Chereads / Our Mistake / Chapter 5 - Kesalahan yang Manis

Chapter 5 - Kesalahan yang Manis

"Aku merindukanmu, Sayang!" Kecupan demi kecupan yang terasa menggelikan mendarat di tiap inci tubuhnya. Sophia hanya bisa melenguh panjang sambil menggigit bibir bawahnya. Sedangkan Radit, terus bergerilya dengan liar.

Sentuhan yang seharusnya menimbulkan getaran dalam dada, justru terasa aneh. Sophia memejamkan mata sejenak, entah mengapa sekelebat bayangan tentang pria asing kembali muncul di dalam kepala.

"Engh ... Jangan!"

Radit mengernyitkan dahi saat mendapatkan dorongan keras seperti kode penolakan. Dia merasa kalau sikap istrinya sekarang terlihat cukup mencurigakan. Bahkan meskipun beberapa kali mencoba untuk menyentuh di beberapa titik sensitif tak bisa membuat wanita yang berada di dalam dekapannya ini luluh.

"Apa aku membuatmu tak nyaman, Sayang?"

Sophia tersentak ketika merasakan sebuah telapak tangan mengusap wajahnya dengan lembut. Ia menggigit bibir bawahnya sambil memejamkan mata. Rasa takut mulai menjalar ke seluruh tubuhnya.

Radit mengulurkan tangan berusaha untuk menyentuh setiap inci tubuh istrinya. Namun seketika, ia mengurungkan niat.

"Jangan …," lirih wanita berwajah sayu di hadapannya dengan nada bicara yang terdengar bergetar.

Radit melepaskan pelukan dan berusaha untuk tidak melakukan apapun. Ia masih merasa cukup bingung dengan perubahan sikap sang istri yang tampak membingungkan. Namun disisi lain, melihat wanita yang begitu cintai kini tampak tertekan bahkan seolah menahan rasa takut membuatnya merasa iba.

"Sayang?"

"Aku tidak melakukan apapun, oke?"

"Jadi jangan merasa takut padaku."

Sophia membuka mata perlahan, bola matanya kini dihiasi embun yang entah sejak kapan mulai menumpuk di kelopak matanya. Terlihat jelas ada rasa takut serta keraguan di dalam sana.

"Maaf, aku--"

Sebuah jari telunjuk mendarat tepat di bibirnya. "Aku tidak akan memaksa, lagi pula mungkin kamu masih merasa lelah. Jadi … jangan merasa bersalah sedikitpun."

Meski nafsunya berada di puncak kepala, Radit memilih untuk mengalah. Tatapan meminta belas kasihan membuatnya enggan untuk berbuat lebih dari ini. Meski sang adik di bawah sana terus meronta.

Radit bangkit dari kasur, lalu kembali menatap tubuh istrinya yang masih meringkuk. Sebelum benar-benar melangkah pergi. Senyum tipis yang terasa pahit terukir. Jika tetap berada di ruangan ini, hanya akan membuatnya hasrat yang belum tersalurkan semakin menggebu.

"Kamu pasti lelah, kan? Sebaiknya istirahat dulu, ya." Ia melangkah pergi sambil mengusap wajahnya dengan cukup kasar.

"Radit,"

Sebelum langkahnya menjauh, sebuah panggilan kembali membuatnya menoleh ke belakang. Radit mengernyitkan dahi hingga kedua alisnya saling berkaitan satu sama lain.

"Ya?"

Sophia menggigit bibir bawahnya, "Maaf karena aku masih belum bisa menjadi istri yang baik untukmu."

Radit hanya membalasnya dengan senyum tipis lalu memilih keluar dengan perasaan bimbang. Antara nafsu dan cinta. Untuk pertama kalinya, dia benar-benar merasa tersiksa sebab tak bisa menikmati tubuh menggoda Sophia. Padahal, sejak semalam dia bahkan tidak menyalurkan hasrat. Namun kini, dia harus kembali menahan diri.

"Sialan!" Radit mengusap wajahnya dengan cukup kasar. Hasrat yang tertunda membuatnya sulit untuk berpikir jernih. Disisi lain dia merasa cukup heran dengan perubahan sikap istrinya.

Ia keluar rumah dan memilih duduk di teras untuk mengusir segala pikiran aneh yang terus menerus hinggap di dalam kepala.

"Apa aku terlalu terburu-buru tadi?" Radit mendaratkan pantatnya di atas kursi. Lalu menyalakan rokok dan menghisapnya dalam. Aroma tembakau yang khas langsung menusuk ke dalam indera penciuman.

Sophia tak pernah suka melihatnya merokok. Oleh sebab itu, dia selalu memilih untuk pergi keluar agar bisa mencuri kesempatan. Biasanya, wanita itu akan terus mengoceh selama berjam-jam hanya untuk memberinya nasehat agar tak lagi jatuh dalam kecanduan rokok.

