Sophia menggigit bibir bawahnya. Rasa cemas kini menggerogoti pikiran dan hati. Sekarang, dia harus memberi alasan apalagi agar pria di hadapannya tak curiga?
Dia memang bukanlah seseorang yang pandai untuk berbohong.
Namun disisi lain, dia tak menyangka kalau ternyata Radit; suaminya justru mendatangi rumah Jessica. Jadi, gadis itu pulang lebih dulu dan meninggalkannya sendirian di Bar.
'Sialan!' umpatnya kasar dalam hati.
Radit terus menatap ke arahnya dengan tajam. Seolah pria itu tak akan membiarkan waktu sedetik pun bagi sang istri untuk berbohong. Dia tahu kelemahan Istrinya. Hanya dengan melayangkan tatapan tajam sudah mampu membuatnya tertekan.
Ia memang sangat mencintai Sophia. Namun jika wanita itu berani berbohong, tak akan ada lagi kesabaran yang tersisa. Dia memang tipe pria yang cukup temperamen dan sedikit impulsif. Hanya dengan satu percikan api bisa membuatnya terbakar hingga hangus.
Kadang, rasa takut menyelimuti hati Sophia. Radit memang begitu mencintainya dan bahkan memperlakukannya bak seorang ratu, tapi sayang seribu sayang. Sikapnya yang cukup buruk acapkali membuatnya urung untuk mengungkapkan isi hati. Wanita itu sering menyembunyikan rasa sakit di dalam hati. Karena baginya, Radit bukan hanya menjabat sebagai Suami. Namun ia juga telah menempati tempat yang spesial di hidupnya.
Radit mengernyitkan dahi. "Kenapa diam saja, heh?"
"Oh, atau mungkin kamu sekarang sedang memikirkan cara agar bisa membohongi diriku?"
"A-aku memang pergi bersama Jessica, tapi … kemarin malam harus pergi ke minimarket sebentar. Dan mungkin saat itu, kamu tidak melihatku ada disana."
Sophia menggigit bibir bawahnya sambil memejamkan mata. Entah apa lagi yang akan terjadi. Namun bagaimanapun caranya, dia harus menutupi kesalahannya sendiri. Ini bukan waktu yang tepat untuk berkata jujur sebab mereka berdua hanya akan jatuh dalam perdebatan.
Radit pasti akan memikirkan banyak hal jika mengetahui istrinya sendiri telah menghabiskan malam panas bersama dengan pria lain. Lagipula, Sophia bahkan tidak berniat untuk mengungkap masalah ini. Dia juga tahu dengan betul bahwa perbuatannya semalam akan sulit untuk dimaafkan. Bahkan sampai sekarang, dia masih belum bisa melupakan hal gila yang sempat ia lakukan. Hanya dengan mengingatnya saja berhasil menimbulkan denyut nyeri di dada.
Radit tak semudah itu percaya. Dia masih tetap memberikan tatapan tajam. Namun semenit kemudian, dia menghela napas panjang. "Kamu tidak berbohong padaku 'kan?"
Sophia menggelengkan kepala perlahan. "Tidak, Sayang."
Dia menatap sendu ke arah Suaminya. 'Maaf karena aku harus berbohong seperti ini,' ujarnya dalam hati. Rasa bersalah karena telah berbohong membuat hatinya tak tenang.
Meskipun sebenarnya masih merasa curiga, Radit berusaha untuk tetap mempercayai istrinya. Dia sangat percaya bahwa wanita yang telah dipilih untuk menjadi pendamping hidupnya ini tak akan pernah berani untuk berbohong.
Radit berjalan mendekat, namun entah mengapa ada rasa takut yang perlahan mulai menyusup di dalam hati Sophia. Ia takut akan kebohongannya yang bisa saja terbongkar kapan saja. Bahkan jika ada celah sedikit saja, pernikahan yang telah dibangun dengan banyak pertimbangan bisa saja hancur dalam sekejap mata.
Ia tak mau kehilangan lagi. Radit adalah satu-satunya yang paling berharga di dalam hidupnya. Wanita yang telah menjadi yatim piatu sejak berumur 15 tahun itu sangat takut kehilangan orang tersayang. Baginya, Radit bukan hanya menempati sosok penting sebagai suami namun juga telah menjadi bagian di dalam hidupnya.
Pria itu telah menjadi tempat sandaran selama bertahun-tahun. Senantiasa memeluknya dengan erat sambil menepuk-nepuk punggung secara perlahan agar bisa menenangkan saat mengalami masalah.
