Jantung Alessia berhenti berdetak. Ia menatap Christian. Dalam beberapa detik ia tak bisa bergerak. Ia jelas tidak bisa berbicara apa pun dan menyela pembicaraan dua pria di sekelilingnya.
Alessia merasa takut. Rasa takut dan gelisah diam-diam mengusik ketenangan jiwanya. Ia merasa takut seandainya Isabella kembali menjalin hubungan dengan Christian.
Ia takut. Sungguh-sungguh takut. Tapi, takut karena apa?
Itulah hal yang membuatnya bingung bukan main.
Takut kalau Isabella kembali atau takut posisinya akan digantikan oleh wanita licik itu?
Tunggu dulu, kenapa ia malah terlihat seperti wanita yang licik itu?
Bukankah ia sama saja dengan Isabella. Sama-sama berhubungan dengan Christian baik sebelum atau sesudah pria tampan itu mengalami kecelakaan hebat.
Tapi bedanya, Alessia tak pergi dari hidup Christian. Ia memilih tetap tinggal dan menjalani takdirnya sebagai istri pengganti tuan mudanya sendiri.
Bukankah ia tampak seperti wanita yang menggunakan kekuasaan Christian saat ini?
Nyatanya, ia tak merasa bangga menjadi istri dari seorang Christian Allen.
"Apa yang sedang kau pikirkan? Kenapa kau mendadak melamun?" Christian tiba-tiba memberi pertanyaan pada perempuan muda di sampingnya.
Christian meletakkan ponselnya ke dalam saku jas mahalnya. Ia menatap Alessia untuk waktu yang lama, seolah-olah belum pernah melihat perempuan itu.
Alessia menahan getaran tubuhnya, dan mendapati dirinya semakin kesulitan meraup udara sebanyak-banyaknya ke dalam rongga pernapasannya.
Semua ini gara-gara Christian.
"Oh tidak, Tuan, saya tidak sedang melamun. Hanya memikirkan ayah saja," sahut Alessia, walaupun lidahnya kebas seperti tubuhnya, anehnya ia bisa menemukan jawaban untuk membalas pertanyaan itu. Lidahnya masih bisa bekerja dengan baik.
"Kau tenang saja. Setelah selesai dengan urusanku, kita akan segera menemui ayahmu," kata Christian tenang. Terdengar serius. Benar-benar tenang. Sangat terkendali. Mungkinkah ini yang orang-orang katakan mengenai aura CEO. Benar-benar menyilaukan.
Ada benteng tak kasatmata yang memisahkan dirinya dengan tuan mudanya, selain kasta tentunya. Harga diri. Usia. Dan cara mereka bersikap. Bak bumi dan langit.
"Baik, Tuan. Saya menurut saja," Alessia berhasil berkata.
"Bagus. Aku suka wanita yang praktis dan tak mempersulit urusanku," sahut Christian penuh ketegasan, matanya keras, dan sangat berapi-api.
Mata hazel pria itu berkilat-kilat. Sesuatu yang maskulin dan primitif berkelebat di wajahnya, lalu beberapa saat kemudian hilang.
Urusan apa itu, pikir Alessia dalam hati. Urusan apa yang membuat seorang Christian Allen meninggalkan sang kakek di hotel begitu saja? Sepenting apakah urusan itu?
Alessia gelisah. Pikirannya dilanda penasaran dan kegelisahan yang tak kunjung mereda sebelum ia mendapatkan jawaban.
Dan Christian kembali merogoh ponsel miliknya dan mengabaikan perempuan di sampingnya. Seperti beberapa saat sebelumnya. Mungkin saja, Alessia tidak pernah ada di dalam pikiran Christian sedikit pun.
Entahlah…
***
"Apa kabar, Kyle?" Sapaan hangat dari seorang Christian pada dokter muda, sebaya dirinya sendiri yang sedang sibuk membaca rekam medis seseorang.
Kyle menghentikan aktivitasnya.
"Oh hai, Christ! Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau akan datang kemari?" tanya Kyle pada sahabat terdekatnya sambil mengangkat kacamata di pangkal hidungnya yang menutupi sebagian besar wajahnya.
Tak banyak yang tahu kalau Christian telah lama bersahabat dengan Kyle.
Pria yang berprofesi sebagai dokter itu beranjak dari tempat duduknya demi mendekati sang sahabat yang telah repot-repot datang ke Rumah Sakit tempatnya mengabdi.
"Aku sengaja datang untuk menemuimu. Memangnya ada yang salah dengan itu? Aku kan pasien dan kau dokternya, kenapa aku harus menunggu di rumah atau di hotel yang membosankan itu kalau aku bisa langsung datang kemari?" Sanggahan keluar dari bibir seksi Christian.