Ada perasaan mengganjal di dalam kepalanya. Semenjak tak pulang semalam, Sophia bersikap cukup aneh. Ia tahu, ada suatu hal yang telah disembunyikan darinya. Namun meskipun merasa curiga dengan sikapnya, Radit tetap memilih untuk diam.

"Sial! Bagaimana bisa aku menghabiskan malam dengan hasrat yang tertunda seperti ini?!"

Drrt! Drrt!

Radit memicingkan matanya, menatap layar ponsel yang kini menyala. Dia meraih benda pipih itu dan mengusap layarnya perlahan. Sebuah pesan baru masuk. Sedetik kemudian, senyum sinis sekaligus licik tergambar jelas di wajahnya.

Dia mematikan puntung rokok yang masih menyala. Lalu beranjak pergi dengan senandung yang mengiringi langkah kaki.

***

"Ya Tuhan, bagaimana bisa bayangan pria misterius itu terus saja muncul?"

Sophia menatap ke arah pantulan cermin yang kini memperlihatkan wajahnya yang tampak pucat. Ia merasa bersalah karena telah menolak ajakan bercinta dengan suaminya sendiri. Entah mengapa, sentuhannya justru terasa dingin. Seolah tak menciptakan rasa nikmat sedikitpun.

"Kenapa dengan tubuhku?"

Ia yakin, ada yang salah. Sophia menggigit bibir bawahnya sambil memejamkan mata. Ia tak ingin berpikiran negatif. Namun, saat ini otaknya bahkan tidak ingin diajak untuk berkompromi.

Sophia beranjak dan meraih ponselnya. Bahkan sampai saat ini, Jessica masih belum memberikan kabar sekalipun. Sekali lagi, dia menekan tombol panggilan. Berharap agar sahabatnya itu mengangkat telepon.

"Ck! Kenapa dia tak mengangkat telepon dariku, sih?!"

"Apa mungkin terjadi sesuatu padanya?"

Sophia menghela nafas panjang. "Tapi, bukankah semalam dia sudah pulang ke rumah?"

Ia ingat, Radit bahkan telah mencarinya ke rumah Jessica. Jadi bisa dipastikan, gadis itu berada di rumah sekarang. Meskipun begitu, rasa khawatir tetap tak kunjung menghilang.

Berbagai kejadian buruk terjadi kemarin. Bahkan semuanya terasa seperti mimpi di siang bolong. Ia ingat, semalam sempat minum bir. Namun entah berapa banyak yang telah dia tenggak sampai membuatnya bahkan tak sadarkan diri. Terlebih lagi, dia malah tidur bersama dengan pria asing.

"Sialan! Kenapa aku sangat bodoh, sih?!" Ia menjambak rambutnya sendiri. "Sekarang aku bahkan tak memiliki wajah sedikitpun untuk keluar rumah."

Ia merasa hampir gila. Orang-orang selalu melihatnya sebagai sosok wanita yang lembut. Namun, kejadian kemarin malam adalah kesalahan yang paling buruk!

Dia bahkan menarik pria asing lalu menidurinya dengan paksa. Ya, meski bisa dibilang kalau ia bukanlah satu-satunya yang bersalah. Sebab, pria asing itu juga ikut menikmatinya.

Dia masih ingat aroma tubuhnya yang menggoda dan memabukkan. Rahangnya yang tegas dihiasi sedikit bulu halus. Apalagi, perutnya yang terasa keras berotot membuatnya makin tak bisa menahan diri. Dan bodohnya, ia malah menikmati saat tiap inci tubuhnya disentuh dengan seenaknya. Mengerang dan mendesah panjang sambil bergerak liar bak seorang pelacur.

"ASTAGA! Itu sangat memalukkan!" Ia kembali menjambak rambutnya sendiri. Ingatan yang terus muncul di dalam kepala semakin menyiksa.

Andai ada seseorang yang mengabadikan momen itu. Pasti mereka akan mengecamnya dengan kalimat sarkas. Sophia tampak liar bak seorang wanita yang kekurangan belaian. Padahal, ia bisa mendapatkannya dengan mudah dari sang suami.

Semakin dipikirkan, itu semua terus membuat kepalanya berdenyut nyeri.

Dia menghela nafas panjang. "Hah, lagipula aku sudah membayar jasanya."

"Dia memang pantas mendapatkan bayaran yang setimpal karena telah menemani menghabiskan malam denganku,"

"Hm, waktu itu aku membayarnya berapa, ya?" Alisnya naik sebelah.

Sedetik kemudian matanya langsung membulat terkejut. "Sialan! Bagaimana bisa aku hanya membayarnya lima ratus ribu?!"