"Ma, papa mana?" tanya Shazia merasa bingung. Ia pun langsung duduk di bangku yang bisa ia duduki saat menyantap makanannya.
"Seperti biasa! Papa lebih mementingkan meeting daripada makan bersama dengan keluarganya," sambung Bryan.
"Kakak sudah menelpon papa?" tanya Shazia seraya mengambil piring yang ada di hadapannya.
"Males! Nanti aku kena semprot lagi!" sindir Bryan yang juga berusaha mengambil piring kaca yang terletak di seberang mejanya.
"Hust, kalian ini mau makan selalu saja berbicara. Jangan biasakan seperti itu, Nak. Nanti sikap buruk itu sampai terbawa-bawa ketika kalian sudah menikah. Kalian makanlah yang banyak, mama tidak mau kalian sakit. Lihat saja! Tubuh kalian kurus kerontang seperti anak yang tidak di urus oleh orang tua," ujar Angela seraya menuangkan air minum ke dalam gelas bening yang ada di sampingnya.
"Ma, kenapa tidak bercerai saja dari papa?" tanya Bryan yang sudah merasa bosan menghadapi sikap papanya.
Angela spontan tersedak mendengar perkataan Bryan. Angela langsung membulatkan kedua matanya kepada Bryan. Shazia langsung menatap dua orang dewasa yang ada di hadapannya itu.
"Kakak! Kenapa berbicara seperti itu? Memangnya kamu mau hidup tanpa papa? Kamu tidak malu dengan hal seperti itu? Lihat saja Freya, dia terkadang menangis setelah mengingat papanya. Dia malu karena keluarganya sudah hancur berantakan. Shazia saja sampai malu mendengar semua curhatannya. Masa kamu mau seperti itu," ucap Shazia dengan mulut yang sudah dipenuhi makanan.
"Shazia, kamu kalau makan jangan berbicara, Nak. Nanti tersedak, kamu habiskan dulu makanan kamu, baru berbicara lagi." Angela memberikan segelas air mineral kepada Shazia.
"Habisnya Kak Bryan kalau berbicara itu tidak dipikirkan terlebih dahulu! Seenaknya saja kalau berbicara!" Shazia langsung melirik ke arah Bryan dengan sinis.
"Heh! Kenapa melirik diriku seperti itu?" tunjuk Bryan dengan garpu.
"Mama! Lihat Kak Bryan!" rengek Shazia.
Angela spontan menasehati Bryan untuk tidak selalu berperilaku kasar kepada adiknya. Bryan hanya tersenyum sinis melihat ke arah Shazia. Shazia pun spontan menjulurkan lidahnya kepada Bryan. Bryan pun kembali menggertak Shazia menggunakan garpu.
"Bryan! Shazia! Kalian ini, kalau makan jangan berkelahi. Nanti kalian tersedak bagaimana? Selalu membuat mama khawatir saja!" Angela marah dengan nada suaranya yang khas.
Meskipun Angela sedang marah, tetapi nada suaranya masih terdengar sangat lembut di gendang telinga kedua anaknya.
Pagi itu, Shazia memilih duduk untuk segenap merehatkan pikiranya di taman sekolah. Tentu saja, semua siswa yang melihat Shazia merasa sangat takjub. Bagaimana mungkin tidak takjub. Paras Shazia sangat indah ketika di pandang oleh kedua mata. Dengan iris mata yang berwarna biru dan ditambah dengan kedua pipi yang dihiasi oleh lesung pipit yang tidak terlalu dalam semakin membuat wajah Shazia terlihat elok. Bukan hanya itu saja, tubuh proporsional Shazia juga mampu menghipnotis siapa saja yang memandangnya.
"Kenapa mereka menatapku seperti itu? Apakah mereka tidak pernah melihat wanita secantik diriku? Hahaha, aku lupa bahwa wanita tercantik di sekolah ini hanya aku seorang!" pikir Shazia merasa sangat percaya diri.
"Hei, kamu kenapa duduk di sini?" tanya Harshad sekaligus membuat lamunan Shazia hancur berantakkan.
"Ih! Kamu kenapa selalu mengagetkan aku? Kalau jantungku berhenti berdetak bagaimana? Kamu akan aku jadikan sumber utama kematianku, nanti!" celetuk Shazia seraya memukul bahu Harshad.
Harshad langsung menghindar dan berkata, "Kamu ini seperti orang gila, senyam-senyum sendiri di sini! Aku sejak tadi mencarimu, tetapi aku tidak menemukanmu dimana pun juga. Eh, ternyata kamu duduk di sini. Kamu ada masalah, ya?" tanya Harshad merasa penasaran.
