"Apa yang kau lakukan dengan buku alchemy itu?" tanya Bai Linjue.
"Apa kau buta atau apa? Kau bisa lihat sendiri apa yang aku lakukan. Masih saja bertanya," keluh Liu Heng. Dia sebenarnya masih agak kesal kepada Bai Linjue yang menghentikan dia mencoba obat yang dia buat. "Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah kau seharusnya berlatih?"
"Kenapa kau marah denganku?" protes Bai Linjue.
"Aku tidak marah. Aku hanya mempertanyakan fungsi mata yang kau miliki," jawab Liu Heng.
Mereka saling menatap satu sama lain. Mereka sama-sama keras kepala, tetapi pada akhirnya Bai Linjue yang mengalah. Dia tidak bisa terlalu lama menatap wajah Liu Heng. Itu membuat jantungnya berdetak lebih cepat.
Bai Linjue menarik napas dan menghembuskannya dengan perlahan. Dia mencoba untuk menenangkan dirinya. Setelah beberapa kali melakukannya. Dia pun akhirnya bisa cukup tenang. Sedikit lebih tenang.
"Aku hanya penasaran dengan apa yang kau lakukan. Kau mengendap endap dan itu mencurigakan. Aku mengikuti mu dan melihat apa yang terjadi. Setelahnya kau tahu sendiri apa yang terjadi," jelas Bai Linjue.
"Apa yang akan kau lakukan selanjutnya?" tanya Liu Heng.
"A-aku …" Bai Linjue malu-malu. Wajahnya sedikit memerah. "Aku tidak ada kegiatan hari ini. Aku bisa menemanimu membaca atau apa pun itu. Bukankah kau sungguh beruntung?"
Liu Heng hanya terdiam. Dia mengangkat kedua bahunya sedikit.
Dia pun duduk.
"Kalau kau mau ikut belajar alchemy denganku. Kau boleh melakukannya, tetapi jangan mengganggu, okey!"
Bai Linjue mengangguk mengerti.
Mereka pun membaca buku itu lagi. Kali ini Liu Heng tidak sendirian. Dia bersama dengan Bai Linjue. Setelah membaca sekali lagi. Liu Heng ingin mencari tanaman obat lagi. Dia meminta Bai Linjue untuk membantunya. Bai Linjue setuju. Dia akan membantu.
Mereka pun berpencar agar pencarian bisa menjadi lebih cepat. Mereka pun berkumpul lagi sepuluh menit kemudian. Mereka bertemu kembali di tempat sebelumnya. Liu Heng membawa banyak tanaman obat yang beragam. Bai Linjue juga membawa banyak.
Mereka sama-sama meletakkan hasil yang mereka dapatkan di satu tempat. Tepat ketika Bai Linjue meletakkan apa yang dia dapat, Liu Heng mengerutkan dahinya. Dia melihat ke arah Bai Linjue. Terlihat dia sedang membanggakan dirinya. Dia menatap Liu Heng dengan tatapan sombong karena yang dia dapatkan lebih banyak daripada milik Liu Heng.
"Bukankah aku berbakat?"
Liu Heng menghela napas berat, "Apa yang kau bawa?" tanya Liu Heng.
"Bukankah ini tanaman obat?" ucap Bai Linjue. Dia agak ragu karena melihat tatapan Liu Heng. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia bahkan tersenyum—senyuman yang dipaksakan. Liu Heng menghela napas sekali lagi.
Dia kemudian mengambil semua tanaman yang Bai Linjue bawa. Dia memisahkannya menjadi dua bagian. Bai Linjue pun terdiam melihat apa yang Liu Heng lakukan. Dia tidak terlalu mengerti, tetapi dari wajah Liu Heng itu bukan hal yang baik.
Beberapa menit kemudian. Liu Heng selesai memisahkan semuanya.
"Apa yang terjadi?" tanya Bai Linjue ragu.
"Yang kau bawa adalah rumput biasa. Yang merupakan tanaman obat hanya yang ini," jawab Liu Heng sambil menunjuk ke arah tiga tanaman yang ada di sebelah kiri.
Bai Linjue terdiam. Dia kaget.
"Aku sudah mencari sesuai dengan apa yang ada di buku," ungkap Bai Linjue.
