Bryan pun membalas pelukan Shazia. Bryan juga merasakan apa yang Shazia rasakan saat ini. Kedua matanya sudah hampir meneteskan air mata. Namun, Bryan secepat mungkin membuka dan menutup matanya. Agar air matanya tidak terjatuh.
Di dalam ruangan pertemuan, Shazia mencoba untuk mengkondisikan wajahnya. Harshad langsung terperangah setelah melihat kedua mata Shazia yang terlihat sembab. Ia pun mencoba mengajak Shazia untuk berbicara empat mata. Bryan yang melihat itu pun langsung memfokuskan pandangannya kepada Shazia dan Harshad.
Setelah Shazia dan Harshad pergi. Bryan langsung melihat ke arah Freya yang juga sedang fokus menatap kepergian Shazia dan Harshad. Bryan juga tidak mau Freya mengikuti mereka. Bryan pun secepat mungkin menarik perhatian Freya. Byan sengaja mengajak Freya untuk berbincang-bincang.
Harshad langsung memberhentikan langkah kakinya setelah sudah menjauh dari keramaian. "Kamu menangis?" tanya Harshad seraya mencoba menyentuh pipi Shazia.
Shazia langsung memalingkan wajahnya. Namun, Harshad kembali meluruskan pandangan Shazia. Harshad pun langsung memegang kedua tangan Shazia dengan lembut.
"Kamu kenapa, Zia? Kenapa kamu menghindari tatapan mataku? Ada apa?" Harshad masih merasa penasaran dengan kantung mata mata Shazia yang sembab.
"Tidak ada apa-apa, Shad. Aku hanya sedang mengantuk saja." Shazia berbicara tanpa melihat kedua mata Harshad.
"Tatap kedua mataku, Zia! Katakan yang sebenarnya, kamu tidak perlu menutupi masalahmu seperti itu!" Harshad kembali memaksa Shazia untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Sebenarnya Harshad mengetahui apa? Kenapa dia terus memaksaku untuk mengatakan apa yang ada di dalam hatiku. Ini sebuah jebakan atau memang dia ingin tahu kenapa mataku menjadi sembab?" Shazia masih berpikir sebelum menjawab pertanyaan Harshad. "M–ma–maksudmu apa? Masalah apa?" Shazia malah membalikkan pertanyaan dari Harshad.
Harshad langsung memejamkan kedua matanya setelah mendengar ucapan Shazia. Ia juga langsung menghela nafas yang panjang. Setelah itu Harshad langsung mengelus kepala Shazia dengan lembut. Shazia spontan memegang tangan Harshad yang hampir menyentuh bibinya.
"Ha–harshad! Kendalikan tindakanmu. Jangan sembarangan menyentuh sesuatu hal yang dapat menimbulkan konflik baru." Shazia bisa mengatakan itu karena tidak sengaja melihat bayangan Freya dari kaca di sudut ruangan.
"Zia, maksud kamu apa?" tanya Harshad merasa bingung.
Shazia langsung memiringkan kepalanya ke kiri dan melirik ke arah sudut ruangan. Itu artinya ada seseorang yang sedang mengintip mereka. Harshad spontan menjauhkan dirinya dari Shazia. Ia juga langsung mengalihkan pembicaraannya tentang hal yang lainnya.
"Cih, Freya! Aku masih berbaik hati untuk memberitahukan Harshad tentang keberadaanmu di balik lorong. Karena aku masih ingin bermain-main dengan emosimu. Setelah kau merasa frustasi, aku akan segera menghancurkanmu. Agar Harshad juga enggan mendekatimu lagi," batin Shazia dengan lirikkan mata yang sudah menyipit tajam melihat bayangan Freya.
Setelah acara pada malam itu selesai. Bryan langsung mengajak Shazia untuk pulang bersama. Shazia juga tidak menolak tawaran dari Bryan. Namun, setelah sampai di dalam mobil. Shazia masih enggan menatap wajah Bryan yang duduk di sebelahnya. Bryan juga tidak mau memaksa Shazia untuk segera berbicara dengan dirinya.
Shazia berkali-kali melirik Bryan yang asik menyetir mobil. Tetapi, kedua matanya langsung beralih ketika Bryan juga tak sengaja melirik dirinya. Shazia pun berusaha untuk berbicara kepada Bryan. Namun, ia tidak mempunyai nyali untuk berbicara kepada Bryan lebih dulu.
"Katakan apa yang ingin kamu katakan, Dik." Bryan langsung melihat wajah Shazia.
Shazia langsung melihat wajah Bryan dan menorehkan senyuman manis kepada kakaknya itu. "Hahaha, Bryan. Aku hanya ingin meluruskan apa yang kita bahas tadi di taman hotel." Shazia langsung masuk pada pembahasan utama.
