"Hah? Jadi, dari dulu Kamu sudah suka sama Aku? Sudah memendam perasaan segitu lamanya? Mana Aku tahu kalau Kamu enggak ngomong, Ndra?" Aku baru sadar bahwa Indra sudah memendam perasaan cukup lama terhadapku.
"Kayaknya cuma Kamu deh yang enggak tahu, hampir semua anak-anak di sekolah juga sudah tahu kalau Aku sukanya sama Kamu. Kamunya saja yang enggak pernah peka dan mungkin menganggapku tak ada." Jawab Indra begitu menohokku.
"Ya, bukan menganggap tak ada juga, selama ini kan Aku menganggap Kamu sebagai sosok kakak sekaligus sahabat. Mana pernah kebayang Kamu yang bakalan ngajakin Aku nikah kayak sekarang."
"Ya sudah, yang penting sekarang kan Kamu sudah tahu kalau Aku serius. Buktinya ya apa yang Aku lakukan malam ini. Jadi, gimana jawaban Kamu? Maukah Kamu menjadi istriku dan ibu dari anak-anakku?" Indra kembali melamarku secara pribadi.
"Em … beri Aku waktu sebulan deh, Aku harus mencerna dulu semua ini. Tiba-tiba banget soalnya, sampai Aku syok begini."
"Lama amat sebulan. Kalau selama itu jawabannya harus 'Iya', ya? Awas saja kalau enggak. Soalnya Aku juga tahu kalau selama ini Akulah lelaki yang terbaik yang pernah Kamu temui seumur hidupmu."
"Dih, PD benar!"
Akhirnya, malam itu berakhir dengan penuh kebahagiaan. Meskipun Aku masih ada tanggungan untuk menjawab pertanyaan Indra untuk menjadi istrinya, tapi berkat dia yang sangat ahli dalam mencairkan suasana, aku sudah tak begitu canggung dan terbebani lagi.
Setelah pertemuanku dengan Niko tempo hari, Niko masih selalu mencoba untuk mendekatiku lagi. Meskipun aku selalu bersikap dingin terhadapnya, dia masih sering kali mengungkit masa lalu ketika dulu kami masih bersama. Walaupun aku tidak pernah menanggapinya, jujur aku pun tak dapat menghindari bayangan masa lalu kami yang belum terhapus sepenuhnya dari ingatanku. Terlebih Niko adalah cinta dan pacar pertamaku. Memang kenangan itu sudah kukubur dalam-dalam, tapi sesekali bayangannya masih melekat dalam ingatanku. Terlebih ketika aku melintasi tempat-tempat bersejarah dalam hubungan percintaanku dengannya.
Mungkin benar kata orang bahwa cinta pertama itu susah dilupakan. Mungkin karena dialah yang awalnya membuka pintu hatiku yang selama ini terkunci. Jadi, setelah berhasil terbuka dan tertutup kembali, belum ada orang lain yang mampu menemukan kuncinya kembali. Atau kunci itu masih terbawa oleh Niko? Sepertinya tidak juga, karena pintu itu sudah mulai dibuka kembali oleh Indra. Indra berhasil menemukan kunci pintu hatiku ini.
Kenapa mereka harus hadir dalam kehidupanku di waktu yang hampir bersamaan. Niko yang selama ini menghilang dan mulai kulupakan mulai mencoba mendekatiku dan menggoyahkan perasaanku yang ingin meng-iya-kan ajakan Indra untuk menikah. Dan Indra yang selama ini kuanggap kakak sekaligus sahabat sedari kecil, menunjukkan keseriusannya dan berkomitmen untuk menjadikanku istrinya.
Untuk saat ini memang Indralah yang terbaik untukku, namun aku masih belum bisa sepenuhnya terlepas dari bayangan Niko. Apa seharusnya aku memberi kesempatan kedua untuk Niko saja? Namun, apakah Ayah dan Bunda akan menizinkan? Aku takut akan membuat banyak orang kecewa. Ayah, Bunda, om Irwan, tante Widya, Indra, bahkan Nia. Semua orang menyerahkan keputusan ini kepadaku, tapi jika keputusanku tidak tepat, salah-salah hubungan keluargaku dengan keluarga Indra bukannya membaik malah akan berubah menjadi tidak baik.
Niko semakin hari semakin menunjukkan perhatiannya kepadaku. Mulai dari hal kecil, hingga besar. Aku memang tidak menceritakan tentang kedatangan Indra dan keluarganya untuk meminangku. Aku sadar bahwa tindakanku mungkin salah, tapi masih ada waktu kurang dari sebulan untuk aku memberikan jawaban kepada Indra. Selama itu, aku berpikir bahwa hubunganku masih belum terikat oleh siapa pun.
