Chereads / Gadis Pendaki / Chapter 19 - Bab 19 Merbabu Menjadi Saksi

Chapter 19 - Bab 19 Merbabu Menjadi Saksi

Dalam kesibukanku memperhatikan jalur pendakian, ternyata sang mentari mulai muncul dari balik awan. Dan akhirnya momen yang selama ini ku tunggu-tunggu tiba. Lautan awan dengan bonus pesona matahari terbit yang sangat luar biasa. Terimakasih Tuhan, telah menunjukkan ciptaan-Mu yang luar biasa. Terima kasih telah memberikan kesempatan bagiku untuk menikmatinya.

Meskipun aku sempat pesimis bisa melihat lautan impianku, tapi ternyata Tuhan mengizinkanku untuk membayar semua rasa lelahku. Sebelum mencapai puncak, aku pun menghentikan langkah dan menikmati panorama yang kuidam-idamkan selama ini. Indra melihatku sambil tersenyum manis, kemudian memotretku. Memotret dengan latar belakang lautan awan dan cahaya sinar mentari yang mengintip malu dari balik awan. Karena jalurnya tak begitu lebar, jadi aku tak berani berhenti berlama-lama. Kami pun segera melanjutkan perjalanan dan akhirnya sampai di Puncak Gunung Merbabu, puncak 3.145 MDPL.

Lautan awan di sekeliling puncak masih bisa aku nikmati. Meskipun semalam badai dan ketika berada di jalur pendakian menuju summit langit ditutup oleh awan mendung, ketika matahari terbit (sunrise) mulai muncul, langit berubah menjadi cerah berawan putih. Seakan mengamini doa dan harapanku selama ini.

Mataku terbelalak, melihat sekelilingku dipenuhi oleh lautan awan. Serasa ingin terbang dan berbaring di atas lautan awan yang terlihat empuk dan sangat nyaman. Namun, aku tersadar bahwa itu hanya ada di negeri dongeng, sedangkan aku berada di dunia nyata.

Tiba-tiba ada tangan yang menepuk pundakku. Aku pun berbalik, tapi tak melihat apa pun. Kuarahkan pandangan mataku sedikit menunduk ke bawah dan kulihat ada sesosok lelaki yang menjatuhkan lutut kanannya ke tanah, merogoh satu kotak kecil dari saku celananya, kemudian mengangkat kotak itu, lalu membukanya. Diangkat ke arahku sambil berkata, "Will you marry me, Rena Kayla?"

Momen yang tak pernah terbayangkan, dilamar di puncak gunung yang sudah lama menjadi impian. Impian melihat lautan awan dan menikmati rerumputan sabana nan hijau sudah terwujud, bahkan mendapatkan bonus dilamar di puncak 3.145 MDPL Gunung Merbabu. Tak tertahankan. Rasa haru bahagia yang bercampur tak karuan membuat air mataku menetes. Tak pernah kubayangkan sebelumnya, Indra akan melakukan semua ini. Menjadikan Merbabu sebagai saksi cerita cinta kami.

Tentu saja aku menjawabnya tanpa ragu, "Yes, I will!" Kuseka air mataku yang tak berhenti mengalir. Indra menyematkan cincin dari dalam kotak yang dibawanya ke jari manisku. Tangis haru ini mungkin baru pertama aku rasakan dan takkan kulupakan seumur hidupku.

Tanpa sadar, ternyata momen Indra melamarku menjadi pusat perhatian para pendaki lainnya. Rasa malu sekaligus bangga menerima ketulusan dan kesungguhan Indra. Tak lupa Andre dan Nindi mengabadikan momen kami berdua. Sebagai kenangan manis yang akan selalu terukir dalam ingatan, hati, dan kisah hidup kami.

Setelah momen manis itu, kami mulai memasak untuk santapan sarapan. Perut lapar sudah mulai keroncongan. Mi rebus lengkap dengan telur menjadi menu sarapan kami kali ini. Sebenarnya kalau di rumah, aku tidak mungkin menjadikan mi sebagai menu sarapanku. Bukan tanpa alasan, asam lambung yang tinggi membuatku tak berani mengambil resiko. Namun, beda dengan kali ini. Pengecualian berlaku ketika di atas gunung. Semua terasa nikmat dan termaafkan oleh perutku.

