Keesokan harinya Liu Heng datang ke tempat yang sama. Dia kembali ingin mencoba meracik obat yang lainnya. Sebelum dia mulai mencari, Liu Heng melirik ke kiri dan ke kanan. Dia berharap kalau Bai Linjue tidak kembali lagi.
"Apa yang terjadi dengan tanganmu?"
Liu Heng langsung menghela napas berat. Dari nada dan cara bicara. Dia tahu siapa yang baru saja bertanya dengannya. Dia pun membalik badan dan ternyata apa yang dia duga benar. Itu adalah Bai Liunjue.
"Jangan bilang kau membakar tanganmu sendiri?" Bai Linjue langsung memegang tangan Liu Heng yang sudah dibalut dengan kain. "Aku tidak menyangka ada orang gila seperti ini. Apa kau tidak sakit?"
Liu Heng kemudian melepaskan kain yang membalut tangannya. Terlihat kalau luka bakar itu sudah mengering. Lebih tepatnya sudah sembuh. Yang tersisa hanyalah bekas luka bakarnya saja. Liu Heng kemudian mengoleskan obat pemutih kulit yang dia buat.
"Ini akan baik-baik saja," jawab Liu Heng. "Kau tahu sendiri kalau aku tidak mencoba obat yang aku buat. Aku tidak akan tahu apa khasiatnya benar-benar bekerja atau tidak."
"Bagaimana kalau obatnya tidak bekerja?"
"Aku hanya perlu meracik lagi sampai bisa," jawab Liu Heng dengan santai.
Bai Linjue menggeleng kecil.
"Terserah kau sajalah," keluhnya.
Mereka pun kembali melakukan apa yang mereka lakukan. Beberapa kali Liu Heng membuat beberapa obat hasil racikannya. Beberapa tidak bisa dicoba, tetapi ada beberapa yang bisa dia langsung coba seperti obat penumbuh rambut. Itu dia coba sendiri dan hasilnya bagus.
Bai Linjue yang melihat apa yang Liu Heng lakukan hanya bisa terpesona. Semua obat yang dia racik—yang dicoba—berhasil semua. Bai Linjue melihat kalau Liu Heng adalah orang yang teliti dan cerdas. Dia bisa membedakan tanaman obat yang bagi Bai Linjue itu sama. Selain itu Liu Heng juga bisa menghafal semua isi buku itu dengan mudah.
Dia membaca ulang bukan karena dia lupa, tetapi dia hanya memastikan saja kalau apa yang dia lakukan sudah sesuai dengan petunjuk.
"Sangat disayangkan dia tidak bisa berkultivasi. Kalau saja dia bisa berkultivasi, aku yakin dia bisa menjadi alchemist yang hebat," batin Bai Linjue.
Hari pun berlalu dengan sangat cepat. Bai Linjue pun izin untuk kembali karena dia sudah ada jadwal untuk berlatih. Liu Heng mempersilahkannya untuk pulang. Bai Linjue pun kembali masuk ke dalam sekte.
Dua hari bersama membuat mereka menjadi cukup dekat. Liu Heng juga tidak menyangka kalau dia akan menjadi teman Bai Linjue. Kemarin Bai Linjue menyebalkan, tetapi kali ini dia cukup menyenangkan meski kadang masih menyebalkan.
Setelah itu Liu Heng masih melakukan beberapa percobaan lagi. Dia mulai ketagihan dengan alchemy karena menyenangkan. Hanya dengan tanaman, dia bisa melakukan beberapa hal. Dia bisa mengobati orang lain atau membunuh orang lain.
Alchemy bukan hanya seolah mengobati, tetapi juga bisa digunakan untuk membunuh orang lain. Dia bisa membuat racun. Racun sebenarnya bisa digunakan untuk menyembuhkan, tetapi dia juga bisa digunakan untuk membunuh.
Itu tidak secara gamblang dijelaskan, tetapi dari hasil kesimpulan Liu Heng kalau alchemy memang bisa digunakan untuk hal jahat.
"Ini sangat menari," ucapnya. Dia tersenyum. "Aku tidak menyangka kalau alchemy bisa sehebat ini. Yang berarti aku bisa melakukan hal yang mustahil hanya dengan alchemy. Ini sama menyenangkannya dengan berpedang."
