"Aku tak akan melawanmu, Alan!" desis Sisi yang memiringkan wajahnya dari hadapan suami yang baru dinikahinya.
"Kenapa kau tak mau menatap mataku!" Alan semakin mendekatkan hidungnya kearah hidung Sisi yang mulai tak nyaman dengan sikap keturunan Purple ini.
"Tidak! Jika kau mau melakukannya, lakukan saja!" gerutu Sisi lalu membiarkan Alan tertawa dengan bangga.
Hahahaha...
"Akhirnya kau jadi milikku, Sayang!" Alan menarik satu persatu pakaian yang menempel di tubuh pengantinnya, dia tak perduli lagi dengan semua cerita selama ini dimana dia mencari Sisi hingga harus berduel dengan Owen Grey, temannya sendiri.
"Kau siap!" ujar Alan yang bernafas di atas kulit wajah Sisi yang semakin ketakutan.
"Lakukan saja hingga kau puas, tapi aku mohon setelah itu ijinkan aku tidur. Aku sangat lelah!"
Mendengar perkataan istrinya, Alan segera mendorong tubuhnya kebagian bawah tubuh Sisi.
"Ah!" teriak Sisi saat apa yang diinginkan Alan benar-benar terjadi.
"Nikmati saja semua ini, Sayang. Aku akan memuaskanmu!"
Alih-alih membuat Sisi nyaman. Alan malah melakukan hubungan ini dengan sangat kasar, sesekali dia menekan tubuh bawah Sisi dengan penuh kemarahan hingga rintihan dan erangan istrinya mengalun begitu memilukan siapapun yang mendengarkannya.
"Alan, aku mohon. Hentikan!" pinta Sisi yang tak tahan dengan gerakan Alan yang semakin brutal.
"Diam!" teriak Alan lalu menarik tangan Sisi dengan kasar.
Brakkk...
Dia membanting tubuh istrinya hingga terjatuh ke lantai. "Aduh!"
"Kenapa kau lemah sekali, baru saja aku memulai kesenanganku kau sudah merintih!" teriak Alan begitu menakutkan istrinya.
"Tak bisakah kau memperlakukan aku seperti istrimu!" ujar Sisi yang masih terbaring tanpa pakaian di atas lantai marner kamar Alan.
"Kau ini wanita lemah!" cela Alan lalu mengenakan kimoho kainnya dan bergegas menuju kamar mandi. "Dasar wanita tak berguna!"
Kesal karena gairahnya tak tersalurkan di dalam tubuh Sisi sedangkan hasratnya masih menumpuk di kepalanya, Alan bergegas turun lalu meminta seorang pelayannya mencarikan wanita penghibur. "Cepat!" perintah Alan dengan ketus lalu berjalan masuk ke kamar lain di rumahnya.
Sisi yang melihat Alan pergi dari kamarnya lalu bangkit dan mengenakan pakaiannya. "Salah sendiri dia tak bisa melakukannya dengan perlahan!" gerutu Sisi lalu melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Sekitar satu jam kemudian, seorang wanita yang mengenakan mini dress hitam dan bermake up tebal memasuki rumah dan nampak sudah siap melayani Alan Purple.
"Aku akan ke dapur untuk makan!" ujar Sisi lalu melangkahkan kakinya keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur melewati kamar tempat Alan menemui gadis panggilan itu.
"Oh, lakukan lagi. Lebih keras, aku suka itu!" teriak Alan dengan penuh gairah yang terdengar Sisi saat melintas.
"Hey, sedang apa dia!" bisik Sisi yang penasaran apa yang sedang dilakukan pria yang baru saja dia nikahi.
Dengan yakin Sisi memutar gagang pintu dan benar saja, saat pintu terbuka setengah dengan matanya yang coklat dia melihat dengan jelas Alan sedang berbaring di atas tempat tidur dengan wanita tanpa busana tepat di atasnya.
"Apa!" Sisi tersentak, dia tak menyangka jika Alan berani melakukan ini semua ini di malam pertamanya.
"Tidak, aku harus pergi!" tutur Sisi lalu menghapus cepat air mata yang mengalir di pipinya. "Ini tidak bisa di maafkan!" geram Sisi lalu berjalan menuju halam belakang rumah Alan.
"Aku harus pergi dari rumah menakutkan ini, aku tak mau melakukan kesalahan lagi!" geram Sisi dengan tekat bulat.
Kebetulan saat itu tak ada seorangpun di sana, dengan santai Sisi melangkah hingga gerbang yang tak terkunci. "Selamat tinggal Keluarga Purple, kalian tak akan melihatku lagi!" bisik Sisi lalu mengalunkan langkahnya pergi tanpa memandang lagi kearah rumah mewah yang akan selalu dia kenang.
