Perkuliahan dimulai. Penyesuaian dari anak sekolah menjadi anak kuliahan membuat aku sedikit banyak membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan hal-hal baru. Terutama beradaptasi dengan manajemen waktu. Tentunya waktu keberangkatanku dari rumah menuju kampus, jam berangkat dan pulang kuliah, jam belajar dan waktu mengerjakan tugas, serta hal-hal lain yang perlu aku sesuaikan lagi. Mengingat jarak rumahku yang cukup jauh dari lokasi perkuliahan.
Aku memang tak memilih untuk tinggal di indekos. Karena moda transportasi antara rumah dan kampus sangat mudah dijangkau. Hanya saja sering kali aku harus berkejaran dengan waktu dan berebut kursi penumpang dengan para penumpang lainnya. Jangankan mendapatkan kursi penumpang, terkadang untuk bisa masuk gerbong saja sudah lumayan sulit. Begitulah ibukota, kemudahan yang didapat sepadan dengan kerja keras dan kepadatan penduduk yang kami rasakan bersama.
Layaknya mahasiswa pada umumnya, tugas kuliah menjadi hal yang tidak pernah absen di kehidupanku sehari-hari. Tak jarang ketika hari libur tiba, aku masih harus pergi ke Bogor untuk mengerjakan tugas bersama teman kelompokku yang memang kebanyakan tinggal di indekos di dekat kampus. Jadi, aku harus mengalah soal itu.
***
Pendaftaran organisasi kemahasiswaan telah dibuka. Setiap mahasiswa diwajibkan untuk mengikuti minimal satu organisasi kemahasiswaan yang ada di kampus. Baik itu organisasi tingkat jurusan, fakultas, maupun tingkat universitas.
Sebagai salah satu orang yang hobi menyanyi dan dari zaman sekolah sudah aktif di paduan suara, aku memilih untuk bergabung di organisasi paduan suara tingkat universitas. Harusnya sih, cukup satu organisasi saja yang aku ikuti, tapi aku pikir organisasi tersebut hanya mewakili hobiku. Akan lebih baik, jika ada satu organisasi lain yang membuatku belajar akan hal baru. Untuk itu, kupustuskan untuk ikut organisasi tingkat jurusan juga.
Organisasi tingkat jurusan ini memiliki banyak program kegiatan, sesekali jika mengadakan sebuah acara, anggota organisasi juga harus mencari sponsor dengan mengajukan proposal. Kegiatan lain yang biasa diselenggarakan adalah workshop dan seminar. Kebetulan aku belum pernah memiliki pengalaman tentang pengadaan seminar, workshop, dan sponsorship. Sehingga, aku memilih untuk bergabung dengan organisasi tersebut demi mendapat pengalaman yang pastinya akan sangat berharaga bagiku.
Pendaftaran dibuka selama satu minggu dengan cara mengirimkan form pendaftaran lalu dikumpulkan pada Ruang UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) organisasi. Pengumpulan form pendaftaran dilakukan secara serentak, karena sekaligus diadakan wawancara peserta pada saat pengumpulannya. Siapa yang lolos akan diumumkan seminggu setelahnya dan akan langsung menjadi anggota organisasi.
Para peserta mengantri menunggu giliran wawancara. Tiba saatnya namaku dipanggil. Aku mulai berjalan menuju sumber suara. Tampak dari belakang sosok yang seperti pernah kukenal. Peserta wawancara sebelumku itu mulai menolehkan kepalanya. Mata kami mulai bertemu, membuatku semakin yakin bahwa aku mengenalnya. Niko, kami bertemu kembali setelah sekian lama, yang sebelumnya hanya berpapasan sesekali ketika pergantian jam kuliah, tanpa sempat berbicara satu sama lain.
"Eh, Kamu Ren, daftar di sini juga?"
"Iya nih, enggak nyangka Kamu daftar di sini juga, ya ternyata."
"Iya, semoga diterima, ya. Biar kita bisa seorganisasi. Pasti bakalan seru kalau bisa bareng Kamu."
"Semoga ya, doakan lancar wawancaranya."
"Yap, semoga berhasil!" Niko berlalu dan aku segera menghampiri pewawancara yang sudah menunggu.
***
Sesi wawancara berakhir dan hari mulai sore. Aku bergegas menuju ke stasiun kereta agar tidak pulang kemalaman. Ketika aku menunggu angkutan kota (angkot), tiba-tiba ada sebuah motor yang berhenti tepat di depanku. Kuamati motor dan pengendaranya, tapi sepertinya aku tidak familiar dengan motor itu. Ketika pengendaranya membuka kaca helm yang dia kenakan, ternyata dia adalah Niko.
"Hai, Ren. Mau pulang ke mana? Mau Aku antar?"
"Mau pulang nih ke rumah nih. Aku tinggal di Jakarta sih, jadi ya mau ke stasiun. Emang enggak ngerepotin?"
"Enggak kok, kan dekat ini. Yuk, naik saja!"
"Wah, terima kasih. Baik banget, sih. Tapi, nanti ada yang marah enggak Aku bonceng kayak gini?"
"Marah? Memang siapa yang mau marah, yang enggak ada lah."
"Pacar Kamu misalnya?"
"Hahah … Kamu bisa saja, Ren."
"Seriusan lo, Aku benaran nanya. Salah-salah besok ada yang ngelabrak Aku lagi, dikira pelakor atau tukang tikung."
