Ia juga memerintahkan kepada supir untuk secepat mungkin sampai ke rumah. Di kepala Shazia terus terngiang kejadian di atas gedung sekolah tadi. Hatinya terasa tercabik-cabik mengingat semua itu. Shazia mencoba melupakan apa yang ia lihat tadi. Namun, semakin ia mencoba untuk melupakannya. Maka, ia semakin jelas pula mengingat kejadian tersebut.
"Kalian itu memang pengkhianat! Kalian selama ini telah membohongiku! Membohongi perasaanku! Kamu Freya! Kamu harus bertanggung jawab atas semua ini," gerutu Shazia di dalam hatinya.
Setelah sampai di beranda rumah. Shazia langsung berlari masuk ke dalam rumah. Ia juga langsung masuk ke dalam kamarnya. Shazia langsung membantingkan tas sekolahnya ke atas lantai. Semua barang-barang yang ada di dalam tasnya pun berhamburan keluar. Shazia merasa sangat kesal dan sedih. Ia langsung meluapkan kesedihannya itu dengan menghancurkan seisi kamarnya.
Tangisan Shazia pecah ketika melihat foto yang terpajang di atas dinding kamarnya. "Kalian berdua telah menyakitiku! Pembohong! Pembohong! PEMBOHONG! Hiks, kalian itu … sudah berapa lama kalian membohongiku? Hah! Sudah berapa lama?! Coba jelaskan kepada diriku!" Shazia seolah berbicara kepada Harshad dan Freya. "Kalian itu teman fake! Kalian jahat! Jahat sekali. Kalian telah mempermainkan perasaanku. Kalian terus saja membohongiku. Kalian secara diam-diam berpacaran di belakangku dan memalukan sekali. Harshad! Kenapa … kenapa kalian berdua tega membohongiku?! Kenapa?" Shazia langsung terduduk lemas di atas lantai.
Secara mendadak tangisan Shazia berubah menjadi sebuat tawa yang sangat terdengar aneh. Shazia tertawa dengan sangat keras di dalam kamarnya. Ia juga berteriak ketika berbicara tentang perasaannya kepada foto Harshad. Shazia seperti orang yang sudah kehilangan akal. Emosinya terus saja berubah-ubah. Selama seharian Shazia tidak keluar kamar dan tidak makan. Hal tersebut membuat Angela merasa khawatir dengan kondisi Shazia.
"Nak, kamu kenapa? Buka pintunya, Nak," ujar Angela mencoba memanggil Shazia.
"Pergi! Hahaha, Shazia baik-baik saja, Ma!" jawab Shazia dengan wajah yang sudah berantakan dan memucat.
"Nak, jangan seperti ini. Mama khawatir, Nak! Buka pintunya, Sayang. Bicara sama mama jika kamu punya masalah. Jangan seperti ini, Sayang," bujuk Angela.
Tetapi, Shazia semakin menggila. Ia pun langsung mengunci pintu kamarnya dengan kunci ganda. Ia juga tidak lupa mematahkan kunci yang masih tersemat di lubangnya. Shazia langsung tertawa sinis setelah melihat sebagian kunci yang ia patahkan tertinggal di dalam sana.
"Nanana, kalian tidak bisa masuk ke dalam kamarku, Hahaha. Aku akan bersenang-senang dengan Harshad dan Freya di dalam tempat ini!" ucap Shazia dengan suara yang sudah berbeda.
Angela pun semakin panik setelah mendengar suara teriakan dari dalam kamar Shazia. Ia berusaha untuk membuka pintu kamar Shazia. Tetapi, kunci ganda yang ia punya juga tidak bisa masuk ke dalam lubang kunci.
"Nak, buka pintunya, Sayang. Jangan seperti ini, dong. Mama sangat khawatir dengan kondisi kamu, Nak," bujuk Angela dengan wajah yang sudah terlihat sangat panik. Angela terus menggedor pintu kamar Shazia. "Kalian semua! Jangan berdiam diri di sana! Cepat cari cara bagaimana bisa membuka pintu kamar Shazia! Cepat!" Angela menyuruh semua pelayan yang ada di belakang untuk membantunya membuka pintu kamar Shazia.
Shazia spontan melirik ke arah pintu kamar yang masih terdengar riuh dari luar kamarnya. Kedua matanya memerah dan sedikit menyipit. Bibirnya langsung tersenyum lebar setelah mendengar suara yang ada di luar kamar. Ia juga tertawa gila setelah melihat wajahnya di depan cermin.
