Diora kemudian menarik keluar tangan Sisi, matanya segera tertuju pada sebuah kotak telepon merah di ujung jalan yang di sampingnya terdapat beberapa pot besar yang berjajar.
"Kita bersembunyi di sana!" perintah Diora dan Sisipun mengikuti langkahnya.
Setiba di samping pot, Sisi dan Diora segera jongkok agar tak tampak oleh pria yang mengejar mereka.
"Wah, kau sepertinya sangat ahli dalam menghindar!" puji Sisi sembari mengatur nafasnya yang naik turun karena tak biasa bergerak secepat Diora.
"Hahahaha, aku ini pelayan seorang mafia. Jadi maklum saja jika aku harus ahli dalam bersembunyi!"
Perkataan Diora itu membuat Sisi tersentak, rasanya wanita paruh baya ini memiliki banyak hal yang belum dia ketahui.
"Apa, Owen Grey, yang mengajarkanmu semua ini?" tanya Sisi penasaran.
"Begitulah!" jawab Diora sambil tersenyum.
Diora lalu bangkit dari tempat persembunyian mereka lalu memandang sekeliling mencoba memastikan pria yang mengejar mereka telah pergi. "Aku rasa kita aman!"
Sisi yang kakinya mulai kesemutan lalu bangkit dan meluruskan kakinya. "Baguslah, kalau begitu kita bisa pergi sekarang juga!"
"Kau mau kembali kepada Alan atau ikut aku kepada Owen?" tanya Diora setengah mengejek.
"Apa kau pikir aku sudah gila! Tentu saja aku akan ikut dengamu ke rumah Keluarga Owen Grey!"
"Apa kau yakin tuanku akan memberimu tempat setelah kau menolaknya di pernikahanmu?" Diora menatap Sisi dengan sinis, dia tau Sisi sangat mudah dimanipulasi sehingga akan bimbang saat mendapatkan pertanyaan itu.
"Aku? Ah, bodohnya aku!" Sisi tertunduk tak percaya jika dia telah melukai Owen dengan penolakannya di hari pernikahannya yang menyedihkan. "Jadi aku harus kemana?" Sisi menutup wajahnya lalu menggelengkan kepalanya berkali-kali.
"Kau ini benar-benar seperti anak kecil saja!" ledek Diora lalu menarik tangan Sisi yang menutupi wajahnya.
"Jadi aku harus kemana?" ulang Sisi dengan air mata yang mulai berlinang.
"Iya, sudah. Kau ikut aku saja! Tapi janji jangan pernah minta kembali ke rumah Alan kecuali dalam perintah, Owen!"
Sisi menarik bibirnya menbuat senyumnya kembali menghiasi wajahnya, dengan bersemangat dia mengikuti langkah Diora hingga mereka tiba di sebuah rumah mewah tak jauh dari rumah Alan.
"Eh, ini rumah siapa?" tanya Sisi dengan wajah polosnya.
"Tenang, ini adalah salah satu rumah Owen. Aku sudah minta ijin agar boleh menempatnya bersamamu!"
"Wah, dia bagik sekali!" puji Sisi sambil menatap sebuah lukisan pria yang tergantung di dinding, wajah pria itu tampak asing baginya namun Sisi yakin itu adalah lukisan dari salah satu anggota keluarga Grey.
"Kau nampak tau betul siapa pria itu!" ujar Diora saat melihat ujung mata Sisi yang terus memandangi lukisan pria dengan jas hitam dan berdiri begitu angkuh itu.
"Itu kakeknya Owen?" Sisi mencoba menebak.
"Iya, kau benar. Itu adalah kakeknya Owen. Dia terkenal sangat jahat, tapi yakinlah sebenarnya mereka seperti itu hanya untuk membuat bisnis mereka bisa berjalan dengan baik!"
Sisi menangguk, dia lalu melanjutkan langkahnya hingga tiba di sebuah sofa biru yang menghadap keperapian.
"Aku tidur di sini saja!" tunjuk Sisi sembari duduk dengan tubuh yang masih berkeringat setelah berlari dari pria yang mengejarnya di kafe tadi.
"Terserah kau! Kalau memang mau tidur di sini, biar aku ambilkan bantal dan selimut untukmu!"
Perlakuan menyenangkan Diora itu membuat Sisi sangat nyaman. Meski harus tinggal di sofa, tentu ini lebih baik dari pada tinggal di rumah mewah bersama suaminya yang kasar dan suka bercinta dengan wanita panggilan.
"Ini bantal dan selimutmu, malam ini aku tidur di kamar itu!" tunjuk Diora lalu melangkahkan kakinya meninggalkan Sisi.
"Eh, aku rasa aku masih lapar. Apa kau punya sesuatu untuk kumakan?"
