Salsha tersenyum merona, ia merapikan sedikit rambutnya yang berantakan, "Lo ngapain kesini?"
"Kebetulan gue lewat sini. Nggak sengaja lihat lo makanya gue berhenti." Galang menjelaskan, "Lo sendiri ngapain disini? Pacar lo mana?"
Salsha ingin menjawab namun suaranya kelu. Ia baru ingat Aldi, tadi lelaki itu mengatakan jika ia tengah latihan futsal. Aldi masih di sekolah. Bukan tak mungkin jika Aldi melihatnya tengah berada bersama Galang
Tiba-tiba saja Salsha langsung panik, ia mundur dan menjauh dari Galang. "Gal, mending lo pulang, deh."
Galang mengernyit, ia merasa aneh dengan sikap tiba-tiba Salsha, "Lo kenapa, sih?"
"Gue takut Aldi lihat gue sama lo. Pergi deh, Gal," usir Salsha. Ia semakin kalut.
"Apaan, sih." Galang tak terima, "Gue sahabat lo. Aldi mau cemburu? Lucu banget." Galang terkekeh.
Galang mendekati Salsha, ia mengacak rambut gadis itu. "Udah, deh. Gue kangen sama lo. Masa lo malah ngusir gue? Nggak sopan."
"Tapi lo nggak tau apa-apa, Gal. Lo nggak tau." Salsha semakin panik. Ia menatap ke sekeliling, ia takut Aldi melihat mereka.
Galang tak peduli, ia memegang tangan Salsha. "Kayaknya lo lagi ada masalah. Lo bisa cerita ke gue. Kita nyari tempat lain buat lo cerita."
Salsha melepaskan tangan Galang. Salsha tak mau Aldi melihatnya dan salah paham. Salsha tak mau hubungannya dengan Aldi kembari buruk. Walaupun sebenarnya ia sangat merindukan Galang.
"Nggak mau, Gal. Gue bisa pulang sendiri. Salsha menangis. Ia tak ingin berada di posisi seperti ini.
Galang meringis kesakitan melihat Salsha seperti itu. Sahabatnya ini sedang ada masalah. Galang kembali meraih tangan Salsha. "Lo ikut gue, apa gue acak-acak sekolah lo cuma nyari Aldi?" ancam Galang.
Salsha lupa, jika Galang adalah lelaki yang tegas dan penuh pendirian. Apa yang ia katakan pasti akan ia laksanakan. Galang tak pernah bermain-main dengan ucapannya.
Salsha mengangguk. Untuk sekarang ia memang perlu Galang di sampingnya. Hanya kepada Galang ia bisa mengeluarkan semua isi hatinya.
Galang tersenyum, dan menuntun Salsha berjalan ke motornya. Galang berjanji dalam hati, ia akan memberi pelajaran kepada Aldi, jika lelaki itu menyakiti Salsha.
*****
Perasaan khawatir dan takut Salsha kini telah menghilang dan di gantikan dengan rasa bahagia karena bisa jalan dengan Galang lagi. Ntah apa yang Salsha rasakan sehingga ia amat sangat bahagia bisa bertemu dengan Galang.
Galang memberhentikan motornya di depan kedai es krim yang biasa aja kunjungi setiap pulang sekolah bersama Salsha. Hampir setiap hari mereka kesini. Salsha turun dari motor sembari tersenyum senang. Ia mengedarkan matanya melihat ke seluruh pekarangan kedai itu. Semua masih sama seperti terakhir kali Salsha kesini.
Tempat ini pertama kali di kenalkan Galang saat Salsha habis putus dengan salah satu mantannya saat Smp dulu. Melihat Salsha yang sangat galau, Galang akhirnya mengajak Salsha untuk menjernihkan pikirannya di kedai ini.
"Lo masih ingat ternyata tempat ini," ujar Salsha dengan riang. Senyum manis masih menghiasi pipinya
"Ingat, dong. Gue juga masih sering kesini," balas Galang sembari memegang tangan Salsha dan mereka mulai memasuki kedai itu.
Tak ada yang berubah di kedai itu. Suasana dan keindahan interiornya pun masih sama. Galang membawa Salsha untuk duduk di kursi dekat jendela kaca, di balik jendela itu terpampang rumput hijau yang bisa menyegarkan mata.
Setelah Salsha duduk, Galang berlalu untuk memesan es krim kesukaan mereka berdua.
Selain menjual es krim, di kedai itu juga menjual berbagai macam jenis cake, coffee latte, dan brownise. Setelah memesan pesanan mereka. Galang kembali ke meja mereka. Ia meletakkan nampan berisi ice cream frozen yoghurt dan rainbow cake di depan Salsha dan coffee latte di depannya.
Salsha tersenyum sumbringah melihat makanan di depannya ini. Sudah lama ia tak lagi mencicipi es krim ini.
