Seharusnya Alessia tidak merasa kata-kata yang keluar dari bibir Christian seolah-olah menampar wajahnya, karena ia sudah tahu bagaimana pikiran Christian pada dirinya.
Pria itu selalu berpikir yang tidak-tidak padanya sebaik apa ia mencoba membujuk suaminya tersebut. Ia menjelaskan kronologi peristiwa yang terjadi pun sepertinya percuma. Tak akan mengubah apa pun. Yang ada hanya menambah kesan dirinya adalah seorang pembangkang di mata Christian.
Biarlah pria itu menganggapnya demikian.
"Raymond, dorong kursi rodaku menuju mobil. Ada seseorang yang harus kutemui sekarang juga," titahnya penuh dominasi pada tangan kanannya.
Raymond pun akhirnya mengalah. Tak ada gunanya memberitahu Christian hal yang sebenarnya terjadi. Ia tahu sang pewaris Allen Group hanya akan mengabaikan setiap kata-kata yang keluar dari bibirnya.
Bibir Christian melengkung dan masih sangat sinis seperti sebelumnya. Mata pria itu berkilat-kilat dingin. Alessia tampak ketakutan diperhatikan seperti itu oleh suaminya.
"Terima kasih untuk pemeriksaan hari ini, Kyle. Aku pergi," pamit Christian pada Kyle.
Kyle mengangguk patuh. Sebelum mereka bertiga hilang dari jangkauan matanya, ia sempat melirik satu-satunya perempuan di antara tiga tamunya tersebut.
Senyum aneh mengembang dari kedua sudut bibir Kyle. Senyuman penuh sejuta pengertian.
Alessia merasa heran dengan tindakan dokter muda itu. Tapi ia tak akan mempertanyakan hal itu pada orang yang bersangkutan. Ia memilih memendam sambil menunduk hormat sebelum pergi dari sana.
***
Di dalam mobil.
Suasan terasa lain. Tak sama seperti sebelumnya.
Alessia merasa ada yang aneh dengan semua kejadian ini. Kenapa suaminya begitu marah padanya?
Tidak mungkin pria itu cemburu padanya, kan? Jangan bercanda!
"Tu-Tuan, ap-apakah kau marah padaku?" tanya Alessia memberanikan diri. Ia begitu gelisah. Ia begitu kebingungan dengan setiap gerak-gerik yang ada pada Christian.
Di samping kemudi, Raymond sempat menoleh ke belakang dari bahunya. Namun, cepat-cepat ia mengarahkan pandangannya ke depan. Ia tak mau mencari masalah pada tuan mudanya itu. Ia masih sayang nyawa, pekerjaan, dan segalanya. Allen Group adalah segalanya, dunianya, dari dulu hingga sekarang.
"Aku marah padamu? Untuk apa? Jangan besar kepala pada setiap hal yang kukatakan padamu. Jangan merasa dirimu terlalu berharga," kata Christian sambil tersenyum. Bukan senyum ramah.
Melihat hal itu, jantung Alessia seolah jatuh berhamburan di lantai di sekitar kakinya.
Christian memejamkan mata usai menyandarkan kepalanya di kursi mobil yang ia naiki. Ia ingin melupakan segalanya. Pernikahan menggelikan itu. Pernikahan yang ditinggalkan oleh mempelai wanita dan sengaja dibuat untuk menghancurkan dirinya hingga tak berbentuk.
Kepalanya masih berdengung karena pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari kakek Hamish, adik sepupunya, dan mungkin saja dibicarakan oleh orang-orang di sekitarnya. Ia ingin melupakan semuanya. Karena ia tidak ingin memikirkan kekacauan macam apa yang ditinggalkan calon mempelainya.
Sialan!
Tiba-tiba pria itu merasa haus. Tenggorokannya mengering. Ia lupa meminum cairan bening dari botol air mineral yang dibawakan Raymond padanya.
"Berikan aku minum! Aku haus," titahnya entahd ditujukan pada siapa.
Alessia yang duduk di sebelahnya bergerak cepat. Ia mengambil sebotol air mineral dari tas selempangnya dan ia ulurkan pada pria tampan di sampingnya.
"Ini silakan diminum, Tuan Christian," kata Alessia mempersilakan pemuda itu meneguk air yang melegakan itu untuk mengaliri tenggorokannya.
Christian menoleh ke samping. Dan mendapati dirinya bersitatap dengan istri kecilnya. Selama beberapa detik pandangan mereka bertemu.
