"Argh! Siapa sih yang mengganggu ketenanganku? Aku akan semakin sulit untuk tertidur kalau seperti ini," gerutu Shazia seraya berjalan menuju pintu kamar.
Kedua mata Shazia langsung terpejam setelah melihat kehadiran Bryan. Bryan dengan sangat santai masuk ke dalam kamar Shazia. Shazia juga sebenarnya merasa kesal melihat Bryan yang secara tidak sopan masuk ke dalam kamarnya. Shazia sampai bercak pinggang melihat Bryan yang duduk di atas ranjang empuknya itu.
"Ada apa lagi, Bryan? Kamu tidak bisa sehari saja tidak mengganggu diriku? Aku sudah sangat lelah seharian ini untuk berpikir. Aku ingin beristirahat!" gerutu Shazia ketika Bryan tak mengeluarkan sepatah katapun di atas ranjang.
Bryan langsung tersenyum melihat wajah Shazia yang sudah terlihat kesal. "Adikku yang cantik. Aku datang ke kamarmu hanya ingin berterima kasih atas kerjasama yang kita lakukan tadi siang." Bryan langsung menepuk-nepuk kasur yang ada di sampingnya.
Shazia langsung menyipitkan matanya. "Aku melakukan itu tidak semata-mata karena aku ingin membantumu, ya. Aku hanya merasa kasihan saja, jika bokap dan nyokap sampai mengetahui itu. Kau sudah pasti akan diusir dari rumah. Tapi, aku melakukan itu juga tidak gratis. Harus ada balasan dari pengorbanan itu itu, Kak." Shazia langsung berjalan dan duduk di sebelah Bryan.
"Katakan saja, Adik. Aku akan mengabulkan setiap permintaan kamu." Bryan langsung mengelus rambut Shazia yang halus dan lurus itu.
"Jika aku mengatakan apa yang akan aku inginkan. Semua rencanaku juga bisa gagal. Bryan juga tidak bisa dipercaya. Bibirnya itu layas sekali." Shazia masih bergumam di dalam hatinya. "Begini, Kak. Aku tidak mau meminta apapun yang membuat kamu merasa terbebani. Aku hanya meminta kepadamu untuk selalu menyayangiku dan selalu ada buat diriku. Kakak juga tahu bahwa hubungan persaudaraan kita kurang baik. Aku hanya tidak ingin terus seperti ini, Bryan. Aku lelah terus bertengkar denganmu. Aku hanya ingin kamu menjadi sosok Kakak untuk diriku," jelas Shazia sekaligus ingin menaklukkan hati Bryan agar ia bisa dengan mudah memerintah Bryan sesuka hatinya.
Bryan spontan tertawa mendengar perkataan Shazia. "Adik, ternyata kamu sangat merindukan kasih sayang dari diriku, ya? Maafkan aku, semejak menjadi orang dewasa. Aku sering melupakanmu, aku melakukan ini juga untuk dirimu, Dik." Bryan kembali mengelus pucuk kepala Shazia. "Aku akan selalu mendukung setiap keputusanmu." Bryan langsung mengecup dahi Shazia.
Bryan memang sangat menyayangi Shazia. Hanya saja, Shazia yang tidak menyukai Bryan. Karena Bryan lebih disayangi oleh Adam. Bryan juga mendapat perlakukan baik dari Angela. Tidak seperti Shazia, ia hanya mendapatkan kasih sayang dari Angela saja. Hal itu yang membuat Shazia tidak menyukai Bryan.
Padahal, Bryan bisa dikatakan anak yang nakal dan sulit diatur. Berbeda dengan Shazia, Shazia bisa menjadi seperti ini juga karena pengaruh dari keluarganya. Sifat frontal yang dimiliki Shazia berawal dari hal tersebut. Ditambah lagi, ia juga mendapat perlakukan tidak baik dari kedua sahabatnya.
"Kakak, kamu juga tahu aku tidak ingin menjadi pengusaha. 'kan?" Shazia langsung memanyunkan bibirnya.
"Iya, Aku tahu. Kamu ingin menjadi seorang artis, 'kan?" tanya Bryan untuk memastikan.
"Benar, tapi papa tidak akan pernah menyetujui itu, Kak. Aku hanya takut jika—"
"Kamu jangan khawatir, Adik. Ada diriku yang akan selalu mendukungmu dan ada mama juga. Kamu jangan khawatir, ya. Papa memang suka keterlaluan dalam memaksa kita. Tapi, apa yang papa lakukan juga demi kebaikan kita berdua, Dik." Bryan langsung memeluk Shazia.
