Karena perlakuan cuek yang didapat dari Dokter Raka, Sabrina menggumam dalam hatinya, "Dokter, kurang apa coba saya! Cantik ... oke ... bodi seksi ... oke, kamu sedikitpun tidak memandang malah kau cepat-cepat melepas tanganku, baik ... mungkin kamu belum mengenal saya ... tapi lihatlah besok-besok kamu akan selalu kebayang-bayang diriku."
Mirna, Ibu tiri Disha bahagianya bukan main melihat Disha dihantar oleh seorang Dokter, maka dengan cepat dia berdrama di hadapan Dokter dengan pura-pura khawatir pada keselamatan Disha, "Ha, Disha Bagaimana kabarmu? Baik-baikkan! Tidak terjadi apa-apakan Ibu sangat khawatir dan gelisah setiap malam memikirkan keselamatan kamu, maafkan Ibu jika selama ini sangat menyusahkan kamu.:
"Bagaimana Dokter keadaan putriku ini, pasti baik-baikkan Dok?" tanya Ibu tirinya yang menampakkan raut wajah yang melas kasian pada Disha.
"Alhamdulillah Ibu, Disha tidak Bagaimana-bagaimana, Dia baik-baik saja, lihat saja! Dia begitu terlihat bahagia." kata Dokter Raka terlihat bibirnya terangkat, tersenyum tipis.
"Iya Bu, Disha tidak apa-apa! Semua ini berkat Dokter Raka jika tidak ada beliau mungkin diriku sudah tidak tertolong, Dia sangat baik Bu, mau mendonorkan darahnya untuk Disha juga yang menanggung biaya Diaha," terang Disha yang sangat bangga dengan Dokter Raka.
"Benarkah itu Bapak Dokter! Wah ... Hebat berati Dokter ini, ya ... terimakasih atas segala bantuannya," kata Ibu tirinya Disha.
Sabrina yang mendengar hal itu hanya bisa tersenyum nungging ke kiri sambil menggumam dalam hati, "Hmm ... Disha bersenang-senanglah hari ini mungkin besok-besok kamu akan merasa semua membencimu dan tak akan saya biarka kamu Dokter itu memilikimu."
"Ya sudah kalau Disha tidak apa-apa kami sebagai tetangga juga ikut senang, dan mari kami pamit pulang," terang salah satu warga yang mewakilinya.
"Iya Ibuk-Ibuk terimakasih untuk semuanya sudah mau menjenguk Disha, dan kami minta maaf karena tidak bisa hormat lebih pada semuanya," terang Ibu tirinya Disha.
Maka semua tetangga pulang ke rumahnya masing-masing begitu juga Sabrina yang mencoba mendekati Dokter Raka, "Bapak Dokter! Saya juga mau pamit pulang dulu, mari Dokter berkunjung di rumahku, tidak jauh kok dari sini."
"Eh ... Sabrina! Sudahlah Pak Dokter biar istirahat disini dulu, mungkin besok-besok bisa," sahut Ibu tirinya Disha.
"Iya benar Mbak ... Apa kata Ibu, besok-besok kalau ada kesempatan saja saya kerumahmu," terang Dokter Raka.
"Ya sudah kalau begitu, sampai jumpa lagi ya Dokter tampan," tutur Sabrina yang kemudian pergi dari tempat dimana dia berdiri.
Kini di dalam ruangan hanya ada Dokter Raka, Disha, Ibu tirinya dan Zaenal, sambil memandang Dokter Raka Disha tersenyum kemudian berkata, "Pak Dokter, sebelumnya saya ucapkan banyak terimakasih sudi kiranya Bapak Dokter bermalam di sini, oh ya ... silahkan dimakan tapi ya hanya seperti ini adanya."
"Hmm ... Iya terimakasih, senang rasanya bisa kenal dengan keluarga sini dan terimakasih banyak untuk semuanya tapi maaf besok-besok lagi saja, ini saya pamit pulang dulu kita sambung kapan-kapan lagi," terang Dokter Raka yang kemudian bersalaman dan pergi dari ruangan itu tak lama diapun tak terlihat oleh pandangan mata.
Waktu terus berjalan merambat cepat hingga tiba waktu puncak malam, Disha duduk termenung di dalam kamar di atas ranjang sesekali dia turun lalu mendekati jendela lalu membukanya dan melihat terangnya rembulan malam hari.