Sudut-sudut bibir Christian yang indah bak dipahat, merekah membentuk senyum tipis.
Astaga, dia tampan sekali!
Mata tajam Kyle yang sudah dibantu kacamata itu segera mengadakan pemeriksaan. Pandangannya menyapu seluruh tubuh Christian.
"Kau terlihat jauh lebih bugar dari terakhir kali aku melihatmu. Kau baik-baik saja, kan? Bagaimana kakimu sekarang? Apakah kau mau kuperiksa sekarang?" Tawaran memaksa itu datang secara lisan dari dokter tampan tersebut.
Tak ada alasan bagi Christian untuk menolak tawaran itu. Kedatangannya kemari juga untuk hal itu. Tepat sekali.
"Sebelum kau memeriksaku, aku mau istriku berada di ruangan lain. Aku hanya mau diperiksa oleh kau, tak ada yang lainnya selain kita berdua. Oke?" putus Christian membuat kesepakatan.
Alessia dan Raymond saling melemparkan pandangan lalu keduanya fokus mengangguk. Lebih baik menyetujui daripada ada kejadian buruk jika mereka berani menentang perintah tuan muda arogan tersebut.
"Baik, Tuan," sahut kedua orang tersebut secara bersamaan.
Christian sempat melirik ke arah sang istri. Ia merasa tak suka melihat kedekatan antara sang istri dengan tangan kanannya itu.
Pria berkursi roda itu menghalau pikiran aneh Itu jauh-jauh dari kepalanya.
'Ada apa denganku? Cih! Aneh sekali,' gerutu Christian dalam hati.
***
Kyle terperangah.
"Ka-kau… kau bisa berjalan lagi? Ya Tuhan, ini keajaiban. Ini adalah salah satu mukjizat Tuhan. Oh Tuhan, terima kasih," pekik Kyle tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.
Dengan kedua matanya ditambah kacamata di pangkal hidungnya, ia bisa melihat salah satu bukti nyata kuasa Tuhan menyembuhkan penderitaan Christian.
Sang sahabat kini bisa berdiri di hadapannya. Tanpa ragu. Tanpa berpegangan atau bersandar pada dinding. Ia benar-benar melakukannya di atas kedua kakinya.
Oh my Gosh!
"Sejak kapan kau bisa berdiri, Christ? Katakan padaku!" Kyle mengejarnya dengan wajah berseri-seri. Mengobati rasa ingin tahunya yang begitu besar akan peristiwa langka di hadapannya. Satu dari sekian juta manusia bisa sembuh dari kecelakaan naas itu.
"Akan kukatakan padamu. Tunggu dan dengarkan!"
***
Bulir-bulir cairan bening mengambang di kedua matanya, kemudian turun membentuk anak sungai di pipinya.
Tepat saat itu ingatan di masa lalu dengan lancang membeberkan potongan adegan masa kecil yang menari-nari, membuat Alessia nyaris limbung. Untunglah ada Raymond yang dengan sigap menolongnya agar tak terjatuh.
"Anda baik-baik saja, Nona?" tanya Raymond memastikan. Ia tak mau ada hal buruk menimpa istri sang pewaris Allen Group.
Tepat saat itu, Kyle membuka pintu lebar-lebar dan menyilakan Christian keluar dari ruangannya. Tentu saja dengan bantuan Kyle, dokter muda itu mendorong kursi roda Christian dan menghentikannya di depan dua manusia berlawanan jenis tersebut.
"Apa yang kalian lakukan barusan? Apakah kalian sedang bermesraan?" tuduhan itu keluar secara lantang dari bibir Christian. Melihat hal itu hati dan pikirannya tak menentu. Ia merasa kesal.
"Tuan, anda jangan salah sangka. Saya hanya bermaksud menolong Nona Alessia saja. Saya tidak bermaksud buruk padanya, apalagi bermesraan seperti yang Tuan Christian tuduhkan," sanggah Raymond cepat. Saat ia merasa dirinya benar, ia akan langsung angkat bicara. Ia tak akan membiarkan kesalahpahaman terjadi di sini.
"Menolong? Menolong dengan cara memeluknya begitu? Apa kau pikir aku bodoh?" Serangan balasan keluar dari bibir seksi pemuda tampan berkursi roda itu. Tatapan matanya mengandung makna dalam dan dingin.
Sesaat, bulu kuduk Alessia meremang.
Akan terjadi hal buruk apa ini, Tuhan?
To be continue..
***