Di balik kesedihan yang dirasakan oleh Niko ketika menghadiri pernikahanku dengan Indra, ada sebuah kebahagiaan kecil yang terselip di sana. Pada acara resepsi pernihahanku, dia bertemu dengan Sarah, seorang gadis yang pernah menyukai dirinya saat dia masih berpacaran denganku. Sarah bukan tipe orang yang suka merebut pasangan orang lain. Dia hanya menyukai Niko tanpa bermaksud merebutnya dariku.
"Eh, Kamu niko, kan? Apa kabar? Lama enggak ketemu," kata Sarah ketika dia bertemu dengan Niko di pesta pernikahanku.
"Iya, lama juga kita enggak ketemu. Kabariku baik, kok. Bagaimana dengan kabarmu?" Niko kembali menanyakan kabar Sarah. Sebenarnya Niko tahu bagaimana perasaan Sarah terhadapnya. Namun, selama ini dia pura-pura tidak tahu dan memang hanya fokus terhadap diriku.
"Kamu pasti sedih melihat perempuan yang selama ini Kamu cintai menikah denga laki-laki lain. Eh, tapi bukannya kabarnya Kamu sudah menikah, ya?" Tiba-tiba Sarah mengingat kabar bahwa Niko sudah menikah.
"Belum kok, sampai sekarang Aku masih hidup sendiri. Bagaimana denganmu? Kok sepertnya Kamu juga datang seorang diri."
"Iya nih, masih juga jomlo. Hahaha … dari dulu sepertinya Aku bukanlah perempuang yang menarik bagi seorang laki-laki. Termasuk laki-laki sepertimu." Sarah mencoba mengungkit masa lalunya yang sempat mengalami cinta bertepuk sebelah tangan."
"Wah, apa ini maksudnya? Maaf deh kalau missal dulu Aku pernah menyinggung atau menyakiti perasaanmu. Aku harap Kamu tidak mengenang dan mengungkin masa lalu kita yang pahit."
"Bercanda kok … Kamu tidak ada salah ke Aku. Memang tidak ada yang bisa menyalahkan perasaan. Aduh, kok obrolan kita jadi tegang begini, sih? Yang pasti, senang bisa bertemu lagi denganmu."
"Aku juga senang bertemu denganmu. Bagaimana kalau kita saling bertukar nomor telepon." Sepertinya Niko mulai membuka kesempatan untuk Sarah bisa kembali mendekatinya. Entah apa yang dia rencanakan, yang pasti dia terlihat sedang memberikan Sarah sebuah harapan.
"Dengan senang hati." Niko dan Sarah pun mulai bertukar nomor telepon Dan sejak saat itu, mereka mulai sering saling menghubungi satu sama lain. Orang yang sempat memiliki rasa memang mudah mengembalikan perasaannya. Sekali bertemu kembali dengan Niko, perasaan Sarah kembali bersemi dan dipenuhi dengan harapan.
Sebenarnya aku melihat Niko dan Sarah berbincang. Dari atas pangung, mereka terlihat sangat akrab. Sampai-sampai aku berharap bahwa mereka akan segera jadian. Di usia yang siap menikah, bagiku sudah tidak perlu lagi terlalu lama melakukan penjajakan atau pendekatan.
Jika memang seseorang di usia siap menikah tidak ingin menjalin hubungan spesial dengan seseorang, sebaiknya orang tersebut sejak awal tidak memberikan ruang untuk kandidat calon pasangannya masuk ke dalam hatinya. Namun, jika sejak awal orang tersebut ingin memberikan kesempatan, sebaiknya tidak perlu mengulur banyak waktu untuk menuju ke jenjang yang lebih serius lagi.
Melihat Niko dan Sarah mengobrol berdua, aku berharap Sarah tidak akan mengalami hal yang sama denganku. Setidaknya jika memang Niko memberikannya kesempatan, Niko tidak akan menyakiti perasaannya seperti yang pernah dia lakukan terhadapku. Sarah adalah perempuan yang baik. Dia tulus mencinta Niko dari dulu hingga sekarang. Sehingga, dia tidak pantas diperlakukan seenaknya oleh Niko.
Niko harus memuliakan Sarah yang telah tulus menyukainya. Aku harap, Sarah mampu menggetarkan hati Niko untuk benar-benar menjalin hubungan serius dengannya.