"Zia, kamu itu cantik sekali! Hahaha, tidak ada yang bisa menandingi kecantikanmu ini! Lihat saja kedua matamu yang indah ini. Bibir merah muda ditambah dengan lesung pipit di kedua pipimu, semakin membuat wajahmu terlihat sempurna!" Shazia sontak tersenyum lebar ketika melihat wajahnya lebih dekat di cermin. "Tapi, kenapa? Kenapa Harshad malah memilih Freya! Hah! Kenapa!? Apa istimewanya si Freya itu? Apa?!" Shazia kembali menangis sembari memecahkan kaca dengan menggunakan vas bunga.
Shazia kembali menyeka air matanya. Ia juga berjanji kepada dirinya untuk merebut Harshad dari tangan Freya. Ia akan melakukan segala cara untuk mendapatkan Harshad kembali. Entah itu, cara yang baik ataupun cara yang buruk. Shazia menguatkan tekadnya untuk membuat Harshad bertekuk lutut di hadapannya.
"Akan aku pastikan kamu jatuh ke dalam pelukanku, Shad! Dan kamu Freya! Akan aku pastikan kamu menangis darah!"
Semenjak kejadian itu, Shazia menjadi pribadi yang suka memanipulasi ekspresi wajahnya. Meskipun, Shazia merasa sedih dan hancur. Ia tetap bertingkah laku seperti biasa saja. Ia juga sering menyakiti Freya secara sembunyi-sembunyi. Segala cara Shazia lakukan untuk membuat Freya merasa tersiksa.
"Aduh, sakit sekali," ujar Freya ketika berlari di lapangan bola kaki.
"Freya, kamu kenapa?" tanya Shazia berpura-pura perhatian.
"Kakiku! Sepertinya ada sesuatu di dalam sepatu olahragaku, Zia." Freya langsung membuka sepatunya.
Freya langsung terperanjat ketika melihat darah di kaos kaki berwarna putih itu. Ia spontan merogoh isi di dalam sepatu olahraganya. Sungguh terperangahnya Freya setelah melihat ada paku payung yang tersematkan di dalam sepatu olahraganya.
"Si–siapa yang sudah meletakkan paku ini?" tanya Freya seraya menatap Shazia.
Shazia dengan kemampuan aktingnya pun berkata, "Siapa? Bukannya kamu selalu membawa sepatu itu, ya? Sampai-sampai kamu membawa sepatumu, ketika sedang mengganti baju olahraga?"
Freya langsung berpikir, tetapi ia yakin ada yang sengaja meletakkan paku itu ke dalam sepatu olahraganya. Shazia hanya tersenyum licik setelah melihat kaki Freya. Tetapi, ia secepat mungkin merubah ekspresi wajahnya.
"Kalian kenapa? Eh, kakimu kenapa, Fre?" Harshad langsung syok melihat kaki Freya yang berdarah. "Ya sudah, ayo kita ke ruangan kesehatan. Kenapa bisa seperti ini?" Harshad menoleh ke arah Shazia.
Shazia langsung memainkan perannya. "Shad, aku juga tidak tahu. Tiba-tiba Freya merasakan sakit di kakinya. Pasti ada orang yang iri atau tidak suka dengan Freya, Shad. Ini berbahaya sekali! Kita harus melaporkan ini kepada guru bimbingan konseling," ujar Shazia yang sengaja menangis demi menarik simpati Harshad.
"Ti–tidak perlu. Tidak perlu melakukan itu, Zia. Ini juga hanya masalah kecil. Kakiku juga masih bisa berjalan. Hm, kalian jangan terlalu khawatir, ya. Aku baik-baik saja," jelas Freya seraya membuka kaos kakinya.
"Jangan seperti itu, Fre. Bagaimana nanti kalau hal ini terjadi lagi? Aku tidak akan bisa tinggal diam, Fre." Shazia masih memainkan perannya.
"Zia, it's ok. Aku masih bisa berjalan dan sudahlah." Freya enggan memperbesar masalah ini.
Harshad pun membantu Freya untuk segera berdiri. Harshad juga menyuruh Freya untuk segera duduk di pinggiran lapangan. Freya langsung tersenyum setelah mendengar saran dari Harshad. Sedangkan, Shazia masih berdecak kesal di dalam hatinya. Setelah Freya berjalan ke pinggir lapangan. Shazia dan Harshad kembali berlari dan menyamai barisan yang masih mengelilingi lapangan bola. Shazia hanya tersenyum bahagia melihat Freya yang duduk di pinggiran lapangan.