Chereads / Disha Si Gadis Desa / Chapter 9 - Ibu Kandung Disha

Chapter 9 - Ibu Kandung Disha

Kini Disha dan Ibu tirinya satu kamar dengan penasaran Ibu tirinya bertanya padanya, "Disha, Ibu tuh penasaran dengan kamu hari ini, dagangan laku semua masih jam segini pula juga bahagiamu tidak seperti biasanya ada apa?" Ibu tirinya duduk disampingnya sambil menatap tanpa berkedip ke arah wajah Disha.

Disha menghela nafas dalam kemudian menghembuskannya mulailah bibirnya bergarak dan bersuara, "Itu kan dagangannya laku cepat jadi Disha bahagia." Disha masih menyembunyikan kejadian itu pada Ibu tirinya.

"Disha, Ibu ini juga perempuan dan pernah muda, bahagiamu itu pasti bukan karena soal dagangan cepat habis pasti ada hal lain," tutur Ibu tirinya sambil memegang bahunya Disha.

"Jangan malu ini Ibumu lo yang tanya," imbuhnya.

"Huh," Kembali Disha menghirup nafasnya dalam-dalam kemudian bercerita, " Begini Ibu, tadi tidak sengaja bertemu dengan Dokter Raka,"

"Lalu-lalu Dokter Raka bilang apa," sahut Ibu tirinya.

"Iya, sebentar Ibu! Disha biar selesai bercerita," kata Disha.

"Baik-baik, maaf soalnya ini beneran Ibu penasaran dengan Dokter Raka," ungkap Ibu tirinya.

Disha berdiri pergi ke jendela kamar membuka pintunya melihat di sekitar lalu menghadap kembali ke Ibu tirinya seranya berkata, "Saya tidak percaya, tahu ndak Ibu ... Dia menyatakan kalau dia mencintai saya."

Ibu tirinya yang mendengar hal itu sontak kaget dan ikut berdiri lalu mendekati Disha sambil berkata, "Beneran itu Disha! Lalu-lalu ... kamu terima cintanya."

"Ya Disha malu Bu, Disha pergi gitu saja tapi sempet saya bengong tidak percaya, sempet juga lari ... tangan saya di tarik lalu jatuh ke pelukannya," ungkap Disha sambil membayangkan kejadian itu terulang kembali.

"Ih ... Lalu Disha, sempet itu tidak ... seperti di tv-tv itu," kata Ibu tirinya sambil menyatukan kedua jari-jari tangannya.

"Iya Ibu, sempat hampir dia mencium Disha tetapi tidak jadi karena ada ambulan lewat, lalu Disha lari pergi eh tiba-tiba banyak pembeli menyerbu kue Disha," tutur Disha.

"Begitu ceritanya Ibu," imbuhnya.

"Itu namanya jodoh, sudah mulai sekarang kamu harus sering-sering menemuinya, ya ... siapa tahu dia menembak kamu lagi, pokoknya Ibu mendukung kamu kalau untuk Dokter Raka," terang Ibu tirinya.

"Sudahlah Ibu, Ibu tidak usah ikut-ikutan soal perasaan hati Disha biar Disha mencari jodoh Disha sendiri, entah nanti dengan siapa Disha menikah, " tutur Disha yang kemudian menutup jendela kembali.

"Huh ... Kamu tuh ya, keras kepala, pokoknya Ibu lebih suka kalau kamu dengan Dokter Raka," tutur Ibu tirinya kemudian pergi keluar kamar.

Disha hanya sendirian di dalam kamar, dia membuka almarinya kemudian mengeluarkan kotak yang dilapisi kain warna biru, dia buka dan terlihat foto wanita cantik jelita, seperti tersenyum pada Disha.

Tangan Disha meraba wajah indah itu tak terasa air mata keluar menetesinya seraya berkata, "Ibu! Andai saja kamu masih hidup, rasanya ingin bercerita banyak dengan Ibu, dulu engkau selalu bercerita pada Disha saat tidur, saat menyisir rambut Disha akan sekolah, ... Ibu kini Disha hidup bersama Istri baru papa yang hanya memikirkan uang-uang dan uang tidak mau peduli sama kebahagian Disha dan Adik-adik, Papa juga sudah pergi meninggalkan Disha entah siapa yang tega membubuhi racun di makanan Ayah, Hidup Disha rasanya hampa Ibu."

Dalam lamunannya Disha seakan melihat sosok Ibunya datang, namun tidak bersuara, Disha mendekat dan melihat tanpa berkedip seraya berkata, " Ibu! ... Ini Ibu kan ... Ibu! Disha kangen Ibu, Ibu jangan pergi ... Ibu!"