"Ini memang mirip, tetapi ini bukan tanaman obat." Liu Heng kemudian mengambil tanaman obat yang dia peroleh. "Kau perhatikan baik-baik! Apa ini sama?" tanya Liu Heng.
"Bukankah itu sama?"
Liu Heng menghela napas lagi, "Kau tidak bisa melihatnya kalau ini berbeda. Ini memiliki Tulang daun berjumlah tujuh, tetapi yang kau ambil ini memiliki sembilan. Bukankah ini berbeda?" keluh Liu Heng.
"Aku salah?" tanya Bai Linjue. Wajahnya terlihat sangat polos. Itu membuat Liu Heng mengelus dadanya.
"Iya, kau salah."
Liu Heng berusaha mengabaikan hal itu. Dia langsung meracik obat. Bai Linjue tidak mengerti apa yang Liu Heng lakukan, tetapi dia terus memperhatikannya. Entah kenapa dia merasa suka saja. Tangan Liu Heng sangat terampil.
Setiap bahan di takar dengan sesuai dengan resep yang ada di dalam buku. Dia kemudian menumbuk semua bahan. Ada yang harus di tumbuk secara bersamaan dan ada yang harus dicampur di akhir dan berbagai lainnya.
Tidak lama kemudian obat yang Liu Heng buat selesai. Bentuknya tidak enak dilihat. Itu benyek dan berwarna cokelat agak kehijauan. Itu sangat berbeda dengan alchemy yang Bai Linjue ketahui karena yang dia lihat adalah berbentuk pill.
"Apa fungsinya?" tanya Bai Linjue.
"Ini adalah face bleaching cream. Ini bisa memutihkan wajah," jawab Liu Heng.
Dari ekspresi Bai Linjue. Dia menjadi tertarik. Liu Heng yang melihat hal itu langsung menarik hasil racikannya. Dia tidak ingin memberikan itu kepada Bai Linjue. Bukan karena dia tidak ingin Bai Linjue putih, tetapi dia tidak tahu efeknya benar-benar manjur atau tidak.
Ini berbeda dengan pill yang dibuat oleh para alchemist yang bisa dilihat dari tingkat kualitasnya. Apalagi kalau salah ia tidak akan menjadi pill. Ia akan meledak pada saat proses pembuatan. Itu sangat berbeda dengan apa yang Liu Heng lakukan sekarang.
Wajah Bai Linjue langsung murung.
"Aku bukannya tidak ingin memberikanmu obat pemutih wajah ini, tetapi kita tidak tahu ini benar-benar bekerja atau tidak. Aku tidak ingin karena obat yang aku buat, itu membuat wajahmu rusak. Dan lagi kau sudah putih dan cantik. Kau tidak butuh ini lagi," ucap Liu Heng. Dia hanya berkata dengan jujur, tetapi tanpa sadar itu membuat Bai Linjue memerah. Dia tersipu malu karena mengira kalau Liu Heng mengkhawatirkan dirinya. Liu Heng memang khawatir, tetapi hanya itu. Tidak lebih dan tidak ada ke arah spesial sama sekali. Sayangnya Bai Linjue menanggapinya berbeda.
"Baiklah kalau begitu," ucapnya. "Kalau begitu bagaimana kau bisa tahu ini akan bekerja atau tidak?" tanya Bai Linjue. Kalau tidak dicoba, maka tidak aka tahu bagaimana hasilnya.
"Aku akan mencobanya sendiri," jawab Liu Heng.
Dengan cepat Bai Linjue langsung memukul tangan Liu Heng yang sedang memegang obat pemutih wajah itu. Obat itu pun jatuh ke tanah. Liu Heng terdiam. Dua kali dia mengalami hal yang sama.
Dia kemudian menoleh ke arah Bai Linjue. Tidak ada ekspresi yang ditunjukkan oleh Liu Heng. Wajahnya sangat datar. Bai Linjue merasa kalau akan ada sesuatu yang buruk akan terjadi.
"Kalau begitu aku pamit dulu. Sepertinya guruku sudah menunggu," ucapnya. Dia pun langsung pergi dari sana. Di sana hanya ada Liu Heng yang terdiam.
"Wanita terkadang memang menyebalkan," keluh Liu Heng.