunya. Nuri mulai mencoba mencairkan suasana setelah pak Gunawan kembali ke ruangan. "Wah, keren … jadi kalian seperti pemandu wisata gitu dong?" tanya Nuri pura-pura tidak tahu.

"Daripada pemandu wisata, kami lebih mirip sebagai porter."

"Porter? Apa itu porter?" Kata porter sepertinya cukup asing di telinga orang awam seperti teman-temanku di kantor.

"Iya lo … yang bawa barang-barang orang ketika mendaki gunung."

"Oh, itu namanya porter. Tapi, setelah dipikir-pikir, apa yang diucapkan pak Bos benar juga sih. Ah, semua ini gara-gara si Lestari. Dialah yang mengawal gossip tentang dirimu. Kami sebenarnya tidak percaya, tapi jawabanmu bahwa Kamu memang habis jalan sama pak Gun malah membuktikan bahwa omongannya benar. Siapa sangka ternyata kalian tidak hanya pergi berdua. Maafkan kami ya, Ren."

"Iya enggak apa-apa. Yang penting kalian tidak akan mengulanginya lagi. Yah, enggak apa-apa juga sih kalau mau diulangi. Toh, pak bos sudah siap memecat kalian kalau kejadian seperti tadi terulang kembali," candaku.

"Yah, jangan gitu dong, Ren. Kami juga kan hanya korban omongan Lesta saja." Seperti itulah, orang-orang yang sudah jelas-jelas bersalah karena takut kena masalah akibat dari imbas kelakuannya berubah mengaku menjadi korban.

"Oh, jadi Kamu dan suamimu biasa open trip gitu, ya? Boleh dong kapan-kapan divisi kita mengadapakan perjalanan ke mana gitu."

"Bukan open trip, sih ... kebetulan saja Pak Bos kemarin mau Aku dan suami menemaninya pergi jalan-jalan. Bahkan, anak perempuan yang sebelumnya terlihat tidak senang, jadi pulang dengan wajah paling ceria."

"Wah, keren banget!" Semua orang yang semula menganggapku sebagai wanita tidak benar, akhirnya jadi mengubah pandangan mereka. Mereka tidak lagi termakan omongan Lesta. Aku bersyukur karena ada Nuri di antara mereka. Kalau tidak, mungkin sudah sejak lama aku angkat kaki dari kantor ini.

Aku pernah berbicara kepada bunda bahwa aku ingin keluar dari tempat kerjaku. Namun, bunda menentangnya. Kata bunda, di mana pun aku bekerja pasti tetap ada orang-orang seperti mereka. Tidak mungkin jika aku meminta mereka untuk menyesuikan diri terhadapku, tetapi akulah yang harus bisa menyesuaikan diri terhadap mereka. Setelah kupikir-pikir, ucapan bunda benar aku oun mulai menyesuaikan diri. Apa pun sikap mereka, aku berusaha menerima dan menghadapinya.

Mental dan jiwa yang kuat bisa terbentuk dengan sendirinya sesuai dengan segala macam cobaan yang dihadapi. Namun, jika tidak bisa berhati-hati atau kalah dengan musuh, yang ada bukannya mental sehat dan semakin kuat, tetapi malah terpuruk dan terjatuh dalam keadaan. Tak khayal hal itulah yang membuat orang-orang menjadi stres dan gila. Semoga aku bukan termasuk salah satu dari mereka, baik kini atau pun nanti.

Hari ini Indra menjemputku pulang kantor. Lesta yang melihatku dijemput oleh Indra mulai kepanasan karena merasa iri. Mulailah mulut jahatnya beraksi.

"Wah, habis jalan sama Pak Bos ternyata masih damai-damai aja ya sama suami? Atau memang suaminya bodoh, belum tahu kalau bininya ada main di belakang?"

"Wah, kalau enggak tahu apa-apa jangan asal ngomong, ya! Padahal, kemarin Aku jalannya sama suamiku tuh. Enggak cuma sama Pak Gunawan. Bahkan, Pak Bos ngajak istri dan anak-anaknya juga."

Seketika Lesta yang salah mengira pun jadi terdiam dan perlahan menghulang dari pandanganku. Indra bertanya tentang Lesta dan apa yang sebenarnya terjadi. "Dia siapa? Jalan sama Pak Bos maksunya sama Pak Gun kemarin?" tanya Indra padaku.

"Siapa lagi? Dia iri saja sama Aku. Sudah lama dia bersikap begitu dan hanya padaku saja. Biasalah rival yang kalah, padahal segala macam cara sudah dikerahkan. Tak terkecuali menebar gosip dan fitnah murahan. Padahal, dia sendiri yang selama ini main kotor dengan merayu para pimpinan agar dia bisa mendapatkan posisi yang dia inginkan. Untung Pak Gun enggak kemakan rayuannya."

"Wah, seram sekali temanmu itu. Berarti Kamu harus berhati/hati ketika berhadapan dengannya, Sayang."

"Tenang saja, Aku sudah kebal. Aku sudah biasa menerima perlakuan dan sikap buruknya. Makanya dia semakin kesal karena sampai detik ini dia belum berhasil menjatuhkanku. Bahkan, posisi yang dia inginkan malah jatuh ke tanganku."

"Percaya deh ... istri siapa dulu dong?" Indra sempat merasa khawatir terhadapku hingga akhirnya dia yakin aku bisa menghadapi semua kejahatan yang dilakukan oleh Lesta. Dia juga bersyukur, karena masih ada sosok pemimpin dan bos yang objektif seperti pak Gunawan. Sehingga, ketika melakukan penilaian dan memberikan jabatan kepada pegawainya, semua proses dilakukan secara adil sesuai dengan kemampuan masing-masing.