"Kamu bertanya seperti ini karena khawatir atau karena penasaran saja?!" sindir Shazia dengan nada penuh penekanan.
Harshad spontan menggaruk kepalanya meskipun tidak gatal. "Eh, aku ada pertanyaan untuk dirimu. Tapi, kamu jawab dengan jujur, ya?" Harshad mendekatkan wajahnya kepada Shazia.
Shazia langsung tersenyum mendengar perkataan Harshad. Ia pikir Harshad akan bertanya tentang dirinya. Tetapi, Harshad malah bertanya tentang makanan kesukaan Freya. Shazia spontan memukul kepala Harshad. Harshad pun spontan membalas perbuatan Shazia.
"Ih, kamu ini! Tidak pernah mau mengalah! Coba saja Freya yang melakukan itu. Kamu selalu tersenyum dan tidak pernah membalasnya! Tapi, giliran denganku!" Shazia spontan menyampingkan tubuhnya.
Air mata Shazia mendadak terjatuh. Namun, Shazia secepat mungkin menyeka air matanya. Harshad malah pergi meninggalkan Shazia begitu saja. Hati Shazia semakin hancur melihat hal tersebut. Ia pun langsung mengikuti Harshad dari belakang.
"Harshad! Tunggu!" panggil Shazia.
Harshad langsung menoleh dan menyilangkan tanganya di depan dada. "Kenapa memanggilku? Kamu mau protes lagi? Merasa tidak terima dengan perlakuanku?"
"Kamu! Ini sebenarnya sahabatku atau musuhku? Ih! Aku kesal kepada dirimu! Kamu harus ingat, aku tidak akan mau lagi bertemu denganmu!" celetuk Shazia seraya pergi meninggalkan Harshad.
Harshad langsung menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Shazia. "Kamu sudah hampir ribuan kali mengatakan itu. Tapi nyatanya, kamu memang tidak bisa melakukan itu kepada diriku, Zia!" gerutu Harshad setelah Shazia sudah berlalu dari hadapanya.
Shazia yang kesal langsung berlari masuk ke dalam kelas. Ia langsung duduk di bangku belajarnya dengan menghentakkan sekali tangannya di atas meja belajar. Tanpa ia sadari, ternyata Freya sudah duduk dengan santai di dalam kelas sejak tadi. Freya merasa bingung melihat gerak-gerik Shazia yang sangat berbeda dari biasanya. Karena merasa penasaran, ia pun mendatangi Shazia dan menyentuh bahu Shazia. Shazia sontak terperangah melihat kehadiran Freya di sebelahnya.
"Ka–kamu sedang apa di sini?" tanya Shazia dengan suaranya yang sudah tergagap.
"Aku memang sejak tadi ada di dalam kelas. Kamu … kenapa kamu memukul meja belajar kamu? Apakah ada masalah?" tanya Freya dengan kening yang sudah di kernyitkan.
Shazia langsung memalingkan wajahnya ke samping. "Kamu selalu saja membuatku dalam keadaan sulit. Kalau aku melawan perkataanmu ini— huft! Tidak, aku tidak boleh terpancing emosi ku sendiri. Aku juga tidak mau terlihat buruk di depanmu, Fre!" batin licik Shazia sudah bermain. "Iya, Freya. Aku tadi—"
Harshad langsung memotong pembicaraan Shazia. "Lagi-lagi menggosipi diriku! Kamu apa tidak senang, jika sehari saja tidak mengadu kepada Freya?" tanya Harshad seraya melayangkan senyuman manis kepada Freya.
Shazia langsung memutarkan kedua bola matanya. "Sudah, ya. Aku juga tidak ada sedikit pun membahas tentangmu di sini, Shad. Aku sudah cukup bersabar menghadapi kamu. Tapi, kamu selalu saja meledekku," jelas Shazia yang sudah tidak sanggup menahan kesedihannya. "Please, sehari saja kamu tidak meledekku, Shad. Bisa tidak?" Shazia langsung membereskan barang-barangnya yang ada di atas meja belajar.
"Kamu mau kemana?" tanya Freya.
"Aku mau menenangkan pikiranku sejenak. Jangan ada yang mengikutiku!" titah Shazia seraya pergi dari hadapan kedua sahabatnya.
Freya hanya bisa menatap kepergian Shazia dengan rasa penuh bersalah. "Kamu? Kenapa selalu mengganggu Shazia!? Kamu apa tidak pernah bosan menjahilinya?" tanya Freya merasa kesal.
"Hahaha, biarkan saja. Dia memang seperti itu. Eh, tapi dulunya tidak! Kamu tahu kenapa dia bisa berubah menjadi aneh seperti itu?" tanya Harshad merasa penasaran dengan perubahan sikap Shazia.