"Harshad! Sudah, jangan memancing emosiku lagi." Freya enggan membahas perihal Shazia.
Harshad hanya tertawa mendengar perkataan Freya. Ia pun langsung mencubit hidung Freya dengan lembut. Freya hanya tersenyum manis mendapati itu. Sedangkan Shazia, ia meluapkan semua emosi sedihnya di atas gedung sekolah.
"Hiks! Harshad jahat! Kamu tidak pernah memikirkan perasaanku! Kamu dulu tidak begitu, Shad! Kamu dulu selalu memperhatikan aku! Tapi, semenjak ada Freya! Kamu lebih memperhatikannya! Aku mencintaimu, Shad! Tapi, aku tidak bisa mengatakan itu karena aku menghargai persahabatan kita! Tapi, kenapa kamu selalu memandang Freya? Padahal, aku yang lebih menawan! Aku lebih cantik dari dirinya!" teriak Shazia di atas rooftop sekolah.
Ia juga tanpa sengaja melihat Harshad dan Freya dari atas gedung sekolah. Karena merasa penasaran, Shazia langsung berjalan untuk melihat lebih dekat dari atas. Shazia langsung terperangah setelah melihat kedua sahabatnya sedang bertautan bibir di balik tembok ruangan kelas. Air mata Shazia kembali mengalir deras. Ternyata, apa yang ia curigai selama ini benar. Mereka memang sudah memiliki hubungan spesial dan menyembunyikan kebenaran itu dari dirinya. Ternyata, hubungan persahabatan juga menjadi topeng untuk menutupi hubungan mereka berdua.
Kedua mata Shazia sontak memerah dan mengeluarkan air setelah melihat kejadian itu. Shazia yang merasa kesal juga nekat melemparkan pot bunga dari atas atap sekolah. Untungnya, lemparan Shazia meleset. Pot bunga yang terbuat dari bahan batu keramik terjatuh tepat di sebelah Freya. Selepas melakukan itu, Shazia langsung melarikan diri. Harshad dan Freya langsung terperangah melihat pot bunga keramik yang sudah pecah di samping tempat berdirinya Freya. Harshad pun langsung mencari orang yang ingin mencelakai Freya.
Tangan Shazia terus gemetar, ia juga panik harus pergi kemana. Shazia akhirnya berlari masuk ke dalam toilet sekolah. Ia secepat mungkin mencuci seluruh wajahnya dengan air. Namun, perasaan takut masih terlihat jelas di wajah Shazia yang ayu. Shazia terus menelan salivanya dengan berat. Ia pun Kembali membasuhi wajahnya dengan air. Namun, rasa takut itu semakin menguasai pikiran Shazia.
"Shazia, tenang! Jangan panik! Semua akan baik-baik saja," ujar Shazia mencoba untuk menenangkan pikirannya.
Shazia mencoba menarik nafasnya dalam-dalam kemudian mengeluarkannya secara perlahan. Kedua mata Shazia spontan terbuka. Ia juga baru teringat kalau sidik jarinya pasti tertinggal di lapisan pot bunga. Shazia semakin panik setelah memikirkan itu. ia pun mencoba mencari cara agar kedua sahabatnya tidak mempunyai bukti untuk melaporkan kejadian tadi ke polisi. Kedua mata Shazia langsung terfokus kepada ember yang ada di dalam toilet.
Shazia baru teringat kalau sidik jari akan terlihat samar dan tidak terdeteksi apabila tersiram air. Shazia spontan mengambil air dan menampungnya ke dalam ember tersebut. Ia pun langsung mendekati tempat kejadian. Setelah sampai di sana, Shazia langsung memastikan bahwa tempat itu jauh dari jangkauan mata siapapun. Setelah semuanya aman, Shazia langsung menyiramkan air yang sudah ia tampung di dalam ember berukuran sedang itu.
"Syukurlah, semuanya sudah beres! Sekarang, aku harus segera pergi dari sini," ujar Shazia yang masih dalam kondisi panik.
Setelah Shazia pergi, Harshad dan Freya pun kembali ke tempat kejadian. Mereka juga terkejut setelah melihat ada genangan air di atas lantai. Hal itu membuat Harshad merasa kecewa dan kesal. Padahal, ia ingin sekali melaporkan kejadian ini kepada polisi. Karena kesal, Harshad langsung menyeka genang air itu dengan kakinya.
"Sudahlah, Shad. Jangan terlalu dipikirkan sekali. Lagian, kita juga masih dalam kondisi yang baik. Mungkin saja memang pot ini terjatuh dari atas sana." Freya mencoba menenangkan Harshad.
