"Tunggu apa lagi? Kau mau diseret dari sini, Hem?" Christian berkata dengan santainya tanpa tahu bagaimana sikap dan gerak-gerik saingannya tersebut.
David mengepalkan kedua tangannya sampai buku jarinya terlihat jelas. Ia tampak murka mendengar sindiran sepupu satu-satunya itu.
'Awas kau, Christ! Kali ini kau boleh merasa menang dan menertawakan aku, lain kali kau tidak akan bisa mengembangkan senyum munafikmu itu,' batin David, geram.
David pun menatap sang kakek. Berharap mendapatkan pembelaan. Dan nyatanya ia tak mendapat apa yang dia inginkan.
Kakek Hamish hanya diam dan memalingkan wajahnya.
Sebenarnya kesalahan apa yang telah diperbuatnya semalam? Kenapa menjadi sekacau ini? Ia harus menanyakan hal ini pada ayah dan ibunya. Lebih baik baginya untuk segera pergi dari sini daripada terus menerka dalam hati.
"Baiklah kalau begitu, Kek. Aku akan menginteropeksi diri di rumah. Semoga aku bisa mendapatkan jawaban dan bisa memperbaiki hal itu. Jujur saja, aku tidak menginginkan hubungan kita menjadi renggang seperti ini. Aku pergi, Kek," pamit David dengan wajah tertunduk. Ia sengaja melakukan itu demi mengais simpati dari kakek Hamish.
Nyatanya, kakek Hamish hanya mengangguk pelan tanpa mau bersitatap lama dengan cucunya tersebut. Sepertinya kata-kata sang cucu sudah menyakiti hatinya secara tidak langsung.
David tak sanggup membayangkan hal itu di dalam pikirannya. Ia harus segera menemui kedua orang tuanya demi mendapat jawaban.
Kakek Hamish menatap kepergian sang cucu dengan tatapan datar tanpa ekspresi.
Christian menangkap jelas hal itu di depan matanya. Tapi pemuda itu memilih diam. Ia tak mungkin lupa dengan apa yang diucapkan David di pesta perayaan pernikahannya semalam. Kata-kata David mendarah daging di dalam dirinya. Ia mungkin bisa memaafkan tapi tak bisa melupakan. Kenyataan itu telah menyakiti hatinya.
"Oh iya, Kek, aku dan Alessia keluar sebentar. Ada yang ingin kami lakukan saat ini. Kami berjanji akan kembali ke hotel sebelum petang. Kakek tidak marah, kan?" tanya Christian berhati-hati. Ia tak mau membuat sang kakek merasa terabaikan.
Christian mulai memahami sikap dan karakter sang kakek. Semakin bertambah usia, sang kakek semakin manja. Semakin tua semakin menjadi. Bukan bermakna aneh-aneh ya, tapi sang kakek semakin tampak seperti anak kecil yang mudah merajuk dan marah-marah karena alasan tak masuk akal.
"Untuk apa aku marah? Kau ini aneh sekali. Aku tahu kalian pasti memiliki banyak hal yang harus dikerjakan. Jadi aku tidak akan menuntut lebih pada kalian untuk tetap tinggal di sini. Selesaikan urusan kalian. Aku masih ingin menikmati malam di sini, di hotel milikku. Kalau kalian ingin mencariku, langsung datang kemari saja. Tak usah ragu, oke?" pungkas sang kakek mengusir secara halus pasangan suami istri tersebut.
***
"Aku ingin menemui seseorang terlebih dahulu. Kau tidak mempermasalahkannya, kan?" tanya Christian pada istri kecilnya yang duduk di sampingnya di dalam mobil mewahnya.
Christian bertanya tanpa menatap mata perempuan muda itu. Ia hanya fokus pada pantulan layar datar di hadapannya yang sedang menunjukkan suatu informasi tentang seseorang di sana.
Alessia pun menjawab pertanyaan sang suami dengan lirih, "Baik, Tuan."
"Aku tidak sedang menyuruhmu melakukan sesuatu. Kenapa jawabanmu tidak sinkron dengan pertanyaanku?" timpal Christian cepat.
Pria tampan itu mematikan layar ponselnya dan mengalihkan pandangan pada sang istri yang tampak gelisah.
"Ada apa denganmu? Kenapa kau mendadak lesu? Apakah kau lelah gara-gara semalam?" tanya Christian yang terdengar perhatian. Diarahkannya kedua mata hazel miliknya pada Alessia dengan sejuta tanya di dalam hati.
Alessia merasa seolah-olah dirinya tertarik pasir hisap dan sebentar lagi akan tenggelam saat mata bertemu mata dengan pemuda yang sangat tampan itu.