Lalu bagaimana dia bisa melanjutkan hidup tanpa kehadiran Radit?
Sophia bahkan tidak ingin membayangkannya. Karena kehilangan adalah momok yang paling menakutkan. Hatinya hanya akan tergerus dengan penyesalan.
"Euhh!"
Sophia tersentak kaget saat mendengar dengusan kasar dari Suaminya. Radit menutup hidung seolah baru saja menghirup aroma yang tidak sedap. Ia mengernyitkan dahi hingga kedua alis saling berkaitan satu sama lain. Lalu melayangkan tatapan heran pada Istrinya.
"Kamu mabuk?"
"A-aku hanya minum sedikit, kok!"
Radit kembali mengeryit, "Kamu bisa minum alkohol?" Ia merasa sangat heran, sebab dia tahu dengan pasti kalau wanita yang berdiri di hadapannya sekarang tak pernah bisa meminum minuman keras.
"Ah, itu karena semalam merasa cukup suntuk dan sepertinya minum sedikit bisa menghilangkan rasa jenuh,"
Sophia menghela napas panjang. "Lagipula, aku juga tidak mungkin membiarkan Jessica minum sendirian. Dia sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja dan sebagai sahabat yang baik aku harus bisa menemaninya melupakan rasa sakit karena dikhianati kekasihnya sendiri."
Setelah mendengarnya, Radit memalingkan wajah. Perilakunya yang cukup aneh barusan langsung mendapatkan tatapan heran dari Sophia.
"Kenapa?"
Radit menggelengkan kepala perlahan. "Tidak! Sebaiknya sekarang kamu segera pergi untuk membersihkan diri,"
Meskipun masih merasa aneh dengan perubahan sikap Suaminya. Namun Sophia memilih untuk melenggang pergi naik ke lantai atas, karena ini adalah kesempatan yang cukup bagus untuk menghindar dari berbagai pertanyaan yang bisa saja muncul.
Sophia mendaratkan pantatnya tepat di atas kasur. Kali ini Radit mungkin percaya dengan alibinya, namun entah apa yang akan terjadi lain kali. Dia sangat yakin kalau suatu kebohongan yang ditutupi serapat mungkin bisa saja terbuka meski hanya karena sebuah celah kecil.
"Sialan!" Ia kembali mengumpat saat sebuah sekelebat ingatan tentang kenangan yang cukup buruk kembali muncul.
Meskipun telah berusaha untuk melupakannya namun ingatan itu terus saja hadir seolah sedang diputar di bioskop. Hatinya kembali dilingkupi rasa bersalah apalagi saat mengingat dirinya terus menyerang dan juga melenguh panjang karena mendapatkan sentuhan intim dari pria lain. Bak jalang yang merindukan sentuhan, dia terus bergerilya dengan liar.
Pria asing yang telah melewati malam yang cukup panas dengannya pasti juga berpikir bahwa ia adalah sosok wanita yang begitu liar dan juga nakal.
"Ya Tuhan, Kenapa ingatan buruk ini terus saja muncul di dalam kepalaku?"
"Aku tidak ingin mengenang sesuatu yang buruk. Dan aku juga tidak ingin mengotori isi kepalaku sendiri!"
Sophia yang merasa cukup gerah akhirnya memilih untuk mandi. Mungkin guyuran air dingin yang menerpa tubuhnya bisa menghilangkan pikiran buruk yang terus saja hinggap di dalam kepala.
Perlahan dia mulai beringsut dari kasur dan masuk ke dalam kamar mandi. Melucuti seluruh pakaian yang dikenakan hingga tidak menyisakan satu benangpun. Ia menyalakan shower dan seketika guyuran air dingin menerpa tubuhnya.
Dia mulai menggosok tubuhnya secara perlahan. Namun entah mengapa justru kembali teringat tentang sentuhan pria asing semalam yang berhasil membuatnya bergairah. Kini, rasa jijik pada diri sendiri membuatnya dilingkupi rasa benci.
Sophia merasa kotor dan tak lagi suci. Ada pria lain yang telah mencicipi tubuhnya. Bahkan tanpa sadar, ia malah menikmatinya. Mereka saling melumat hingga menimbulkan lenguhan panjang. Terus bergumul dengan panas sampai berhasil menuju ke puncak kenikmatan. Tapi … itu semua salah.