Selesai menikmati sarapan, puas berfoto, dan sinar mentari mulai terik, kami memutuskan untuk segera menuruni puncak dan kembali ke tenda di Sabana 2. Kami segera berkemas untuk menuruni gunung dan kembali ke Jakarta. Jalur yang belum mengering dan mulai dibasahi kembali oleh rintik hujan membuat kami haris lebih hati-hati. Terutama ketinga melewati Sabana 1 menuju Pos 3.

Aku berjalan dengan sangat hati-hati. Sepatuku sudah penuh dengan lumpur dan sudah terasa agak licin. Benar saja, aku tergelincir, terjatuh ke tanah lalu terperosot ke arah lebih rendah. Kedua tanganku mencoba meraih semua tanah dan rumput disekitar jalur, kedua kakiku mencoba mengerem dengan sebisanya, hingga akhirnya badanku terhenti di tempat yang cukup landai dan tertahan oleh batu besar yang setengah bagiannya sudah tertanam lama di dalam tanah.

Indra terlihat agak panic, tapi tak mampu menghalau laju tubuhku yang tergelincir menjauh dari posisi sebelumnya. Namun, setelah lajuku terhenti, dia terlihat agak tenang dan mencoba mencairkan suasana tegang dengan melontarkan candaan. "Main perosotan jangan di sini dong Ren, nanti kalau sudah sampai rumah saja kita main perosotannya ya."

Mendengar dia meledekku, aku pun memonyongkan bibirku, merajuk, dan sedikit kesal. Namun, Indra memang paling pandai mencairkan suasana dan mengembalikan mood-ku lagi. Dia menghampiriku dan mencoba menolongku untuk berdiri kembali. Lucunya, bukannya berhasil menolongku dia malah ikut terpeleset dan berhenti tepat di belakangku. Kami pun tertawa terbahak-bahak atas kejadian waktu itu. Indra yang meledekku, akhirnya menerima karmanya dan ikut terpeleset juga.

Setelah berdiri kembali tanpa cidera apa pun, kami melanjutkan perjalanan dengan sesekali berteduk dibawah flysheet. Bagi yang tidak tahu flysheet, flysheet adalah kain anti air berukuran sekitar 3x4 meter yang digunakan untuk melindungi tenda daru hujan atau cuaca dan bahkan terkadang dapat dijadikan sebagai tenda pada saat tertentu. Jadi, misal pas ujan atau malam, kita sedang berada di jalur yang tidak memungkinkan untuk lanjut dan tidak memungkinkan pula untuk mendirikan tenda, jadi kita bisa menggunakan flysheet ini untuk tenda. Beruntung jika ada pohon yang bisa memasang hammock.

Hammock adalah ayunan panjang yang biasanya diikat di antara dua pohon dan berbahan dari kain seperti bahan tenda dan flysheet. Meskipun sudah ada tenda, tapi masih tetap dibutuhkan flysheet. Sebenarnya tidak harus, tapi sebaiknya ditambahkan dengan flysheet. Karena kalau hujan terus-terusan, pasti tenda juga bisa merembes dan bagian dalam bisa dingin bahkan basah. Terlebih jika terjadi badai, angin kencang dapat memporak porandakan tenda dengan mudah dan membuat air hujan mudah masuk ke dalam tenda, sehingga jika masih ada pelindung luar yaitu flysheet tadi, setidaknya air hujan tidak langsung mengenai tenda.

Pendakianku dan Indra kali ini dipenuhi dengan perasaan bahagia. Akhirnya, aku memutuskan untuk menerimanya menjadi calon suamiku. Dia sudah berhasil meyakinkanku untuk memilihnya sebagai pendamping hidupku. Aku yakin, jika Ayah dan Bunda tahu, mereka pasti akan sangat bahagia.

Sepanjang perjalanan aku hanya bisa tersenyum tersipu malu. Indra berhasil meninggalkan jejak asmara dan kenangan manis di Gunung Merbabu. Tidak hanya sabana dan lautan awan yang membuatku bahagia dan tidak mungkin aku lupakan. Namun, pernyataan cinta yang begitu romantis dari Indra tidak akan kukenang sepanjang usiaku.

Pendakian kami yang dimulai dengan sepasang kekasih pun pulang dengan menelurkan dua pasang kekasih. Aku dan Indra sudah resmi menjadi sepasang kekasih dan tidak lagi malu-malu dihadapan Andre dan Nindi.