Salah satu sudut mulutnya yang sinis terangkat dan itu membuat Alessia semakin kebingungan dengan sikap Christian.
Semalam?
Sebenarnya apa yang terjadi semalam antara dirinya dan Christian?
Alessia merasa sulit bernapas. Ia tak tahu bahkan tak ingat apa yang telah ia lakukan semalam pada Christian. Perempuan itu takut jika semalam ia menggila dan melakukan perbuatan di luar nalar pada suaminya.
"Jika kau memikirkan kejadian apa yang terjadi semalam, maka kuberitahu kau sesuatu, semalam kita hanya berciuman, dan sedikit… raba-meraba sesuatu di dalam tubuh kita. Hanya itu..," bisik Christian di telinga sang istri. Hal itu menjawab pertanyaan sang istri yang dilanda penasaran tingkat dewa.
Glek
Hanya itu?
'Enak sekali dia berkata seperti itu! Ya Tuhan, kenapa aku memiliki suami seperti ini? Mesum sekali dia! Apa katanya tadi, meraba-raba? Hei Tuan muda, aku belum pernah diraba-raba oleh siapa pun dan kau dengan entengnya mengatakan hal itu tanpa merasa berdosa? Menyebalkan sekali!' rutuk Alessia dalam hati.
"Ada apa? Kenapa terlihat di wajahmu saat ini seolah-olah seperti tidak diterima diperlakukan begitu olehku? Kau marah? Ingin balas memarahiku? Asal kau tahu, kau yang memulai lebih dulu. Bukan aku," serang balik Christian pada istrinya. Masih dalam mode bisik.
Degg degg degg degg
Suara jantung Alessia seperti tengah berdemo.
Apakah benar yang dikatakan Christian barusan?
'Mana mungkin aku yang memulai semuanya lebih dulu? Oh Tuhan, ampuni aku. Apakah benar seperti itu? Astaga, apa yang semalam aku lakukan? Ternyata benar, aku memang benar-benar menggila pada tuan muda Christian. Oh tidak…,' Alessia terus merutuki kepolosannya semalam, oh tunggu mungkin lebih tepat disebut kebodohannya.
Alessia menggigit bibir bawahnya dan memutar mata. Ia bingung dengan apa yang harus ia lakukan saat ini setelah semua fakta telah terbuka. Bagaimana caranya bersikap di hadapan tuan mudanya yang makin terlihat mesum ini? Apakah bisa seperti biasanya?
Semburat merah di pipinya menunjukkan bahwa perempuan itu benar-benar malu. Dan Alessia tak bisa menyembunyikan hal itu dari seorang Christian.
"Sudahlah tidak perlu dibahas lagi, semalam kita tidak melakukan hal yang menguras tenaga. Semalam itu bisa kubilang hanya pemanasan saja. Dan lihatlah aku, aku baik-baik saja, kan? Kita bisa melakukan banyak hal jika kau menginginkan yang lebih dari itu, Nona Alessia. Aku bisa mengajarkan banyak gaya di atas ranjang padamu," goda Christian di telinga Alessia. Pria itu mengatakan hal tersebut dengan santainya, bahkan diakhiri dengan kerlingan sebelah matanya.
Kurang ajar!
Pria itu tahu bagaimana polosnya sang istri. Tampaknya hal itu dimanfaatkan Christian untuk menggoda Alessia yang masih polos dan belum terjamah tangan-tangan pria lain di muka bumi ini.
Christian terkekeh geli.
Alessia tampak kesal. Ia memilih memunggungi sang suami demi menutupi kegelisahan dalam dirinya.
"Raymond?" panggil Christian pada tangan kanannya yang duduk di bagian samping kemudi.
Pria yang disebut namanya dengan cepat menoleh ke belakang.
"Ya, Tuan Christian. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Raymond sigap.
"Cari tahu sepak terjang David di belakangku? Apakah dia ikut andil dengan pelarian Isabella dari pernikahan? Kalau iya, buat dia merasakan akibat perbuatannya!" Christian memberi perintah pada Raymond dengan tatapan penuh peringatan.
Alessia yang mendengar perintah itu lantas menatap penuh tanda tanya ke arah sang suami.
'Apa yang akan dilakukan Tuan Christian pada mereka? Apakah Tuan Christian hendak mengejar kembali Nona Isabella?' batin Alessia dengan hati tak tenang. Ia seperti merasakan ketakutan luar biasa dalam dirinya. Bayangan akan bersatunya Isabella dengan tuan mudanya membuat perempuan itu gelisah tak karuan.
To be continue…
***