Liu Heng akan meminjam buku lainnya, tetapi dia tidak yakin bisa mendapatkannya karena dia telah menipu murid yang menjaga pavilion alchemy. Liu Heng menyadari kalau waktu dia masuk ke sana. Dia di awasi oleh seorang kakek-kakek. Liu Heng bisa menebak kalau kakek itu adalah penjaga di paviliun alchemy.
"Berhenti atau kami akan membunuhmu!" teriak seseorang.
Liu yang sedang meracik obat langsung kaget. Dia langsung mendekati asal suara. Ternyata itu tidak jauh dari tempat dia berada. Liu Heng melihat seorang pria tua sedang terluka. Pria tua itu sedang dikejar oleh sepuluh orang lainnya. Yang mengejarnya jauh lebih muda darinya.
Pria tua itu tidak punya pilihan. Dia pun memutuskan untuk bertarung. Kalau dia berlari lagi, dia akan kehabisan tenaga. Pada akhirnya dia akan tertangkap. Itu akan membuat apa yang dia lakukan sia-sia.
"Kalau kalian ingin kitab ini, maka kalian harus melangkahi mayatku lebih dulu!" ancam pria tua itu.
Sepuluh pemuda itu langsung tertawa. Mereka meremehkan pria tua itu. Pria tua itu sudah terluka sangat parah. Bahkan satu tangannya sudah terpotong. Tubuhnya juga dipenuhi dengan darah dan bekas tebasan.
"Kau kira kau bisa mengalahkan kami? Kami ada sepuluh orang sedangkan kau hanya sendirian dan dalam keadaan terluka pula. Kalau saja kau tidak terluka separah itu mungkin kau bisa mengalahkan kami, tetapi dengan keadaan seperti itu, tidak mungkin," ucap salah satu dari mereka.
"Anak mudah memang sangat sombong," keluh kakek itu.
Dia pun langsung menyerang salah satu pemuda yang ada di sana. Dengan satu kali gerakan, dia berhasil membunuh satu orang. Liu Heng kaget, tetapi dia tahu kalau itu hanya bisa dilakukan satu kali saja. Itu hanya bisa terjadi karena pemuda itu tidak siap atau lengah.
Pertarungan kedua belah pihak sudah dimulai. Liu Heng terkejut karena kakek itu masih bisa bertarung dengan seimbang dengan sembilan pemuda lainnya. Liu Heng takjub karena kakek itu masih bisa melukai beberapa musuhnya.
Dalam beberapa menit dia bisa mengalahkan satu lagi, tetapi dengan ganjaran tubuhnya terkena tusukan pedang. Itu membuat kakek itu semakin kesulitan bergerak, tetapi dia masih berusaha. Liu Heng kagum dengan semangat bertahan hidup kakek itu.
"Apa yang dia lindungi hingga dia seperti itu?"
Satu jam pun berlalu dan hanya tersisa satu orang saja yang menjadi musuhnya, tetapi kakek itu sudah tumbang. Dia sudah tidak bisa bergerak lagi. Tubuhnya sudah mati rasa di berbagai tempat. Bernapas saja dia merasa sakit.
"Aku tidak menyangka kalau pria tua sepertimu masih bisa membuat kami seperti ini," keluh pemuda itu. Dia juga sudah terluka cukup parah. Tangannya sulit untuk digerakkan. Dia pun membalik tubuh kakek itu.
Dia langsung tersenyum ketika melihat kitab yang dia cari. Pemuda itu mengambil kitab itu, tetapi kakek itu masih berusaha melawan, tetapi dia sudah tidak bisa melakukannya. Kitab itu pun berhasil pemuda itu ambil.
Dia langsung tertawa dengan sangat keras. Kitab itu dipenuhi dengan darah.
"Aku akan menjadi cultivator yang paling hebat di dunia!" teriaknya. Dia pun kembali tertawa.
Tepat ketika dia tertawa. Ada sebuah pedang menusuk perutnya. Dia membalik badan.
"Siapa kau?" wajah pria itu menjadi pucat.