Aku masih mengenang kisah malam saat aku gagal menonton grup musik favoritku bersama dengan Niko. Setelah selesai menambal ban yang bocor dan menganggalkan kenca kami malam itu, aku dan Niko memutuskan untuk pulang saja dan mencari makan di kafe yang sejalan dengan arah pulang. Aku takut, jika pulang terlalu malam, Ayah dan Bunda akan khawatir. Terlebih, aku hanya pamit untuk mengerjakan tugas kelompok. Hujan mulai reda ketika kami meninggalkan tukang tambal ban. Meskipun jalanan masih basah dan kami harus berjalan lebih pelan agar air hujan tidak terciprat ke baju, kami memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan.
Akhirnya motor Niko terhenti di sebuah kafe yang cukup sepi, tapi terlihat cukup nyaman. Kami mulai memesan menu makan malam dan bersabar untuk menunggu beberapa saat. Setelah sekitar 15 menit menunggu, akhirnya pesanan kami datang. Seperti biasanya, sesekali aku mencicipi makanan pesanan Niko. Sebaliknya, Niko juga sesekali mencicipi makanan pesananku.
"Enak?" tanya Niko setelah aku mencicipi makanan yang dia pesan.
"Enak kok, lumayan," jawabku.
"Syukur deh, enggak salah milih tempat berarti Aku, ya."
Kuacungkan kedua jari jempolku ke arahnya, lalu berkata, "Memanglah, Kamu terbaik!"
Semua pesanan di meja kami sudah hampir semuanya habis. Tiba-tiba pelayan datang dengan membawa segelas es krim yang sangat menggugah selera. "Kamu pesan es krim ini untukku?" tanyaku heran.
"Yap, selamat menikmati hidangan penutup yang sudah Aku pesan untukmu, Sayang."
"Em ... yummy! Suka, suka! Terimakasih, Niko Sayang."
Kunikmati hidangan penutup yang sudah dipesankan oleh Niko khusus untukku tersebut. Kusuapkan sesendok demi sesendong es krim perpduan rasa coklat, stroberi, dan vanila itu ke dalam mulutku. Lumer, legit, lembut, manis, agak asam, semua perpaduan rasa itu membuat mulutku tak berhenti menelannya hingga hampir habis.
Tiba-tiba di mulutku ada rasa mengganjal, seakan ada benda kecil padat dan bukan berasal dari topping es krim yang kumakan. Kemudian, aku memastikan benda apa yang ada di mulutku itu dengan mengambilnya dengan jariku. Sebuah berbentuk bulat, tanpa hiasan yang terlihat, tanpa motif, hanya memiliki permukaan halus dan polos kudapati dari dalam mulutku.
"Coba lihat bagian dalamnya," kata Niko.
Kuamati bagian dalam cincin itu dan terlihat ada sebuah tulisan yang terukir. 'Niko <3 Rena - 13/03/2013.'
"Happy anniversary, Rena sayang," ucap Indra sambil tersenyum.
Tanpa kusadari para pelayan mulai mendekat dan membawakan sebuat kue kecil beralaskan piring kecil bertuliskan, "Happy anniversary," dilengkapi dengan hiasan lilin di atasnya. Terlihat dua buah lilin kecil menyala dengan indahnya. Tepuk tangan pengunjung lainnya pun terdengar ramai dan terasa hangat membuat aku semakin merasakan keharuan dan kebahagiaan yang tak mampu lagi kubendung.
Sambil mengambil kue dari tangan pelayan, dia pun kembali berkata padaku, "Happy anniversary. Semoga kedepannya hubungan kita semakin langgeng, semakin baik, dan setelah lulus nanti, Aku biasa menjadi suami yang terbaik untuk orang yang paling Aku cintai."
"Memangnya siapa yang paling Kamu, cintai?" tanyaku mencoba memastikan.
"Ya, siapa lagi kalau bukan Kamu, Ren," tegas Niko sambil mengusap kepalaku.
Tetesan air mata atas keharuan yang kurasakan mengiringi tiupan lilin yang kulakukan. Niko pun ikut meniup lilin yang berada di atas kue kecil nan penuh arti tersebut.
"Kapan Kamu menyiapkan ini semua?" tanyaku heran.
"Ada, saat tadi kita ada di tukang tambal ban."