***
Mungkin Tuhan sedang mengujiku. Beberapa tahun terakhir ini, tidak ada satu orangpun yang mampu mengetuk pintu hatiku. Jangankan mengetuk, mendekat saja mereka seakan enggan. Maklum, aku adalah gadis yang terkenal galak dan ketus. Jadi, hanya orang-orang yang mengenalku dengan baik dan cukup dekat denganku saja yang benar-benar tahu bagaimana diriku yang sebenarnya.
Galak dan ketusku sebenarnya hanyalah kedok semata. Semua hanya untuk menutupi kelemahan yang kumiliki. Seperti Indra dan Niko, mereka tahu bagaimana aku yang sebenarnya. Aku yang sebenarnya lemah, rapuh, dan mudah menangis adalah Rena yang mereka kenal. Jadi, ketika aku bersikap keras kepada mereka, mereka tahu bahwa sebenarnya aku mengalami hal yang membuatku sedih.
Wanita sulit dimengerti adalah kata-kata yang sangat tepat untuk menggambarkan bagaimana diriku. Artinya, aku adalah wanita seutuhnya. Hehehhe. Itulah wanita, ketika dia menolak sebenarnya dia ingin dirayu untuk menerima. Ketika dia bilang terserah, artinya dia ingin pasangannya mengetahui kemauan si wanita tersebut tanpa harus dia ungkapkan secara lugas. Ketika dia bilang bisa melakukannya sendiri, artinya dia berharap kamu membantunya. Banyak hal dari wanita yang harus dimengerti menggunakan hati dan perasaannya, bukan dari logika yang kebanyakan seorang pria gunakan untuk bersikap.
***
Saat berpacaran dulu, aku dan Niko sering menghabiskan waktu bersama. Berangkat bareng ketika rapat organisasi, ngerjain tugas bareng di tempat tongkrongan dia, nonton konser band favorit kami, nonton, joging, dan bersepeda bersama, bahkan sesekali kami menghabiskan waktu untuk hal-hal tidak jelas seperti ngomongin orang lewat ketika kami berada di pinggir jalan, sambil menikmati nasi kucing dan ketan susu.
Sebenarnya itu hal sepele, tapi karena sudah menjadi rutinitas kami ketika masih bersama, momen-momen tersebut seperti sudah melekat pada kehidupanku. Bahkan, ketika aku hilang kontak dengan Niko, setiap melewati jalan yang biasa kami lintasi bersama, lamunanku otomatis mengantarkanku pada kisah romantis masa kuliah dulu.
***
Malam itu kami berencana untuk mengerjakan tugas kuliah bersama di satu kafe dekat kampus. Kebetulan di sana ada grup musik lokal favorit kami. Jam sudah menunjukkan pukul 19.30 WIB, sementara grup tersebut bakalan manggung mulai pukul 20.00 WIB.
Sebenarnya kami sudah cukup ragu bakalan kebagian tempat duduk, mengingat para penggemarnya yang sangat banyak dan kafe itu sempat mempromosikan pertunjukan yang diselenggarakan malam itu.
Apesnya, ketika kami masih diburu waktu, ban motor Indra bocor di perjalanan. Perjalanan kami pun harus terhenti, dan mencari pahlawan jalanan, abang-abang tukang tambal ban. Sebenarnya, Indra sudah memintaku untuk naik ojek atau taxi dan meninggalkannya, tapi aku tak tega. Bagiku, kami harus melewati susah dan senang bersama.
Akhirnya, kami harus merelakan penampilan grup musik lokal favorit kami dan menikmati malam dengan mendorong motor kesayangan Niko. Untungnya, setelah sekitar satu kilometer kami berjalan, kami menemukan tukang tambal ban. Namun, tak lama berselang, rintik hujan mulai turun membasahi tanah yang terlihat hitam tercampur debu ibukota, menjadikan malam minggu kami menjadi malam minggu kelabu.
Tak hilang akal, Niko kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Ternyata dia membawa sebuah roti. Dia bilang, roti itu tidak sengaja didapatnya karena ada promo yang sedang berlaku. Beli dua gelas kopi, gratis 1 buah roti. Dia membeli kopi dengan temannya ketika pulang dari kuliah siang tadi, lalu rotinya dia minta dan dimasukkan ke dalam tas. Dan ternyata sebuah roti tersebut berhasil menyelamatkan kami dari kelaparan malam itu.
Roti gratisan itu kami bagi dua untuk mengganjal perut kami yang mulai merasakan lapar. Kami sengaja belum makan sebelum berangkat agar bisa menikmati makan malam bersama di kafe dengan puas. Namun, bukannya pelampiasan atas rasa lapar yang telah kami tahan tersebut, tapi malah kami harus merelakan gagalnya rencana kami malam itu. Baik untuk menyaksikan grup musik, maupun untuk makam malam bersama tepat waktu.