"Hahahahahaha!" Diora tertawa begitu kencang membuat pipi Sisi memerah. "Baiklah, biar aku siapkan makan malam untukmu!"
Sisi lalu mengikuti langkah Diora menuju sebuah ruang dapur yang begitu luas dan berisi banyak sekali perabotan mahal.
"Ini semua milik, Owen!" puji Sisi saat matanya tertuju pada sebuah piring antik bercorak naga berwarna biru di dalam lemari kaca tak jauh dari tempatnya menunggu pelayan itu memasak.
"Benar. Memangnya kenapa?"
"Ini pasti piring mahal!"
Diora kembali tersenyum kearah Sisi. "Nona, kenapa kau bisa mengenal, Alan Purple yang kejam itu?" tanya Diora mencoba mengenal Sisi lebih dalam.
"Mmmm, aku mengenalnya sebagai rekan bisnis keluargaku!"
"Wow! Dan mereka menggunakanmu sebagai tumbal!"
"Hah! Tumbal? Apa maksudmu?" tanya Sisi terperanjak.
"Kau tak tau tentang itu?"
Sisi menggelengkan kepalanya dengan yakin lalu menarik tangan Diora yang masih sibuk memasak di kompor yang tertanam tepat di depannya.
"Jadi begini ceritanya. Keluarga Puple memang memiliki banyak cabang bisnis, sehingga mereka butuh banyak rekan!"
"Lalu?"
"Setiap cabang biasanya di kelola oleh seorang pria tua yang sengaja di pilih karena mereka mempunya seorang putri yang sejak kecil sudah di taksir oleh Alan!"
"Maksudm papaku dipilih karena, Alan jatuh cinta kepadaku sejak aku masih kecil?" tanya Sisi tak percaya.
"Iya, itulah kenapa aku bilang kau adalah tumbal!"
Deg...
Jantung Sisi berdetak begitu kencang, dia tak menyangka inilah alasan kelurganya dipilih untuk mengurusi bisnis haram keluarga Purple.
"Oh, kenapa mereka tak membunuhku saja!"
"Tentu kalau kau mati akan jadi bahaya untuk kedua orang tuamu!"
"Apa kau pikir menikahi Alan adalah alasan yang baik?" gerutu Sisi tak terima.
"Nona, tak semudah itu bisa lari dari keluarga mafia. Mereka tak mungkin dengan mudah melepaskanmu kecuali kau mati karena sakit!"
Sisi memutar ingatannya saat dia masih berusia 10 tahun, saat itu dia mengalami demam karena sakit cacar. Kala itu mamanya terlihat sangat ketakutan sampai-sampai meminta dokter yang merawatnya memberikan obat paling mahal meski dengan begitu papanya harus berutang.
"Mungkin karena itulah Mama selalu ketakutan saat melihat aku sakit!"
"Ya, kalau sampai kau tak mau menikah dengan Keturunan Purple, mereka pasti akan dimiskinkan!"
Deg...
Jantung Sisi kembali berdebar kencang. "Maksudmu, keluargaku akan dibuat miskin karena tindakanku saat ini?"
"Bisa saja!" ujar Diora dengan tatapan penuh iba.
"Oh, bodohnya aku. Apa yang aku lakukan sekarang!"
"Tenanglah, aku rasa jika, Owen kasihan denganmu maka dia juga pasti akan melindungi kedua orang tuamu!"
Sisi menghela nafas, sesaat dadanya terasa lega meski dia belum yakin betul Owen juga akan melindungi keluarganya yang notabene berada satu jaringan dengan bisnis Alan Purpel yang menakutakan.
Dalam kekhawatiran, Sisi lalu berlutut di depan Diora yang masih sibuk mempersiapkan makan malammnya.
"Nyonya, bisakah kau membantuku keluar dari masalah ini!"
Diora menunduk, dia sebenarnya ingin sekali tertawa dengan tingkah Sisi yang dirasa begitu aneh malam ini. "Kau pikir apa yang sedang aku lakukan sejak tadi?"
Sisi terbelalak. "Kau tadi membantuku kabur dari pria menakutkan itu!" jawab Sisi polos.
"Iya, itu adalah kesediaanku menolongmu. Jadi aku mohon yakinlah aku akan membantumu meski aku tak yakin, Owen akan berpikiran sama denganku!"
Sisi mengangguk lalu bangkit dari lantai.
"Sekarang makanlah, besok aku akan bicara pada, Owen!" tutur Diora lalu meletakkan sepiring sandwich dengan saos mayoneis di sampingnya.
Karena kelaparan, segera saja Sisi menyantapnya. Sesaat kepalanya terasa sangat ringan meski dia juga belum yakin jika Owen akan memberikan perlindungan kepada keluarganya seperti yang dikatakan Diora.