Semua orang langsung menoleh ke asal suara dan terlihat seoarang gadis yang memiliki tubuh yang kecil sedang berjalan ke arah Liu Heng. Wajah gadis itu sangat memerah. Dia sangat marah sampai mengepalkan tangannya.
"Ah, Xie'er apa ada yang salah?" tanya salah satu murid yang menyiksa Liu Heng.
Sudah satu minggu dia berlatih di bawah bimbingan Ziu Du dan sekarang dia sudah berada di tahap penempaan tulang 5. Sebentar lagi dia akan masuk ke tahap fondasi qi. Perkembangannya terbilang cepat.
"Jangan ganggu kak Liu Heng lagi!" ucap Xie Xie. Dia membantu Liu Heng membersihkan pakaian kotor miliknya. "Jangan sok akrab denganku!" tambah Xie Xie. Dia tidak suka ada yang memanggilnya dengan Xie'er.
"Apa bagusnya bocah cacad seperti dirinya? Dia tidak memiliki masa depan sama sekali. Paling-paling dia akan menjadi tukang kuda atau petani. Tidak akan lebih dari itu," hina mereka. Mereka tertawa.
Xie Xie ingin menarik pedangnya, tetapi Liu Heng menahan tangannya. Liu Heng menggeleng.
"Aku akan mengantar Kakak masuk ke dalam," ucap Xie Xie.
Murid yang memukul Liu Heng tidak suka. Dia langsung mendorong Xie Xie hingga terjatuh. Tidak hanya sampai di sana. Dia kemudian meludah ke arah Xie Xie. Tidak mengenai tubuhnya, tetapi tepat di sebelah Xie Xie.
Liu Heng menjadi marah. Dia ingin bangun, tetapi dia mengurungkan niatnya karena sudah ada orang yang lebih dulu bertindak. Liu Heng tidak mengenal dia siapa, tetapi Liu Heng sedikit berterima kasih.
"Apa yang kau lakukan?" bentak murid yang menampar wajah murid yang meludah ke arah Xie Xie. Tamparan itu sangat keras hingga membuat dia tersungkur dan satu giginya harus copot.
Murid yang menampar itu adalah Lin Ju. Dia adalah salah satu murid yang paling berbakat diantara sekte murid luar. Dua berada di posisi kedua dalam puncak klasemen pada tes di gurun Neraka. Tidak ada yang tidak mengenal dirinya karena dia juga anak dari Lin Xu yang merupakan tetua murid luar.
"Pergilah dari sini atau aku akan membunuhmu!" ancam Lin Ju.
Para murid yang tadi langsung pergi dari sana. Mereka berlari ketakutan. Tidak ada yang berani melawan Lin Ju. Itu hanya akan membawa masalah bagi mereka.
Lin Ju mengulurkan tangannya. Xie Xie menjabat tangan Lin Ju.
"Terima kasih karena telah membantu kami," ungkap Xie Xie. Dia membungkuk dengan tulus. Dia tersenyum ke arah Lin Ju dan dibalas senyuman juga oleh Lin Ju.
"Tidak masalah," jawabnya. "Sebagai sesama murid kita memang harus saling membantu satu sama lain" Dia sedikit melihat ke arah Liu Heng, tetapi dia langsung kembali menatap Xie Xie lagi dan tersenyum kembali. "Kalau begitu aku pamit dulu. Kalau mereka mengganggu lagi. Kau hanya perlu memukul mereka. Tunjukkan kalau kau tidak lemah, maka mereka akan menghormatimu."
Xie Xie mengangguk.
Lin Ju pun pergi dari sana. Dia bergerak dengan sangat cepat. Xie Xie tersenyum karena ternyata masih ada orang baik yang bersedia membantu mereka. Xie Xie kemudian membantu Liu Heng masuk ke dalam.
Jue Die berterima kasih karena Xie Xie telah membantu Liu Heng. Setelah itu Xie Xie pamit untuk kembali ke tempatnya lagi. Dia ingin melanjutkan latihannya. Dia ingin cepat menjadi kuat karena kalau dia kuat. Dia bisa melindungi Liu Heng dari semua orang yang akan mengganggunya.
Jue Die berterima kasih sekali lagi.