Rasanya pasti akan sangat lega, jika melihat orang yang semula mencintaiku, tapi kutolak, menemukan pengganti diriku. Rasa bersalah yang sempat kurasakan akan sirna dan berganti dengan perasaan lega. Aku akan ikut bahagia jika benar-benar Nikodan sarah bersatu.
Sebenarnya aku cukup mengenal siapa dan bagaimana sifat Sarah. Aku yakin bahwa Sarah mampu membuat Niko bahagia. Sarah adalah orang yang penyabar. Dia sangat ramah kepada semua orang yang dia temui, bahkan dengan orang yang tidak dia kenal sekali pun.
Sarah adalah orang yang mudah mengalah. Tidak heran ketika dia menyukai Niko dulu, dia tidak berniat untuk memaksakan keinginannya. Padahal, sebenarnya Sarah lebih kenal Niko terlebih dulu daripada aku.
Niko dan Sarah adalah teman sekolah dari SD. Selama bertahun-tahun mereka menganyam pendidikan di tempat yang sama. Karena serin bertemu dan terbiasa bersama itulah yang membuat benih-benih cinta itu muncul dari diri Sarah. Sayangnya, perasaan tersebut tidak dibalas oleh Niko yang selama mengenal Sarah hanya menganggapnya sebagai teman biasa, bukan sebagai teman spesial seperti yang Sarah harapkan.
"Kamu dari tadi memperhatikan siapa, sih?" Tiba-tiba Indra menyadarkan lamunanku. Lalu, dia melihat ke arah mataku memandang. "Oh, ternyata dari tadi memperhatikan mantan? Kenapa, kangen?"
"Aduh, mana mungkin kangen sama mantan padahal masa depanku ada di sampingku, bersiap untuk mengajakku untuk melangkah maju ke depan."
"Yah, siapa tahu saja kana da sisa-sisa rasa yang tertinggal."
"Sayang, cemburu?" Aku hanya bisa menggoda Indra agar tidak merasa bersalah dan tidak merasa tersudut. Lagi pula, aku memang tidak sedang memikirkan Niko karena perasaan rindu atau sejenisnya.
"Tidaklah, cemburu hanya untuk orang-orang yang tidak percaya diri saja. Bukankah Aku sudah sering kali mengatakannya kepadamu?"
"Oh, begitukah? Syukurlah kalau begitu. Kan memang suamiku jauh lebih hebat dan sempurna daripada mantanku. Kalau tidak seperti itu, untuk apa Aku lebih memilih menikah denganmu daripada balikan dengan si mantan?"
"Lo, bukannya kemarin-kemarin Kamu sempat ragu untuk melanjutkan hubungan kita?" Ucapan Indra tidak salah. Aku memang sempat ragu untuk menikah dengannya dan sempat terpikir olehku untuk kembali memberikan Niko kesempatan untuk memperbaiki kisah kami di masa lalu. Namun, untuknya aku tidak jadi melakukannya. Karena aku yakin, jika aku memberikan kesempatan kembali pada Niko, orang tuaku akan sangat kecewa dengan keputusanku.
Daripada Niko, Indra jauh lebih pantas untuk menerima kesempatan dariku. Menikah dengan Indra bukan merupakan kesalahan, melainkan sebuah kesempatan emas yang diberikan oleh Tuhan untuk memulai hidup baru dengan pasangan yang tepat. Pasangan yang mampu mengajakku kea rah yang lebih baik dan mamp membimbingku dengan penuh kesabaran. Aku sadar bahwa masih banyak hal yang kuperbaiki dalam diriku. Dan selama ini, Indra sudah berhasil sedikit demi sedikit merubahku menjadi orang yang bersikap lebih baik dari hari ke hari.
Jika aku bersama Niko, mungkin bukannya aku yang terus menerus dibimbing untuk menjadi lebih baik, melainkan sebaliknya. Karena selama aku menjalin hubungan dengan Niko, aku belum pernah merasa bahwa dia adalah seorang imam dan pemimpin yang tepat bagiku, yang mampu membimbing dan mengajariku selayaknya suami pada umumnya. Sifatku lebih dominan daripada dia. Sehingga, seolah-olah aku lebih menonjol dan terdepan, sementara dia lebih banyak tertinggal di belakang. Padahal, seharusnya sebagai seorang pemimpin, dia harus selalu tampil di depan. Untuk itulah, akhirnya aku memutuskan untuk tidak menikah dengannya.