"Pembalap kali ah, tukang tikung. Tenang saja, Aku ini jomlo kok. Jadi, terserah Aku mau boncengin siapa. Tidak aka nada yang marah."
"Oh, baiklah. Amanlah kalau kayak gitu."
Lalu, Niko mengantarkanku sampai stasiun kereta dan sebelum pergi meninggalkanku, dia menanyakan nomor ponselku. Kami pun saling bertukan nomor ponsel untuk selanjutnya bisa saling menghubungi kembali.
Sejak saat itu, hampir setiap hari Niko menghubungiku. Meskipun hanya bertanya ala kadarnya, tapi sepertinya perasaanku mengatakan bahwa dia sedang mencoba mendekatiku. Awalnya aku tak begitu kepikiran, karena memang Ayah dan Bunda belum mengizinkan aku untuk berpacaran sebelum lulus kuliah. Namun, setelah pengumuman penerimaan anggota organisasi jurusan, aku mulai bimbang.
Ponselku berdering, terdengar nada dering pemberitahuan aplikasi obrolanku sedang menyala. Layar ponselku menunjukkan ada pesan yang masuk dari Niko.
"Malam Rena, sudah dapat pesan dari Humas organisasi jurusan, belum?"
"Sudah, ini baru kubuka."
"Gimana? Kamu diterima juga enggak di sana?" tanya Niko berharap.
"Iya, Alhamdulillah Aku diterima," jawabku seperlunya.
"Wah, syukur deh kalau begitu. Senang deh, tahu kalau Kamu juga diterima di sana."
"Kok Kamu kayaknya senang banget gitu Aku diterima?"
"Iya dong, kalau kita sama-sama diterima di organisasi jurusan, itu artinya kita bakalan sering bareng, kan. Jadi, bisa lebih dekat juga deh."
"Hm … gitu, ya? Oh iya, sudah dulu, ya. Sudah malam nih, Aku mau tidur dulu," ucapku ingin mengakhiri percakapan malam itu.
"Sudah mau tidur, ya? Baiklah, semoga mimpi indah, Rena. Sampai ketemu besok."
Kuakhiri percakapan malam itu dengan tanpa membalas pesan dari Niko. Dengan harapan Niko tak akan berharap banyak akan hubunganku dengannya.
Keesokan harinya, rapat organisasi mengharuskanku untuk bertemu dengan Niko. Aku ditunjuk sebagai sekretaris salah satu divisi organisasi dan Niko ditunjuk sebagai ketuanya. Kami berada dalam satu divisi yang sama, yaitu divisi Humas. Sebagai ketua dan sekretaris divisi Humas, aku dan Niko harus sering kali bertemu. Untuk membahas rencana kegiatan yang dilakukan organisasi, maupun sekedar belajar bersama dalam rangka meningkatkan kemampuan sponsorship.
Maklumlah, sebagai anak Humas kami diharuskan memiliki kemampuan lebih di bidang sponsorship. Karena setiap mengadakan acara, kami sebisa mungkin mampu menggaet perusahaan atau UMKM Mikro sekali pun untuk turut mendukung acara yang kami selenggarakan. Khususnya, untuk mendukung masalah pendanaan. Jadi, kami harus bisa menyajikan proposal sponsorship yang greget dan membuat calon pemberi sponsor berhasil tertarik.
Niko ahli untuk membuat proposal seperti ini, karena dia mantan ketua OSIS ketika masih di bangku SMA. Cukup banyak kegiatan OSIS yang pernah dia selenggarakan dan sukses mendapat sponsor dari perusahaan-perusahaan besar. Sementara, aku belum pernah memiliki pengalaman di bidang tersebut. Jadi, mau tidak mau, aku harus banyak belajar darinya. Dia sih tidak pernah keberatan ketika aku banyak bertanya kepadanya, tapi aku yang merasa tidak enak hati. Terlebih, aku sering sekali bersikap dingin ketika dia mengirimkan pesan untukku selama ini.
***
Jurusan akan mengadakan seminar nasional dengan menghadirkan narasumber dari salah satu perusahaan besar di Indonesia. Kami menargetkan jumlah peserta sebanyak 100 orang peserta yang berasal dari dalam maupun luar daerah. Untuk mendukung acara tersebut, kami membutuhkan dana yang cukup besar, sehingga kami harus mengajukan proposal pada calon pemberi sponsor. Berhubung waktu yang diberikan kepada devisi kami hanya dua minggu, jadi aku, Niko, dan anggota devisi Humas lainnya harus rela pulang malam dan menghabiskan hari libur di UMKM untuk membuat proposal dan menyebarkannya kepada para calon pemberi sponsor tersebut.
Hari itu hari Sabtu, seminggu sebelum acara dimulai, Aku dan Niko mendapatkan gilian untuk menyampaikan proposal di daerah Jakarta Timur. Untuk mempersingkat waktu, kami memutuskan untuk berpisah dan bertemu kembali di stasiun kereta. Niko tinggal di indekos di Bogor, dekat kampus. Karena jarak Bogor dan Jakarta Timur cukup jauh, jadi kali ini dia tidak mengendarai motornya. Motornya ditinggal di stasiun kereta. Sementara, aku menggunakan motorku dan akan menemui Niko setelah dari calon sponsor.