"Kak, ... Kakak," Suara Zaenal lantang memanggil-manggil kemudian masuk kamar karen tidak dikunci.

Zaenal melihat Disha memegang foto seorang wanita cantik, dan memanggil-manggil Ibu jangan pergi menjadi bertanya-tanya dalam hatinya siapa itu wanita, Zaenal belum pernah melihatnya.

"Kakak! Ada apa? Siapa yang kamu panggil-panggil itu, dan itu Foto siapa Kak? Kok mirip Kakak," tanya Zaenal sambil mengambil Foto itu.

"Kak! Siapa ini tidak mungkin kan ini kembaran Kakak, ini jauh umurnya, ini cocok kalau menjadi Ibu kita," imbuh Zaenal kemudian duduk di atas ranjang dan melihatnya terus-menerus.

"Zaenal! Kok tidak beri salam dulu kalau masuk," kata Disha.

"Ya ... Kakak teriak-teriak, Ibu jangan pergi ... jangan tinggalkan Disha, saya sudah ketuk pintu juga kakak tidak beri jawaban ya ... terpaksa Zaenal masuk," terang Zaenal.

"Ini loh Kak siapa?" imbuhnya sambil memperlihatkan foto wanita itu pada Disha.

"Zaenal! Sudah waktunya kamu tahu selama ini ada sesuatu hal yang Kakak sembunyikan dari Zaenal," tutur Disha sambil duduk di dekat Zaenal sembari memegang bahunya.

"Tahu apa Kak, memang apa yang Kakak sembunyikan dari Zaenal, jangan bilang kalau ini memang Ibu kita," kata Zaenal.

"Maafkan Kakak ya ... Kakak ingin bercerita pada waktu yang tepat agar Zaenal bisa menerima semua ini," kata Disha.

"Benar Kak, itu Ibu kita lalu siapa yang selalu bersama kita, memarahi Kakak, menyuruh Kakak seenaknya itu." ujar Zaenal.

"Iya ... Itu Ibu tiri kita, tapi Kakak mohon pada Zaenal jangan bilang kesiapa-siapa termasuk Ibu kalau kamu sudah mengetahui yang sebenarnya," terang Disha.

"Pantas Kak, kalau selama ini Kakak tersiksa tinggal di sini, lalu sekarang dimana makam Ibu Zaenal ingin pergi kemakam Ibu," terang Zaenal.

"Nanti kita pergi bersama, sudah dengarkan Kakak ya ... tidak usah kamu bilang macam-macam pada Ibu, saya ini juga mengetahui sebelum Ayah pergi selamanya dan memberikan foto ini pada Disha." kata Disha yang kembali meneteskan air matanya.

"Jadi Kakak juga tidak bilang kalau sudah mengetahuinya," sahut Zaenal.

"Iya," jawab Disha.

"Lalu cerita Ibu bagaimana Kak," Zaenal meminta Disha untuk bercerita.

"Begini menurut cerita orang-orang terdekatnya, Ibu dulu adalah orang yang sabar, rendah hati cantik tidak sedikit lelaki yang jatuh hati padanya, lalu Ibu bertemu Ayah karena saat mengikuti perlombaan artar sekolah dan saling jatuh cinta, karena Ayah orang yang sukses maka banyak orang yang iri dengan Ayah, Ibu meninggal karena sesuatu hal tiba-tiba pusing saat mengendara dan akhirnya menabrak sebatang pohon dan meninggal waktu itu mungkin kita masih kecil sehingga tidak ingat hal itu dan memang kita di asuh oleh saudara Ibu yang ada di perdesaan, kemudian Ayah menyusul kita dan menikah dengan Ibu sekarang ini, tidak lama Ayah juga ikut meninggal karena racun yang ditaburkan dimakanan yang tidak tahu siapa pelakunya, bertepatan saat itu memang tidak ada siapa-siapa di rumah, entah siapa yang melakukan atau memang Ayah yang melakukan sendiri," ungkap Disha sambil masih melihat foto Ibunya kemudian berdiri berjalan menuju laci dan mengeluarkan foto Ayahnya.

"Dan ini Ayah, Hmm ... jika Ayah di letakkan dengan Ibu memang terlihat serasi," pungkas Disha.

"Iya ... Kak, Ayah dan Ibu sangat serasi," tutur Zaenal.

"Iya ... Bagaimana kalau kita pergi ke makam Ibu satu minggu lagi, sekolah kamu kan juga pas liburan!" ajak Disha.

"Sepertinya Iya Kak, Baik," sahut Zaenal.

"Saya sayang Kakak, jangan tinggalkan Zaenal ya Kak," imbuhnya.

"Kakak juga sayang Zaenal Kok, cuman Zaenal yang mau ngertiin Kakak," kata Disha.