"Iya, Adik. Kamu mau meluruskan masalah apa?" Bryan sekilas melihat wajah Shazia.
"Maafkan tangisan ku yang terlalu berlebihan tadi ya, Kak. Aku harap Kakak tidak tertawa setelah melihat diriku menangis seperti itu." Shazia langsung menggigit bibir bawahnya.
"Hahaha, aku juga sering melihatmu menangis. Hanya saja, kali ini aku melihatmu menangis dengan permasalahan yang berbeda, hahaha," ucap Bryan seraya tertawa setelah melihat wajah Shazia.
"I–iya, Kak. Emosiku kadang suka tidak terkendali ketika sedang menangis. Tapi, sebenarnya bukan itu yang aku pikirkan dan yang ada di dalam hatiku, Kak. Aku juga tidak berniat untuk merebut Harshad dari Freya. Aku mengatakan itu karena merasa emosi saja, tadi." Shazia sengaja mengatakan itu agar Bryan tidak menganggapnya sebagai wanita yang jahat.
"Adik, aku mengerti apa yang kamu rasakan. Kamu juga tidak perlu menjelaskannya lagi. Tapi, jujur saja. Jika kamu mau aku melakukan itu. Aku juga akan sangat bersedia melakukannya untuk kamu. Aku akan memisahkan Harshad dengan Freya dengan sekali hentakan jari." Bryan juga mempraktekkan bagaimana caranya menghentakan jari.
Shazia langsung terperangah mendengar perkataan Bryan. "Bryan, hahaha. Tidak perlu melakukan itu. Sesuatu hal yang dipaksakan tidak akan baik untuk kedepannya, 'kan?" Shazia berusaha untuk memanipulasi pikiran Bryan.
"Nah, benar. Kamu benar sekali. Tapi, itu tadi hanya seumpamanya saja. Jika kamu mau aku melakukan itu. Aku tidak akan menolaknya, hahaha."
Pikiran Shazia langsung berkata, "Aku juga tidak mengerti apa maksudmu itu, Bryan. Itu terdengar seperti sebuah jebakan untuk diriku. Aku juga harus berhati-hati dengan dirimu, 'kan? Karena semua yang ada di dekatku juga sepenuhnya tidak bisa aku percayai." Shazia langsung meluruskan pandangannya. "Jadi, kamu masih berhubungan dengan wanita kemarin?" Shazia mencoba mengalihkan pembicaraan mereka.
"Iya, memangnya kenapa?" tanya Bryan.
"Jujur saja, ya. Aku kurang menyukainya, Bryan. Firasatku mengatakan bahwa dia itu wanita yang… tapi, kamu jangan marah setelah mendengar asumsiku ini, ya," ujar Shazia seraya mengalihkan pandangannya kepada lelaki yang ada di samping kanannya.
"Iya, katakan saja. Aku akan menerima masukan dari adikku dengan senang hati," ucap Bryan seraya mengelus pucuk kepala Shazia.
"Dia terlihat seperti wanita yang gampang dirayu oleh lelaki, Kak. Aku juga tidak tahu dia wanita yang seperti apa. Tapi, biasanya firasatku ini tidak pernah salah, Kak. Ya, kamu juga tahu, Bryan. Bokap dan nyokap tidak akan pernah menyetujui hubungan kalian. Keluarga kita semuanya selalu membahas tentang reputasi dan uang. Pusing sekali!" Shazia langsung menyandarkan tubuhnya.
"Ya, kalau tidak disetujui. Aku tinggal mencari wanita yang lain. Apa susahnya?"
"Hah? Kamu secepat itu mencampakkan seorang wanita? Idih, kamu keterlaluan, Kak!" Shazia sampai tidak sangka dengan perkataan dari Bryan.
"Lagian, dia juga sudah tidak perawan lagi. Itu juga bukan kesalahanku, 'kan? Dia yang terus menggodaku. Jadi, kenapa aku tidak mencobanya saja?" Bryan langsung tersenyum licik setelah mengatakan itu.
"Ih, Bryan! Kamu juga mempunyai seorang adik perempuan. Kamu tidak seharusnya mengatakan itu, Kak. Bagaimana jika aku diperlakukan seperti itu dengan seorang lelaki? Kamu juga tidak akan terima, 'kan?" Shazia mencoba menasehati Bryan.
"Ya, aku hanya tinggal mencari lelaki itu dan mengubur tubuhnya hidup-hidup di dalam tanah." Bryan langsung tertawa setelah mengatakan itu. "Eh, tapi kamu masih perawan, 'kan?"