Langkah wanita 30 tahun itu terus melaju tanpa arah, langit malam itu terlihat begitu cerah meski berwarna gelap segelap hati Sisi saat ini.
Entah dia mau kemana, dia hanya mengikuti kata hatinya hingga tiba disebuah kafe kecil di ujung jalan rumah Alan, dengan mata berbinar Sisi melihat sebuah potongan kue di etalase kafe yang sepertinya nikmat jika dia makan dengan secangkir teh hangat.
Sisi merogoh saku bajunya yang tak berisi satu koin-pun. "Mmm, sudahlah. Aku tak punya uang bahkan untuk membeli sepotong kue!" bisik Sisi dengan tersenyum bodoh.
Diapun kembali melangkah pergi namun tiba-tiba seseorang memanggilnya...
"Sisi, kau di sini?"
Sisi memutar tubuhnya kearah suara yang tak asing baginya. Betapa senangnya dia ketika sosok yang dia lihat malam itu adalah Diona, pelayan dari Owen Grey.
"Kamu?"
"Hahahahahaha, kau sudah menduga kau pasti akan pergi dari Alan cepat atau lambat, Nyonya!"
"Mmmm, kau benar. Aku sangat menyesal menikahi pria jahat itu!" gerutu Sisi dalam sebuah rasa penyesalan yang terlambat.
"Tak usah kau sesali, mari kita rayakan kelahiran kembalimu ini dengan makan kue. Kau mau makan kue itu kan?" tunjuk Diona seakan berhasil membaca pikiran Sisi yang sedang kalut.
"Benar." jawab Sisi kemudian menaiki anak tangga kafe menuju sebuah meja kosong yang menghadap ke jendela kaca tepat ke arah rumah mewah Alan Purple-suaminya.
"Nyonya, ini kue untukmu. Kau mau menikmatinya dengan minum apa?" tanya Diona begitu ramah.
"Pesankan aku teh hangat!" perintah Sisi singat.
"Aku sebenarnya ingin mengatakan sebuah rencana untuk kita!"
"Kita?" tanya Sisi saat garpu berwarna goldnya menyentuh kue yang sedang ingin dia santap.
"Iya, aku sebenarnya ingin merencanakan sesuatu denganmu!" Diona tersenyum penuh arti membuat Sisi mengerenyitkan dahinya.
"Ini, tehnya, Nyonya!" ujar pelayan saat teh yang dipesan Sisi telah tersaji bergitu menggoda hidungnya.
"Baiklah, kita mulai, Nyonya!" tutur Diona lalu memajukan wajahnya semakin dekat dengan Sisi yang bersiap untuk rencana pelayan Owen yang terlihat bergitu misterius ini.
"Aku sebenarnya ingin sekali mendamaikan Keluarga Purple dan Keluarga Grey!" tutur Diona dengan lugas.
"Apa aku tak salah dengar?"
"Iya, kau tak salah dengar. Tapi ada tugas yang harus kau lakukan untuk mereka berdua!"
"Apa?!" tanya Sisi semakin tak mengerti.
"Kau harus membuat Alan mengejarmu, saat dia semakin penasaran jadilah syarat perdamaian kedua keluarga itu!"
"Bagaimana jika aku gagal!" Sisi meraih cangkir tehnya lalu meneguk beberapa kali teh hangat yang sudah menjadi angannya sejak tadi.
"Kau tak mungkin gagal, kau pasti berhasil, Nyonya. Percayalah!"
Sisi mengerenyitkan dahinya semakin dalam. "Kenapa kau begitu yakin?"
"Yakinlah, kau tak akan mungkin gagal!"
Brakkk...
Baru saja Sisi menikmati hangatnya teh yang dia pesan, tiba-tiba seorang pria bertubuh kekar dan berbaju jas memasuki kafe dengan wajah yang sangat marah kemudian melangkah kearahnya.
"Nyonya, kau harus pulang sekarang!" teriak pria itu membuat Sisi memutar wajahnya.
"Si--siapa kau?" tanya Sisi dengan terbata-bata.
"Kau tak boleh keluar rumah sendirian seperti ini, Nyonya!" lanjut pria itu bersiap meraih tangan Sisi yang masih memegangi cangkirnya.
"Sisi, lari!" teriak Diora lalu menarik lebih dulu tangan Sisi.
"Eh, apa maksudmu. Kau ingin aku apa?"
"Lari!" ulang Diora membuat Sisi bangkit dari tempat duduknya dan mengikuti langkah pelayan dari Owen Grey itu.
"Kau tak mungkin bisa kabur dariku, Nyonya!" teriak pria bertubuh kekar itu kemudian berusaha mengejar Sisi dan Diora.