***
Setelah malam hari. Semua orang sudah beristirahat. Liu Heng masih bangun sendirian. Dia masih berlatih pedang hingga larut malam. Tidak ada yang melihat latihannya. Dia tahu kalau dia tidak akan bisa sampai puncak kultivasi, tetapi dia bisa memperdalam ilmu pedangnya. Setidaknya itu bisa membuat dia bisa bersaing dan itu juga bisa membuat dia mengendalikan emosinya.
Inti ilmu pedang yang Liu Heng pelajari adalah ketenangan. Semakin tenang keadaan hati pendekar pedang, maka semakin tajam dan tegas gerakannya. Emosi yang berlebihan hanya akan membuat gerakan berpedang menjadi kasar dan berantakan, tetapi Liu Heng tidak menyalakan hal itu karena dia yakin ada yang berlatih seperti itu.
"Kau selalu berlatih setiap malam?" tanya Jue Die.
Dia tidak sengaja terbangun karena mendengar ada orang yang terus mengayunkan pedang berulang kali. Dia buta, tetapi indra lainnya sangat peka terutama pendengaran.
"Hanya ini yang bisa aku lakukan," jawab Liu Heng. Dia pun menyelesaikan gerakan jurus yang dia ciptakan sendiri. "Kenapa tuan belum tidur?" tanya Liu Heng basa basi.
"Tentu saja karena kau yang terlalu berisik," jawab Jue Die. Liu Heng menggaruk kepalanya. "Apa kau ingin bertarung denganku?" ajak Jue Die.
"Tuan yakin?"
"Jangan meremehkan orang lain lebih dulu. Aku memang buta, tetapi aku memiliki kaki, tanga, telinga dan lainnya. Aku hanya kehilangan penglihatan ku bukan hidupku," ucap Jue Die. Dia mengambil sebuah ranting yang cukup panjang.
"Baiklah kalau begitu."
Mereka pun bersedia di tempat mereka masing-masing. Yang pertama kali menyerang adalah Liu Heng karena dia menghormati Jue Die. Setiap gerakan Liu Heng sangat lembut dan halus. Itu membuat Jue Die kagum.
Mereka beradu serangan. Tipe gerakan mereka berkebalikan. Gerakan Jue Die sangat kasar dan keras, tetapi efektif. Tidak ada gerakan yang sia-sia. Semakin lama mereka bertukar serangan. Jue Die semakin kagum dengan kemampuan berpedang Liu Heng.
"Siapa gurumu?" tanya Jue Die.
Dia mempercepat gerakannya dan dengan cepat Liu Heng dapat di kalahkan. Jue Die menarik tangan Liu Heng dan mengajaknya duduk di tempat yang lebih enak untuk mengobrol. Jue Die menatap Liu Heng dengan tajam. Matanya yang berwarna putih itu menatap Liu Heng. Mata itu tidak bisa melihat, tetapi intimidasi nya masih terasa.
"Siapa yang mengajarimu?" tanya Jue Die lagi.
"Tidak ada," jawab Liu Heng.
"Mustahil!" bentaknya. "Tidak mungkin kau bisa sehebat itu tanpa ada guru sama sekali. Pasti ada cultivator pedang yang mengajarmu. Katakan saja siapa dia!" pinta Jue Die.
Liu Heng bingung ingin menjawab seperti apa karena dia memang tidak memiliki guru. Dia kemudian menjelaskan semuanya dari awal bagaimana dia tertarik dengan ilmu pedang. Itu terjadi ketika dia kecil. Dia mendapat sebuah kitab yang judulnya Pedang melingkar.
Dia belajar setiap hari dan memahami setiap gerakannya dan akhirnya dia lancar melakukan semua jurus itu. Dia pun belajar sendiri dan menciptakan gerakan sendiri yang pada akhirnya membentuk sebuah jurus baru yang belum dia namai, tetapi beberapa gerakan sudah dia namai seperti tebasan tanpa bentuk.
"Kau menciptakan jurusmu sendiri?" Jue Die sambil kaget. Dia menepuk jidatnya sendiri. Dia tidak pernah membayangkan ada anak yang belum dewasa yang bisa menciptakan jurus sendiri.
"Kau gila!"