Tidak tahu mengapa dia kepikiran Dokter Raka, wajahnya selalu membayanginya hingga tidak bisa tidur dalam hatinya berkata, "Ada apa dengan diriku, belum pernah saya merasakan seperti ini, wajahnya selalu nampak di depan mataku, namanya seperti terdengar di telinga rasanya hmm ... Apa ini yang disebut jatuh cinta? Tapi apa ya pantas diriku untuknya, Bagaikan langit dan bumi dia raja sedangkan saya siapa? Saya harus tahu diri siapa saja, dan saya juga tidak mau menikah sekarang melihat umurku masih 19 tahun."
"Huh, rasanya ituloh ... eh ... tadi Ibuk kenapa ya tiba-tiba bersifat lembut pada saya, apakah Ibu sudah berubah sukurlah kalau sudah berubah, tadi saja walau hanya sekejab hati ini bahagia melihat Ibu bersikap begitu, ya ... baik sangka saja semoga benar-benar berubah," ungkap Disha yang kemudian kembali ke tempat tidurnya karena kedua mata yang sudah terasa panas karena mengantuk.
Tak lama kemudian Disha sudah terbaring tanpa berselimut, sendiri dalam kamar terlelap bersama mimpi-mimpi indahnya.
Benar saja dia bermimpi seakan dia berada di tempat yang tandus dan gersang tidak ada tumbuhan sama sekali, udara terasa panas oleh cahanya matahari yang begitu menyengat kulit.
Dia melihat dari kejauhan mendung tiba-tiba menggulung-gulung mendekat tidak lama langit tiba-tiba gelap, Disha menoleh ke kanan dan ke kiri namun tidak sama sekali dia menemukan tempat berteduh, dia beranggapan bentar lagi turun hujan.
Benar apa yang di bayangkan tiba-tiba terdengar petir perlahan memperjelas suaranya, kilat yang menyambar-nyambar, Dia mulai bingung mencari tempat teduh namun tidak juga dia temukan.
Dengan terpaksa dia berlari entah kemana yang penting bisa menemukan tempat berteduh, rasa letih yang dirasakan tidak membuatnya berhenti mencari tempat itu, tiba-tiba hujan turun begitu lebatnya mengguyur tempat dimana dia berdiri, basah kuyub dia terjatuh ke tanah seraya berdo'a, "Ya ... Allah dimanakah tempat saya berteduh badan ini seperti sudah tidak kuat lagi harus bertahan, lihat bibirku bergetar hebatnya begitu pula badan, Ya Allah, berilah seorang yang menolong saya untuk bisa membawa saya keluar dari sini."
Tidak lama tiba-tiba seperti hujan berhenti sedang di sekitarnya masih begitu derasnya hujan mengguyur, saat Disha menoleh ke atas tiba-tiba ada payung di atas kepalanya, dan dia bertambah kaget lagi ternyata ada seorang pemuda berpakaian serba putih, lalu berkata, "Maaf, Siapakah gerangan tuan ini? Dan Darimanakah tuan ini? Bisakah tuan membawa saya pergi dari sini? Tubuhku sudah lemas tidak kuat lagi."
Pemuda itu tidak menjawabnya, namun dia menarik tangan Disha dan membawanya ke suatu tempat yang indah belum pernah Disha singgah di tempat itu, nyaman yang dirasa, bahagia yang terpancar dari raut wajahnya, lama Disha ditempat itu, namun pemuda itu hanya diam seribu bahasa, tiba-tiba datang seorang perempuan yang membawa pemuda itu pergi, dengan kepergiannya Disha kembali lagi merasa ada yang hilang dia mencari kemana pemuda itu pergi namum apalah daya bagai di telan bumi tidak berbekas.
"Ha ... Siapa pemuda itu, mengapa dia hanya diam saja tidak mau berbicara sedikit pun padahal saya sudah mulai merasa nyaman didekatnya, dan Siapa wanita itu yang merebut dan membawa pergi pemuda itu," kata Disha dalam hatinya.
Dia tetap berlari tanpa mengenal lelah, saat di tengah perjalanan dia kakinya tersangkut batu dan kemudian dia terbangun seraya berkata, "Huh ... Hanya mimpi."
Dengan nafas yang tersengal-sengal dia berusaha mengontrolnya sehingga denyut jantungnya kembali beraturan kembali.