Pria itu berada sangat dekat dengan Alessia. Tak ada jarak yang tersisa. Mungkin jaraknya hanya sejengkal. Benar-benar menguji keimanan.
Tatapan Christian mendadak tertuju pada bibir berwarna merah ranum milik sang istri.
Kalau pria itu benar-benar sudah gila, benar-benar kehilangan kesadarannya, tak bisa menahan kendali dalam hidupnya, Alessia pasti akan ia terkam.
Perempuan itu berhasil membangunkan singa yang terlelap dalam tidur panjangnya hanya gara-gara mereka saling bersitatap.
"Jangan terlalu dekat denganku, aku bisa menjadi ancaman bagimu jika kau mencondongkan tubuhmu ke arahku sedikit lebih dekat," kata Christian. Matanya bergerak dari mata Alessia ke bibir perempuan itu.
Alessia tersentak sedikit ketika pria di sampingnya mengatakan hal itu.
Cairan bening itu berhasil mengeringkan dahaganya. Tapi tak semuanya berjalan baik-baik saja. Sisa tubuhnya mengeras begitu menatap kedua mata Alessia yang sangat indah. Bulu-bulu mata itu tumbuh dengan subur di atas kedua kelopak matanya.
Sangat cantik!
Christian buru-buru mengenyahkan hal itu dari mata dan pikirannya. Bisa gila dirinya jika harus berdampingan dengan Alessia dengan aksi saling tatap menatap seperti ini. Di mana saat ini ia tak bisa membuka kenyataan pada semua orang mengenai dirinya. Belum bisa. Mereka pasti akan tahu, tapi tidak sekarang.
"Oh maaf, Tuan. Sekali lagi tolong maafkan aku," kata Alessia pasrah ketika dirinya selalu dijadikan sebagai tersangka dalam setiap kali mereka berdebat.
Alessia tak memiliki kebebasan berpendapat. Ia tak diijinkan untuk menolak atau membantah setiap perintah yang keluar dari bibir Christian. Ia bahkan tak diijinkan untuk meluapkan segala isi hatinya pada pemuda di sampingnya.
***
Allen Hospital.
Lagi-lagi, keluarga Allen yang menunjukkan eksistensinya di segala bidang.
Sepasang suami-isteri itu sudah berada di pelataran parkir Allen Hospital. Rumah Sakit yang dimiliki oleh Allen Group.
Ternyata kekayaan Allen Group tak bisa dianggap angin lalu atau isapan jempol belaka. Ini benar-benar nyata.
"Raymond?" Panggilan lantang keluar dari bibir Christian.
"Ya Tuan Christian, ada yang bisa kubantu untukmu?" tawar Raymond sebagaimana mestinya. Itu adalah panggilan pekerjaan untuknya. Ia harus siap sedia.
"Bawa aku ke ruangan ayah mertuaku," titah Christian pada Raymond dengan bernada serius.
Raymond dengan senang hati membawa Tuan mudanya menuju ke ruang yang dimaksud.
Alessia berjalan di belakang kedua pemuda itu. Hatinya merasakan getaran aneh. Entah karena kata-kata Christian padanya atau hal lain, Alessia juga belum bisa mendeskripsikannya dengan lebih jelas.
Christian tampak terdiam. Termangu di ruangan di mana Matthew Falco masih menutup mata. Pria paruh baya itu baru saja mendapatkan penanganan dari para dokter senior dan berpengalaman guna menyembuhkan penyakit yang dideritanya.
Matthew masih berada di bawah pantauan dokter dan belum mendapat kesadaran usai dibius total.
Masih sulit dipercaya Matthew mengorbankan anak gadisnya demi dirinya. Christian merasa amat bersalah pada kebaikan serta pengorbanan pasangan ayah dan anak itu untuk menyelamatkan dirinya dari rasa malu yang bersiap menderanya saat itu.
Tapi semua kekacauan itu terselamatkan oleh bantuan Matthew dan Alessia. Ia merasa berhutang budi.
Seharusnya Christian memberikan penghargaan pada dua orang itu karena berjasa menyelamatkan dirinya dan nama baik Allen Group. Namun yang ada ia malah mempermalukan Alessia di hadapan semua orang dan menuduhnya yang bukan-bukan.
"Paman Matthew, terima kasih sudah menolongku saat itu. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kau dan anakmu tidak memberikan bantuan sebesar ini padaku, aku berjanji satu hal padamu… dengarkan aku, Paman Matthew….," bisik Christian di telinga Matthew Falco. Ia sengaja meminta Raymond mendorong kursi rodanya agar berada di dekat ayah mertuanya.
To be continue…
***