"Fre, bagaimana mungkin pot ini bisa terjatuh dari atas sana? Ini sangat berat! Tidak akan mudah terjatuh jika terhembus oleh angin!" gerutu Harshad seraya memegangi kepalanya yang mulai terasa sakit.
"Sudahlah. Kamu juga tadi lihat sendiri. Tidak ada siapapun di atas sana, Shad." Freya enggan memperpanjang masalah ini.
"Bagaimana jika kejadian ini memang disengaja, Fre? Aku juga tidak mau hal ini terjadi untuk yang kedua kalinya. Aku hanya mengkhawatirkan kondisimu, Sayang!" seru Harshad agar Freya mengerti tentang kecemasannya saat itu.
"Sudah, Shad. Ayo kita kembali ke kelas. Sebentar lagi akan masuk."
Shazia terus menggerutu di dalam hatinya. "Aku harus segera pulang! Aku tidak mau mereka bertanya aku dari mana dan kenapa aku bisa seperti ini! Aku juga tidak mau masuk penjara. Tidak! Aku tidak mau!"
Shazia secepat mungkin membereskan semua perlengkapan belajarnya yang ada di meja belajar. Tiba-tiba Harshad dan Freya muncul di hadapan Shazia. Shazia spontan terperanjat dan berteriak ketakutan. Teriakan itu pun mampu membuat seluruh siswa yang ada di dalam mengalihkan pandangan mereka kepada Shazia.
"Hei, kamu kenapa? Kenapa terlihat seperti ketakutan seperti itu? Apakah ada masalah serius?" tanya Harshad merasa aneh dengan sikap Shazia.
Shazia tidak menjawab pertanyaan dari Harshad. Ia pun langsung pergi begitu saja. Semua siswa yang ada di dalam kelas pun saling berbisik. Mereka merasa ada sesuatu hal yang aneh dengan Shazia. Shazia sampai menangis ketika supir pribadinya lama menjemputnya di depan gerbang sekolah.
"Hiks! Cepetan dong! Kenapa lama sekali, sih! Aku sudah menunggu cukup lama di sini!" Shazia sudah seperti orang kehilangan akal berdiri di depan gerbang sekolah.
Kedua mata Shazia tidak berhenti memantau lingkungan sekitar. Ia berkali-kali menyeka keringat yang masih terus mengalir di seluruh wajahnya. Tanpa ia sadari, ternyata Harshad mengikuti dirinya sampai ke gerbang sekolah. Harshad sontak terdiam sejenak ketika melihat gelagat Shazia yang sangat terlihat aneh.
"Zia, kamu kenapa seperti ini?" Harshad mencoba untuk mendekati Shazia.
Shazia hanya menoleh dan sedikit menjauhkan dirinya dari Harshad. Harshad pun semakin bingung melihat Shazia. Shazia berkali-kali menyeka keringatnya. Ia juga tidak peduli dengan kehadiran Harshad di tempat itu.
"Hei, Zia! Kamu kenapa? Kenapa tidak menjawab pertanyaanku?" Harshad langsung menarik tangan Shazia.
Shazia spontan melepaskan genggaman tangan Harshad. "Kamu kenapa mengikutiku sampai ke sini?" tanya Shazia merasa sangat kesal melihat wajah Harshad.
"Hei, aku khawatir dengan kondisimu yang seperti ini. Kamu ini kenapa? Ada masalah? Kalau ada, kamu bisa mengatakannya kepada diriku, Zia. Aku akan mendengarkanmu." Harshad mencoba menenangkan Shazia.
"Stop! Jangan banyak berbicara lagi. Sejak kapan kamu peduli dengan diriku, Shad? Kamu mengikutiku sampai ke sini itu hanya karena kamu merasa penasaran dengan sikapku ini, 'kan?!" celetuk Shazia seraya membuang pandangannya ke samping. "Kamu juga tidak bisa menjawab pertanyaanku, 'kan? Sudahlah, kamu pergi saja. Aku tidak membutuhkan bantuan apapun darimu! Aku bisa mengurus masalahku sendiri!" Shazia mencoba menahan amarahnya yang hampir meledak.
Harshad langsung terdiam mendengar perkataan Shazia. Shazia pun langsung pergi setelah melihat mobil pribadinya di ujung persimpangan jalan. Hal tersebut semakin membuat Harshad merasa penasaran. Kedua fokus matanya masih tertuju pada Shazia yang berjalan mendekati mobil pribadinya yang sudah berhenti di depan halte sekolah. Shazia langsung menangis setelah masuk ke dalam mobil.