"Aku tidak pernah merasakan kasih sayang Bryan semenjak kejadian itu. Kejadian dimana membuatku merasa terasingkan di dalam rumah ini. Aku tahu, Bryan sangat menyayangiku. Tapi, aku juga tidak mungkin mengatakan kepada dirinya bahwa aku menginginkan perlakuan baik dari papa. Nanti mereka juga akan menilaiku buruk. Tentu saja aku tidak mau hal itu terjadi," batin Shazia.
Setelah berpelukan Bryan juga meninggalkan kartu debit yang sudah dia siapkan untuk Shazia. Shazia sampai terperangah melihat black card pemberian Bryan. Ia merasa bahwa ini luar biasa dan tidak menyangka akan hal tersebut.
"Bryan? What this?" tanya Shazia merasa terperangah.
"Ambilah black card ini. Tapi, kamu juga harus ingat untuk berhemat. Aku sengaja menyiapkan uang ini untuk kamu, Dik." Bryan langsung tersenyum melihat Shazia yang masih dalam kondisi yang terperangah. "Aku juga ada, hahaha. Ya sudah, aku mau tidur dulu. Selamat tidur adikku yang manis," ucap Bryan seraya pergi meninggalkan Shazia.
"I–iya, Kak," jawab Shazia setelah melihat Bryan pergi.
Shazia pun masih dalam kondisi yang terperangah. Ia masih tidak menyangka Bryan akan memberikannya black card. "Ah, Bryan. Terima kasih banyak!" teriak Shazia karena merasa sangat senang.
Bryan hanya tersenyum setelah mendengar teriakkan Shazia dari depan kamar. Bryan pun langsung menuruni anak tangga. Setelah sampai di depan kamarnya. Bryan kembali menoleh ke arah pintu kamar Shazia. Ternyata, firasatnya benar bahwa Shazia sedang melihatnya dari atas. Shazia pun spontan melambaikan tangannya kepada Bryan. Dan mengucapkan terima kasih banyak melalui bahasa isyarat. Bryan hanya tersenyum sebelum masuk ke dalam kamarnya.
"Hahaha, Bryan thank you! Ini hadiah yang paling wah! Papa bahkan tidak pernah memberikan aku ini. Jadi, aku sekarang bisa sepuasnya berbelanja." Shazia langsung menutup pintu kamarnya. "Akhirnya aku bisa beristirahat dengan tenang tanpa beban. Terima kasih sekali lagi untukmu Bryan!" ucap Shazia sebelum memejamkan kedua matanya.
Pagi itu, Shazia tidak melihat kehadiran Adam di meja makan. Karena penasaran Shazia pun bertanya kepada Angela tentang hal tersebut. Namun, Bryan secepat mungkin menyahuti pertanyaan Shazia.
"Seperti biasa, papa akan pergi pagi-pagi sekali. Kamu seperti tidak tahu saja dengan kebiasaan papa." Bryan berbicara sembari mengambil lauk yang ada di hadapannya.
"Oh, begitu ya. Mama hari ini ada kegiatan apa?" tanya Shazia seraya mengambil roti tawar yang ada di hadapannya.
"Mama masih mengurus perusahaan cabang yang ada di perbatasan kota. Kenapa kamu bertanya tentang hal itu, Nak?" tanya Angela seraya memberhentikan kunyahannya.
"Tidak, Ma. Shazia hanya ingin memastikan bahwa Mama tidak sendirian berada di rumah," ujar Shazia seraya melirik kearah Bryan.
Angela pun langsung melihat Bryan yang asyik mengunyah makanannya. Bryan juga terperangah ketika mendongak dan melihat kedua wanita yang ada di hadapannya.
"Kenapa kalian menatapku seperti itu?" tanya Bryan seraya mencoba meneguk air mineral yang ada di hadapannya.
"Kakak, kamu nanti bekerja, 'kan?" alih Shazia seraya memberikan kode kedipan mata kepada Bryan.
"I–iya, memangnya kenapa?" jawab Bryan dengan ragu-ragu.
"Ouh, ya sudah. Aku hanya mau memastikan saja, hehehe," Shazia langsung menyantap roti tawarnya.
Bryan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah laku Shazia yang sangat aneh. Angela pun hanya tersenyum melihat Shazia yang ada di sebelahnya.