"Lo masih ingat makanan kesukaan gue?" tanya Salsha sembari memakan potongan kuenya. Rasanya masih sama. Belum ada yang berbeda.
"Nggak mungkin gue lupa. Hampir setiap hari kan kita kesini?" kekeh Galang. Jika membayangkan masa dulu, hati Galang selalu menghangat.
Salsha hanya mengangguk mengiyakan. Ia kembali memasukkan potongan kue ke mulutnya. Menikmati kue itu sampai habis. Ia juga mencicipi es krimnya. Es krim dan kue yang membuat Salsha ketagihan.
Galang terkekeh melihat Salsha yang tampak semangat menghabisi makanan di depannya. Galang menyesap kopinya dan kembali menatap Salsha intens.
Tak ada perubahan spesifik yang terjadi pada wajah dan sikap Salsha. Semua masih saat seperti dulu. Hanya saja sekarang penampilan Salsha sedikit lebih dewasa.
"Hubungan lo sama Aldi gimana?" tanya Galang dengan pelan. Sejujurnya, Galang tak pernah menyukai Aldi. Mereka memang belum pernah bertemu atau bertatap muka. Salsha hanya pernah mengirimi foto Aldi kepada Galang. Dan dari foto itu saja Galang sudah bisa menebak jika Aldi bukan lelaki baik-baik
Salsha meletakkan sendok di atas piring. Ia telah selesai memakan semua makanan yang di pesan Galang. Salsha meraih tisu di atas meja dan membersihkan sudut bibirnya. "Biasa aja," jawabnya cuek.
Galang menaikkan sebelah alisnya ke atas, "Dia nggak pernah nyakitin lo kan?"
Salsha diam sebentar. Akhir-akhir ini Aldi selalu menyakitinya. Selalu meminta putus dengan alasan yang tak jelas. Selalu berkata kasar kepadanya. Tapi ia tak mungkin mengatakan itu kepada Galang. Galang pasti tak suka dan akan menyuruhnya memutuskan hubungan. Salsha tak mau.
Salsha menggelengkan kepalanya singkat. "Nggak kok. Dia nggak pernah nyakitin gue."
"Yakin? Jangan bohongin gue, Sha!" suara Galang sedikit tercekat. Ia paling tak suka ada lelaki yang menyakiti Salsha.
Salsha menyandarkan tubuhnya di kursi, tangannya berada di atas pahanya ia kepalkan. Ia ingin mengatakan semua perasaannya kepada Galang, tapi Salsha tahan, ia tak mau Galang menyuruh ia memutuskan hubungannya dengan Aldi.
"Lo tahu gue 'kan, Gal? Kalo gue bilang nggak, yaa nggak. Kita udah lama kenal."
Galang menghela nafasnya kemudian tersenyum. Ia memberikan kata penenang kepada Salsha, "Kalo dia berani jahatin lo, Bilang ke gue! Gue akan maju paling depan buat bikin hidup dia menderita."
****
Salsha menenteng beberapa buku di tangan kanannya sementara tas di tangan kirinya. Buku itu adalah buku milik Bu Indah, guru biologinya. Ia akan mengantar buku itu ke kelas dua belas Ipa 2.
Dengan kesusahan Salsha mencoba mempertahannya buku itu di tangannya. Ada kira-kira lima belas buku. Salsha celingukan melihat papan di atas kelas yang menunjukkan nama kelas itu. Salsha sangat jarang berjalan di koridor kelas dua belas yang membuatnya merasa asing dengan koridor ini.
"Perlu bantuan, Sha?"
Salsha yang melihat tiba-tiba ada Bayu di sampingnya pun kaget dan hampir terjatuh. Ia hampir saja menjatuhkan buku di tangannya jika Bayu tak buru-buru menahannya.
Salsha kembali ke posisi semula. Mengambil buku dari tangan Bayu dan tersenyum tipis, "Nggak, kok. Gue bisa sendiri." Salsha berkata canggung. Ia tak begitu kenal Bayu selain bahwa cowok itu adalah sahabat Aldi. Memang sebelum ia dekat dan berpacaran dengan Aldi, ia pernah dekat dengan Bayu karena lelaki itu adalah mantan dari temannya, Selena.
Selain itu tak ada lagi yang Salsha ketahui dari Bayu. Ia merasa Iqbaal ini asing, "Kok lo bisa kesini, sih? Bukannya ini koridor kelas dua belas?"
Bayu tersenyum manis, ia memasukkan kedua tangannya kedalam saku, "Kebetulan lewat doang."
"Aldi mana? Nggak bareng sama lo?" tanya Salsha. Ia bingung kemana Aldi. Laki-laki itu semalaman tak mengirim pesan kepadanya. Membuat Salsha curiga dan juga khawatir.