"Hah? secepat itu?" Aku sangat terkejut. Dalam waktu yang sangat singkat itu, dia mampu memerikanku kejutan yang sangat luar biasa.
"Yap, soalnya kan rencana kita ke kafe sebelumnya sudah gagal. Gagal juga buat nonton penampilan grup musik favorit kita. Jadi, ya sudah Aku cari alternatif aja buat ngerayaain anniversary kita."
"Aku terpesona banget tahu ini. Enggak nyangka Kamu bakalan kasih kejutan yang luar biasa kayak gini. Apa lagi semua yang Kamu lakukan ini termasuk hal yang bisa dibilang dilakukan secara dadakan."
"Apa sih yang enggak buat Kamu, Sayang. Jangan bilang Kamu lupa kalau hari ini adalah peringatan tanggal jadian kita."
"Lupa sih enggak, tapi emang Akunya enggak nyiapin apa-apa, sih. Aku pikir Kamu juga menganggap tanggal jadian kita merupatkan hari yang biasa saja, tanpa perlu perayaan-perayaan segala. Takutnya Kamu malah mikir Aku lebay nanti."
"Jadi, Aku lebay nih sekarang kayak gini?"
"Enggak lebay kok, romantis malah. Aku senang. Terima kasih ya, Sayang. I love You."
"I love You, too," jawab Niko sembari memelukku erat.
Kenangan romantis itulah yang maih sering kuingat dan hampir tidak pernah bisa kulupakan. Aku suka sekali kejutan, dan kali itu Niko berhasil memberiku kejutan dengan sangat menyenangkan dan terasa sangat manis. Ketika bertemu lagi dengannya, aku sempat berpikir apakah dia akan memberiku kejutan lagi seperti malam itu. Namun, sebelum harapan itu mulai diwujudkan kembali oleh Niko, Indra malah datang sebagai seseorang yang minta ditempatkan di tempat spesial di hatiku.
Kalau ingin melihat kesungguhan, tentu saja kali ini Indra sudah berhasil membuktikan kesungguhannya dengan sangat baik. Sampai-sampai dia berhasil membuatku tercengang. Sementara, aku belum melihat itu dari sikap Niko.
Hubunganku dengan Niko memang tidak berakhir mulus. Banyak sekali pertanyaan saat berakhirnya hubungan kami di masa lalu. Rasa yang mengganjal sekaligus penasaran tersebutlah yang membuat aku seperti ingin memutar roda dan sejenak kembali ke masa lalu.
Aku tidak tahu, apakah sikapku sudah benar atau salah. Yang aku tahu pasti adalah kali ini dia pun sedang berusaha untuk kembali memperbaiki hubungan kami yang sebenarnya sudah cukup terlambat untuk mengulangi dan memperbaikinya lagi. Terkadang aku berpikir, apakah aku bodoh ingin kembali bersama Niko. Untuk apa aku mengharapkan dia yang jelas-jelas tidak bisa diharapkan dan diandalkan di masa lalu?
Namun, cinta itu buta. Dan sepertinya memang itulah yang membuat seseorang sulit melupakan masa lalunya. Sesakit apa pun perasaan di masa lalu pun, terkadang bisa digoyahkan dengan mudah ketika seseorang di masa lalu hadir kembali dalam kehidupanku.
Waktu yang diberikan oleh Indra untuk menjawab ajakannya untuk menikah membuatku harus memikirkannya masak-masak. Pernikahan adalah hal yang sangat sakral. Aku tidak ingin menodai kesuciannya dengan memilih pendamping yang salah.
Menikah dengan orang yang tepat adalah harapan semua orang. Begitu pun dengan diriku. Namun, untuk menentukan siapakah orang yang tepat tersebut bukanlah perkara yang mudah. Dan sepertinya, sudah tiba waktunya untuk aku menghadapi masa sulit untuk memilih siapakah pasangan hidup yang tepat untukku.
Banyak hal yang harus kupertimbangkan. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk memikirkan semua itu. Samar-samar aku membayangkan wajah Indra dan Niko secara bergantian. Aku mengingat satu per satu sikap baik, sekaligus sikap buruk mereka yang sepertinya hampir tidak pernah mereka lakukan. Kekecewaan yang sesekali kurasakan, rasanya saat ini semua mulai tertutup sebuah harapan semu yang mendalam.